BincangMuslimah.Com- Iddah secara bahasa berarti hitungan. Merujuk pada kata ini, masa iddah adalah menghitung masa menunggu bagi perempuan setelah berpisah dengan suaminya baik karena bercerai atau suami meninggal dunia. Masa iddah sudah ada sejak zaman sebelum Islam, kemudian saat Islam datang dengan tetap mempertahankan ajaran tentang masa iddah. Aturan tentang masa iddah pada awalnya adalah sebagai penentu untuk memastikan adanya kehamilan atau tidak pada rahim perempuan.
Terdapat dua istilah yang mirip dan saling berkaitan, yaitu iddah dan ihdad. Masa iddah berlaku lebih umum, bagi wanita yang bercerai atau suaminya meninggal. Sedangkan alasan masa tunggu (iddah) bagi perempuan yang berpisah karena meninggal suaminya adalah ihdad, yang artinya sebagai bentuk masa berkabung.
Perempuan pada masa kini banyak yang memiliki
Jenis-Jenis Masa Iddah
Tuntunan tentang masa iddah sudah terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an. Dalil Al-Qur’an tersebut kemudian menjadi landasan pembagian jenis-jenis iddah bagi perempuan.
-
Iddah karena perceraian
Perempuan yang bercerai dengan kondisi dia masih mengalami siklus haid, masa iddahnya adalah tiga kali suci (quru’). Sedangkan perempuan yang sudah tidak mengalami siklus haid, masa iddahnya adalah selama 3 bulan atau 90 hari. Hal ini berdasarkan pada Qs. Al-Baqarah ayat 228
وَٱلْمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٍ ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِىٓ أَرْحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤْمِنَّ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ
” Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat.”
-
Iddah perempuan karena kematian suami
Perempuan yang suaminya meninggal memiliki masa iddah yang lebih lama, yaitu selama 4 bulan 10 hari, atau sekitar 130 hari. Hal ini berdasarkan pada Qs. Al-Baqarah ayat 234 :
وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَٰجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para istri itu) menangguhkan diri (iddah) empat bulan sepuluh hari.
-
Iddah perempuan saat sedang hamil
Sedangkan perempuan yang sedang hamil saat suaminya meninggal, masa iddahnya adalah hingga anak di kandungannya lahir. Hal ini rujuk pada Qs. At-Thalaq ayat 4 :
وَٱلَّٰٓـِٔى يَئِسْنَ مِنَ ٱلْمَحِيضِ مِن نِّسَآئِكُمْ إِنِ ٱرْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَٰثَةُ أَشْهُرٍ وَٱلَّٰٓـِٔى لَمْ يَحِضْنَ ۚ وَأُو۟لَٰتُ ٱلْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ
“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.”
-
Iddah perempuan khulu’
Khulu’ adalah perceraian yang diajukan oleh istri kepada suami. Berdasarkan pendapat jumhur ulama, masa iddah cerai khulu’ adalah 3 kali suci atau setara 90 hari, meskipun terdapat pendapat sebagian ulama yang mengatakan cukup 1 kali suci.
Tidak hanya aturan hukum Islam klasik, masa Iddah juga dibahas pada UU. No. 1 Tahun 1974 dituangkan dalam pasal 11, dan kemudian lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975.
Dilema Perempuan Pekerja saat Masa Iddah
Saat dalam masa iddah, perempuan memiliki batasan-batasan sebagaimana dalam ketentuan syariat Islam. Al-Baqarah ayat 235 menjelaskan tentang seorang perempuan tidak boleh untuk menikah dengan laki-laki ketika masa Iddah. Ulama fiqih mayoritas juga berpendapat serupa, seperti Sayyid Sabiq dan Al-Jaziri. Selain itu, tidak boleh juga menerima pinangan saat masa iddah.
Lebih jauh, ketentuan perempuan dalam masa berkabung (ihdad) dilarang memakai perhiasan, memakai wewangian, memakai pakaian yang berhias atau mencolok, memakai celak mata dan berdandan. Bahkan dalam madzhab syafi’i melarang perempuan keluar rumah secara mutlak. Larangan ini merujuk pada hadis Nabi :
“Kami melarang wanita yg melakukan ihdad karena kematian seseorang lebih dari tiga hari kecuali karena kematian suaminya yaitu empat bulan sepuluh hari. Dan kami melarangnya untuk bercelak, memakai minyak wangi, memakai pakaian berwarna warni.” [HR. Muslim]
Tetapi dalam kehidupan sosial, tidak semua perempuan berada dalam kondisi ekonomi yang cukup tanpa perlu turut andil dalam menghasilkan uang. Ada juga perempuan-perempuan yang sudah memiliki tanggung jawab profesi yang tidak bisa terlalu lama ditinggalkan. Hal ini kemudian menjadi dilema antara hukum Islam dan keseimbangan hidup perempuan saat masa iddah.
Dalam pandangan Imam As-Sya’rawi, perempuan boleh bekerja saat masa iddah dengan beberapa ketentuan. Di antaranya adalah mendapat izin dari wali, tidak berkhalwat dengan laki-laki, tidak berdandan berlebih, dan tidak tabarruj.
Jika suami meninggal, perempuan tentu menopang beban untuk mengurus keluarga kecilnya. Sebagian perempuan yang bercerai juga memiliki tanggung jawab atas diri sendiri dan keluarganya. Tanggung jawab ekonomi ini memiliki kadar berat yang berbeda-beda di setiap individu. Poin pentingnya adalah, jika keadaan mendesak untuk perempuan mempertahankan hidupnya dan keluarganya, maka kita dapat merujuk pada kaidah ushul fiqh yaitu dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalb al mashalih. Artinya “Menghindari kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil kemaslahatan”
Perempuan Masa Iddah Aktif Sosial Media, Bolehkah?
Aktivitas ekonomi tentu sangat penting dalam sebuah rumah tangga. Di zaman ini, banyak sekali perempuan-perempuan yang mampu bekerja tanpa keluar dari rumah. Kemunculan perempuan saat masa iddah di lingkungan pekerjaan daring memiliki syarat yang serupa dengan kebolehan perempuan bekerja dalam penjelasan sebelumnya.
Kemunculan perempuan saat masa iddah di sosial media, diqiyaskan dengan aturan keluar rumah. Terdapat pelarangan, tetapi juga terdapat syarat-syarat yang membolehkan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa boleh menggunakan sosial media asalkan tidak menampilkan kecantikan dan tabarruj.
Kebolehan perempuan bekerja keluar rumah maupun tanpa keluar rumah adalah atas dasar bentuk kedaruratan, begitu juga soal menampilkan diri di sosial media. Jika tidak terdapat kedaruratan, maka sebaiknya kembali kepada aturan asal masa iddah.
Bagaimanapun, adanya masa iddah dan ihdad adalah Islam menjaga marwah perempuan setelah berpisah dari pasangan. Memastikan tidak ada kehamilan, menjaga silaturrahmi dengan keluarga suami, dan memberi jeda untuk mempersiapkan mental serta emosional jika perempuan menghendaki untuk menikah lagi.
7 Comments