BincangMuslimah.Com – Mandi janabah adalah mandi yang bertujuan untuk menghilangkan hadas besar. Yang mewajibkan mandi besar itu beragam, mulai dari haid, hingga usai berhubungan seksual dan mengeluarkan air mani.
Untuk perempuan muslimah, mandi besar adalah merupakan rutinitas bulanan yang wajib dilalui pasca keluarnya darah haid. Dan yang masih menyisakan pertanyaan dalam mandi janabah perempuan adalah kondisi rambut yang tidak pendek. Apakah harus mengurai rambut tersebut, atau cukup dengan mengalirkan air saja?
Haruskah Mengurai Rambut?
Mayoritas ulama sepakat bahwa dalam melakukan mandi janabah, perempuan tidak harus menguraikan rambutnya yang sedang dikepang atau digelung. Yang terpenting adalah sampainya air ke kulit kepala dan membasahi seluruh kulit dan rambutnya. Sebagaimana hadis yang riwayat dari Ummu Salamah, istri Rasulullah:
يا رسول الله، إني امرأة أشد ضفر رأسي فأنقضه لغسل الجنابة؟ قال: لا، إنما يكفيك أن تحثي على رأسك ثلاث حثيات، ثم تفيضين عليك الماء فتطهرين
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah wanita yang memiliki kepangan rambut yang sangat kuat, apakah aku harus menguraikannya pada saat mandi janabah? Rasul Menjawab: Tidak, cukup engkau memercikkan air tiga kali ke atas kepalamu, kemudian mengguyurkan air ke atasnya, lalu engkau menjadi suci” (HR. Muslim)
Namun jika sudah memastikan air tidak menyeluruh dan hanya membasahi sebagian kulit kepala dan rambut, maka sebaiknya menguraikan rambut tersebut. Sebab salah satu rukun dalam mandi janabah adalah membilas atau membasuh semua badan dengan air secara merata, dari kaki hingga ujung rambut.
Dengan demikian, jelas bahwa hukum mengurai rambut bagi perempuan ketika mandi janabah adalah tidak wajib, melainkan hanya sebuah anjuran. Anjuran yang bertujuan untuk memastikan air dapat merata ke seluruh kulit dan rambut di kepala. Sebab acapkali gelungan atau kepangan rambut yang sangat kuat menghalangi jalannya air ke kulit kepala, sehingga yang terbasahi hanya sebagian saja, tidak seluruhnya.
Pendapat Mayoritas Ulama
Penjelasan di atas juga senada dengan penjelasan Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni:
قال بعض أصحابنا: هذا مستحب غير واجب، وهو قول أكثر الفقهاء، وهو الصحيح إن شاء الله؛ لأن في بعض ألفاظ حديث أم سلمة أنها قالت للنبي: صلى الله عليه وسلم إني امرأة أشد ضفر رأسي فأنقضه للحيضة والجنابة؟ فقال: لا، إنما يكفيك أن تحثي على رأسك ثلاث حثيات، ثم تفيضين عليك الماء فتطهرين . وهي زيادة يجب قبولها، وهذا صريح في نفي الوجوب
“Sebagian ulama dari madzhab kami (Hambali): hal ini (mengurai rambut) sifatnya mustahab (dianjurkan), dan inilah pendapat mayoritas ulama fiqih, dan inilah pendapat yang benar insyaa Allah, Sebagaimana hadits dari Ummu Salamah yang isinya:
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah wanita yang memiliki kepangan rambut yang sangat kuat, apakah aku harus menguraikannya pada saat mandi janabah (dari jima’) dan dari haid? Tidak, cukup engkau memercikkan air tiga kali ke atas kepalamu, kemudian mengguyurkan air ke atasnya, lalu engkau menjadi suci’. Lafadz haid dalam hadis ini adalah tambahan dalil yang wajib untuk diterima. Hadits tersebut menjelaskan tidak adanya kewajiban untuk menguraikan rambutnya (saat mandi janabah, baik dari haid maupun jima’)”.
Alhasil, rambut perempuan yang dikepang atau digelung saat mandi janabah adalah tidak wajib dibuka atau diurai, melainkan hanya sebuah anjuran. Karena yang terpenting adalah dapat membasahi kulit kepala dan rambut oleh air saat mandi janabah. Namun jika menghalangi air untuk sampai dan membasahi kulit kepala dan rambut, karena gelungan dan kepangan yang kuat, maka sebaiknya mengurainya saja.