BincangMuslimah.Com- Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) atau 16 Days of Activism Against Gender Violence berlangsung pada tanggal 25 November hingga 10 Desember 2024. Mengutip dari panduan yang dilansir Komnas Perempuan, mengusung tema “Lindungi Semua, Penuhi Hak Korban, Akhiri Kekerasan terhadap Perempuan”. Pemilihan tema ini sebagai seruan kuat untuk melindungi perempuan, memenuhi hak-hak korban, dan mengakhiri segala bentuk kekerasan berbasis gender.
Data Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan
Kampanye 16 hari melawan kekerasan terhadap perempuan sejatinya telah ada pada tahun 1991. Ketika itu, para aktivis meluncurkan kampanye tersebut pada peresmian Women’s Global Leadership Academy, di mana kemudian acara ini juga mendapat dukungan dari PBB. Sementara keterlibatan Komnas Perempuan dalam kampanye 16 HAKTP telah dimulai sejak tahun 2001.
Kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena yang menjadi momok terbesar dan menjadi isu laten dalam masyarakat. Bagaimana tidak, kasus kekerasan terhadap perempuan kian meningkat setiap tahunnya. Dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2023, mencatat 98% dari 289 ribu laporan kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi dalam hubungan personal seperti pernikahan, pacaran, hingga hubungan dengan mantan pasangan.
Perhatian dan pemahaman terkait isu kekerasan terhadap perempuan menjadi satu hal wajib karena masih terus berkem stigma dan budaya dalam masyarakat seperti budaya victim blaming (menyalahkan korban). Padahal perempuan korban kasus kekerasan merupakan pihak yang sangat rentan dan membutuhkan pertolongan sesegera mungkin. Namun karena tindakan tersebut, malah memperparah mental korban dan mereka cenderung takut untuk speak up mencari bentuk keadilan atau dukungan.
Islam Tidak Membenarkan Victim Blaming
Seperti misalnya di kalangan umat Muslim, jika kita perhatikan ketika ada sebuah kasus kekerasan seksual. Banyak di antara orang yang merespon pasti ada yang akan mengkaitkannya dengan pakaian korban. Selain itu, jika kasusnya berhubungan dengan KDRT maka tidak sedikit yang menuding korban tidak benar-benar menjalankan tugasnya, sebagai seorang istri yang harus taat suami.
Bahkan kemudian, tindakan menyalahkan korban atas tragedi yang mereka alami itu merembet dengan menyinggung ayat-ayat al-Quran dan hadis Rasulullah. Sehingga kemudian orang-orang memahami bahwa agama Islam mendukung dan membenarkan tindakan victim blaming.
Padahal sejatinya ajaran Islam tidak sama sekali membenarkan tindakan menyalahkan korban, dalam konteks ini perempuan korban kekerasan. Rasulullah sendiri telah meneladankan agar setiap umat Islam segera memberikan perlindungan bagi perempuan yang menjadi korban kekerasan, baik KDRT, pelecehan seksual, atau kekerasan berbasis gender lainnya.
Habib Ali al-Jufri, pendakwah asal Jeddah juga pernah menegaskan, “Ketika kamu mengetahui ada orang yang melakukan kekerasan pada perempuan dan kamu menyetujui bahwa tindakan tersebut adalah karena perempuan sebagai korban yang menyulut terjadinya perbuatan tercela tersebut, maka kamu sama saja dengan si-pelaku sebab membenarkannya.”
Karena itu, dalam peringatan 16 HAKTP pentingnya dukungan dari masyarakat, khususnya untuk mengurangi stigma sosial yang seringkali menekan korban. Sehingga mereka tidak merasa terisolasi atau menyerah untuk melapor. Kita mengajak untuk tidak bersikap apatis dan aktif berpartisipasi dalam menghentikan kekerasan berbasis gender. Sepeti dengan melaporkan kasus kekerasan, mendukung korban, dan mendidik diri serta komunitas mengenai pentingnya kesetaraan gender dan pencegahan kekerasan.[]