BincangMuslimah.Com – Fisik perempuan memang tidak sekuat laki-laki, saya tahu itu dan saya akui. Tapi saya heran, kenapa justru perempuan yang dibebani untuk mengandung dan melahirkan. Padahal itu berkaitan dengan fisik? Emm, baiklah! Perempuan memang tidak memiliki fisik sekuat laki-laki tapi ia memiliki kecenderungan masochisme (mencintai diri sendiri) yang berdampingan dengan kecenderungan untuk berkorban demi kelanjutan keturunannya.
Itulah yang menjadikan perempuan mampu dan kuat mengatasi kesulitan dan kesakitan yang tidak pernah dirasakan laki-laki, seperti haid, mengandung, melahirkan, menyusui hingga membesarkan anak. Demikianlah yang diungkapkan oleh pakar Psikologi Mesir, Zakaria Ibrahim. (M. Quraish Shihab, Dia Dimana-mana, 2005)
Selain itu, menurut pakar kesehatan, Jalaluddin Rakhmat menyebutkan dalam The Road To Muhammad bahwa perempuan mempunyai tubuh lebih tahan terhadap penyakit dibanding laki-laki. Mungkin di dalam tubuh perempuan yang nampak lemah, tersimpan kekuatan fisik yang dahsyat. Barangkali itu juga salah satu alasan kenapa Allah memberikan tugas kelahiran pada perempuan.
Dan saya tidak tahu apakah wacana bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah itu hanya sekedar opini turun temurun atau memang ada penelitian kedokteran yang membuktikan hal tersebut. Tapi saya tidak menentang wacana tersebut, karena saya yakin pasti ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan terlebih dari segi fisik. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang disebabkan oleh faktor alamiah yang tercermin dalam anatomi biologi itu disebut dengan nature, sedangkan perbedaan keduanya yang disebabkan faktor budaya namanya adalah nurture.
Menurut Nasaruddin Umar dalam bukunya Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Quran, dalam al-Quran penyebutan keduanya pun dibedakan berdasarkan konteks atau siyaqul kalam (maksud dari kalam). Jika yang dimaksud adalah perempuan atau laki-laki dari segi biologisnya, maka al-Quran menyebut keduanya dengan kalimat al-dzakar dan al-untsa. Namun kalau dari segi sosial/jender, al-Quran menyebutnya dengan kalimat al-rijal dan al-nisa’.
Tapi saya hanya percaya adanya perbedaan itu dari segi fisiknya, tidak yang lain. Hehe.. karena sudah membuktikan sendiri betapa ngoyonya atau lemahnya fisik perempuan (saya sendiri). Maka tak ayal untuk pekerjaan-pekerjaan berat, kami selalu menyerahkannya pada laki-laki.
Tapi dari segi akal, kesetaraan dalam sosial, peran dalam membangun sebuah peradaban di masyarakat, tidak lagi ditentukan apakah dia perempuan atau laki-laki. Tapi siapa yang berusaha, maka akan mendapatkan status sosial yang tinggi, siapa yang belajar maka dia pintar, dan yang rajin belajar mengasah emosinya maka dia akan menjadi manusia yang beremosi baik. Dalam tataran tersebut perempuan dan laki-laki tentu memiliki kesempatan yang sama. []