BincangMuslimah.Com- Permasalahan ekonomi dalam pernikahan seringkali berdampak pada munculnya masalah-masalah dan kejahatan lain. Contohnya masalah kesehatan keluarga, terlilit hutang, penelantaran anak istri, hingga pertengkaran bahkan pembunuhan. Tidak sedikit kasus-kasus yang tercatat dan menelan korban jiwa atau luka berawal dari masalah ekonomi.
Perlu kita tahu bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) tidak hanya berhenti pada kekerasan fisik. Melainkan juga kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran. Semua tindakan berkaitan dengan ekonomi yang merugikan salah satu pihak dalam relasi pernikahan, berpotensi melanggar hukum. Nah
KDRT Ekonomi
Perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) diatur pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Di pasal 5 menyebutkan, bahwa ada empat jenis KDRT. Pertama, kekerasan fisik. kedua, kekerasan psikis, ketiga, kekerasan seksual, dan ke empat penelantaran. Adanya undang-undang ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Setidaknya, jika terjadi KDRT, ada payung hukum yang melindungi korban dan memproses tindakan pelaku.
Kekerasan fisik menyangkut pasa tindakan yang melukai pasangan seperti memukul dan menampar. Kekerasan psikis contohnya adalah mengancam. Bentuk kekerasan seksual seperti pemaksaan berhubungan seksual, dan penelantaran contohnya adalah tidak memberikan nafkah.
Penelantaran rumah tangga merupakan kejahatan yang banyak sekali terjadi dalam pernikahan; baik sepasang suami istri menyadari atau tidak. Selain tidak memberi nafkah, contoh lainnya adalah membiarkan anak tidak bersekolah, tidak memenuhi kebutuhan rumah tangga, hingga upaya manipulasi agar satu pihak merasa ketergantungan.
Memberikan nafkah adalah tanggung jawab suami untuk istri dan anaknya. Tuntunan ini sudah termaktub pada Qs. Ath-Thalaq ayat 7 :
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِۦۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُۥ فَلْيُنفِقْ مِمَّآ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُۚ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَاۚ سَيَجْعَلُ ٱللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.”
Penggelapan Dana dalam Pernikahan
Jika membahas kejahatan ekonomi dalam pernikahan, ada dua hal yang sangat penting diketahui oleh setiap pasangan. Pertama, Penelantaran, dan Kedua, Penggelapan dana dalam rumah tangga. Penelantaran termasuk bagian dari KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), sedangkan penggelapan dana tidak secara langsung dan tidak selalu berimbas pada penelantaran. Tetapi keduanya sama-sama menimbulkan masalah berkelanjutan dalam rumah tangga dan memiliki konsekuensi hukum.
Belakangan ini, sengketa penggelapan dana pada relasi rumah tangga seorang influencer cukup menyita perhatian publik. Banyak yang bertanya-tanya bagaimana keuangan yang dikelola dalam rumah tangga bisa berpotensi melanggar hukum. Beberapa kasus penggelapan dana juga terjadi sebelumnya di kalangan artis dan pengusaha.
Istilah penggelapan dana sangat mirip pemahamannya dengan korupsi. Keduanya sama-sama merugikan dan menguntungkan satu pihak tetapi dengan jalan yang tidak benar. Dalam Islam, jelas mengharamkan tindakan ini karena tergolong pada ghulul (khianat) atau ghashab (mengambil yang bukan hak miliknya).
Perbedaan mendasar istilah korupsi dengan penggelapan dana adalah bahwa korupsi untuk menyebut penggelapan dana yang merugikan publik, terutama menyebabkan kerugian negara. Sedangkan penggelapan dana merujuk pada istilah umum, termasuk pada relasi pernikahan dan kehidupan sehari-hari. Contoh penggelapan dana dalam rumah tangga adalah menjual aset pasangan tanpa izin, menyembunyikan harta untuk kepentingan pribadi, bahkan mencuri harta pasangan untuk kepentingan pribadi
Ketentuan Hukum Penggelapan Dana
Secara umum, korupsi diatur dalam Undang-Undang no. 31 Tahun 1999 dan perubahannya yaitu Undang-Undang np. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tetapi persoalan penggelapan dana pada relasi pernikahan memang lebih rumit, hal tersebut tidak termasuk bagian dari korupsi yang melanggar undang-undang ini.
Pasal 367 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) mengatur penggelapan dana dalam keluarga. Ada dua kategori yang perlu diketahui, yaitu, jika penggelapan dana tersebut terjadi pada pasangan yang sebelumnya memiliki perjanjian pisah harta, korban dapat mengajukan tuntutan pidana. Sebaliknya, jika tidak terjadi pisah harta sebelumnya maka tidak bisa melakukan tuntutan pidana kejahatan ini.
Seperti efek domino, dampaknya kejahatan ekonomi tidak hanya pada ancaman pidana, tetapi juga retaknya pernikahan yang sudah dibangun bertahun-tahun dengan susah payah. Bahkan meskipun jika akhirnya tidak dapat mempidanakan penggelapan dana, tetapi kejahatan ini menodai kepercayaan dalam pernikahan dan bisa berujung pada perceraian seperti beberapa kasus yang sudah-sudah.
Oleh sebab itu, manajemen keuangan keluarga harus benar-benar terbuka satu sama lain. Pernikahan bukan hanya perlu kesiapan finansial, melainkan juga amanah dalam mengelola finansial agar ekonomi keluarga tetap stabil, begitu pula keharmonisan pernikahan.
Rekomendasi

1 Comment