BincangMuslimah.Com- Seperti yang kita ketahui, bahwa Rasulullah telah melewati masa pertumbuhannya dengan banyak kesedihan dan cobaan yang menimpanya. Mulai dari wafatnya sang ayah saat Rosul masih dalam kandungan hingga kepergian ibunda tercinta.
Hal ini membuat Rasulullah harus menjalani hidup yang berbeda dengan teman-teman sebayanya yang selalu mendapatkan kasih sayang kedua orang tua. Namun hal ini tidak membuat Rosulullah terpuruk dan lemah. Bahkan setelah kedua orang tuanya meninggal Rosulullah tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang. Karena banyak sekali orang-orang di sekitarnya yang selalu menyayangi dan mendukungnya.
Berikut ini tiga sosok mulia yang sangat menyayangi Rasulullah, bahkan dengan suka rela ikut merawat Rasulullah.
Ummu Aiman
Salah satu dari tiga sosok mulia dalam hidup Rosul adalah Ummu Aiman, seorang budak wanita berkebangsaan Habasyah milik Abdullah. Memiliki nama lengkap Barokah binti Tsa’labah bin Amr, lebih dikenal dengan Ummu Aiman karena di ambil dari nama putra pertamanya yang bernama Aiman bin Ubaid.
Ummu Aiman merupakan seorang budak yang memang sudah dipersiapkan untuk melayani Aminah binti Wahab sejak mengandung Rosulullah. Semenjak Rosulullah lahir Ummu Aiman selalu berada di sisinya untuk mejaga Rosulullah.
Pada suatu hari Aminah binti Wahab membawa Muhammad kecil pergi ke Yatsrib, bersilaturrahmi dengan keluaga yang berada di sana. Ia mengunjungi Bani Najjar, yang merupakan rumpun keluarganya.
Dalam kesempatan ini, Ummu Aiman ikut serta menemani perjalanan Rasulullah dan Aminah. Namun sayang ketika perjalanan pulang, sesampainya di desa Abwa’ Aminah jatuh sakit dan ajal pun menjemputnya. Saat itu Rasulullah masih berusia enam tahun.
Dengan meninggalnya Aminah binti Wahab, Nabi Muhammad yang berada dalam pangkuan Ummu Aiman menjadi yatim piatu dan tinggal bersama Ummu Aiman. Kemudian, Rosul pulang ke Makkah menemui kakek dan paman-pamannya. Sejak saat itu, Ummu Aiman berperan sebagai ibu Nabi Muhammad SAW. Mengasuh dan membimbingnya sewaktu masih kecil hingga dewasa sampai dirinya dikenal sebagai ibunda kedua Rosulullah.
Setelah Nabi Muhammad tumbuh dewasa, dan menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, beliau memerdekakan Ummu Aiman. Kemudian beliau menikahkan dengan Ubaid bin Harits. Dalam pernikahannya dengan Ubaid, Ummu Aiman mendapat karunia seorang anak bernama Aiman. Setelah suaminya meninggal, Ummu Aiman kembali kepada Nabi Muhammad tinggal di Makkah, bersama Rasulullah.
Abdul Muthalib
Lima hari setelah kewafatan ibunda tercinta, Muhammad kecil di asuh oleh sang kakek, Abdul Muthalib. Namun, Ketika baru dua tahun Nabi Muhammad merasakan kasih sayang yang melimpah dari sang kakek, Nabi Muhammad harus kembali menikmati duka karena sang kakek menghembuskan nafas terakhirnya.
Usia Rosul baru 8 tahun, harus menerima pengalaman pahit begitu yang kerap menghampirinya. Lahir tanpa punya kesempatan melihat ayahanda, kemudian ibunya wafat tepat berada dalam pangkuan-Nya sepulang dari ziarah ke makam ayahanda.
Sebelum kakeknya meninggal, sang kakek berwasiat agar Nabi Muhammad di bawah asuhan pamannya, Abu Thalib. lalu pamannya, Abu Thalib lah yang mengasuh nabi.
Wafatnya ‘Abdul Muthallib membawa duka yang mendalam bagi seluruh penduduk Mekah. Kaum Quraisy merasa sangat terpukul dengan kepergian ‘Abdul Muthallib, pemimpin yang bijak dan sangat mereka segani. Bahkan, pasar-pasar yang ada di kota Mekah tutup dalam waktu beberapa hari dalam suasana berkabung tersebu. Karena banyaknya pelayat, akhirnya pemakaman mundur sempat selama 4 hari.
Abu Thalib dan Keluarganya.
Sepeninggal ‘Abdul Muthallib, Nabi Muhammad Saw. kini, Abu Thalib, paman Nabi yang mengasuhnya. Sesuai amanat orang tuanya, dengan begitu tulus, Abu Thalib juga sangat menyayangi Nabi.
Sejak saat itu, berbagai upaya beliau curahkan untuk membahagiakan keponakannya yang selalu didera kesedihan sejak masih dalam kandungan. Bahkan karena begitu sayangnya terhadap Nabi Muhammad, beliau tidak dapat memejamkan mata sebelum putra saudaranya itu berada di sisinya.
Ketika Nabi bergabung dalam keluarga Abu Thalib, kondisi perekonomian beliau kurang begitu menguntungkan. Meskipun sekali dua kali beliau mampu melakukan perdagangan keluar daerah, namun hasilnya hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Secara kasat mata kehadiran Nabi Muhammad SAW hanya akan menjadi kian berat beban Abu Thalib. Ternyata kenyataan berkata lain, kondisi keluarga Abu Thalib justru kian merangkak naik ke tahapan yang lebih nyaman.
Sebelum Nabi bergabung dalam keluarga tersebut, mereka makan tidak ada satu pun yang merasa cukup kenyang. Kini setelah putra ‘Abdullah itu hadir di tengah-tengah keluarganya, semua itu hampir tidak pernah terjadi. Mereka yakin semua ini karena keberkahan dari Nabi Muhammad Saw.
Karena itulah, seluruh keluarga Abu Thalib tidak pernah protes ketika beliau berkata, “Jangan ada yang makan sebelum Nabi Muhammad Saw. datang!” Begitu Nabi Muhammad Saw. datang, barulah mulai makan bersama.
Meskipun Nabi Muhammad Saw. mendapatkan perlakuan istimewa dari anak-anak dan istri pamannya, namun Beliau tetap santun, bahkan kesantunannya melebihi anak-anak Abu Thalib.
Nabi Muhammad tetap menjaga sikapnya yang lembut dan hal ini di kemudian hari diceritakan oleh Ummu Aiman. Wanita yang dulunya adalah budak dari ibunda Nabi Muhammad ini pernah berkata, “Putra Aminah itu tidak pernah melakukan kenakalan- kenakalan yang umumnya dilakukan teman-teman sebayanya.
Demikianlah kisah tiga sosok mulia dalam kehidupan Rasulullah.
2 Comments