Ikuti Kami

Kajian

Tradisi Sunat Perempuan: Kekerasan atau Kemuliaan?

Tradisi Sunat Perempuan
Tradisi Sunat Perempuan: Kekerasan atau Kemuliaan?

BincangMuslimah.Com – Problematika tradisi khitan atau sunat perempuan bukan lagi fenomena baru di Indonesia maupun dunia. Dari ulama hingga ilmuwan dunia turut mengkaji hukum hingga dampak dari proses pemotongan area genitalia perempuan ini. 

Di Indonesia sendiri, tradisi ini masih terus berkembang di beberapa penjuru daerah. Disebutkan oleh Komnas Perempuan terkait beberapa istilah tradisi sunat perempuan yang masih eksis sesuai dengan daerahnya. Di antaranya tradisi Makkatte di Bugis, Tetesan di Yogyakarta, Mongubingo di Gorontalo, Rasulan di Cirebon, Sambas di Kalimantan Barat dan lainnya.

Lalu bagaimana praktik khitan perempuan dari segi kesehatan, kebudayaan hingga keagamaan? Apakah hal ini menjadi bentuk kekerasan ataukah kemuliaan bagi perempuan?

Apa Kata Ilmuwan

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), khitan perempuan pada umumnya terbagi atas empat tipe: Pertama, memotong seluruh bagian klitoris. Kedua, memotong sebagian klitoris. Ketiga, menjahit atau menyempitkan mulut vagina (infibulasi). Keempat, menindik dan menggores jaringan sekitar lubang vagina, atau memasukkan sesuatu ke dalam vagina agar terjadi perdarahan dengan tujuan memperkencang atau mempersempit vagina.

Data dari UNICEF tahun 2021 mendeskripsikan lebih dari 200 juta perempuan termasuk anak-anak telah menjalani praktik Female Genital Mutilation (FGM) atau sunat perempuan di 30 negara di Afrika dan Timur tengah. Indonesia sendiri ternyata berada di peringkat ke-3 jumlah kasus FGM terbesar di bawah Mesir dan Etiopia. 

UNICEF merupakan lembaga yang menentang praktik FGM karena termasuk pelanggaran terhadap hak anak dan perempuan menurut website Yayasan kesehatan Perempuan. Sementara PBB dan WHO berpendapat bahwa khitan perempuan mencerminkan ketimpangan gender yang mengakar, sekaligus bentuk ekstrem diskriminasi terhadap perempuan dan anak-anak perempuan.

Mengutip dari halodoc.com, praktik sunat perempuan untuk alasan kesehatan tidak dianjurkan. Hal ini akan menimbulkan dampak jangka pendek maupun panjang. Dari menimbulkan infeksi, kesehatan mental, hingga kematian.

Baca Juga:  Sunat Perempuan dalam Perspektif Islam

Perbedaan Pendapat Ulama

Hakikatnya, Islam sendiri tidak menyebutkan secara eksplisit pada kedua sumber (Alquran dan Hadis) terkait keharusan khitan bagi kaum perempuan. Perintah ini hanya disebutkan untuk kaum laki-laki sebagaimana yang tersirat pada ibrah yang diteladankan oleh Nabi Ibrahim a.s. 

Salah satu redaksi hadis yang menjadi perbincangan di kalangan ulama: 

عن أبي هريرة رضي الله عنه: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “الختان سنة للرجال مكرمة للنساء”رواه أحمد والبيهقي

Artinya: Dari Abu Hurairah Ra. Bahwa Rasulullah saw bersabda: “Khitan adalah sunnah bagi laki-laki dan sesuatu yang mulia bagi perempuan.” (H.R. Ahmad)

Namun, Muhammad Syaukani menyebutkan dalam kitabnya Nayl al-Awthar (Juz 1, hlm 139) bahwa hadis ini dihukumi dha’if (lemah) dan munqathi’ (terputus) karena terdapat satu perawi yang mudallas atau sering keliru dalam periwayatan hadis. Dalam hal ini bernama Al-Hajjaj bin Arthah.

Dalam hal ini, madzhab Syafi’i sendiri memiliki dua pendapat terkait khitan perempuan yang dikemukakan Ibnu hajar al-Asqalani dalam kitab Fath al-Bari. Pertama, sunat  wajib bagi laki-laki dan seluruh perempuan. Kedua, hukumnya wajib hanya untuk perempuan yang ujung klitorisnya menonjol, seperti perempuan-perempuan daerah timur.

Wahbah Zuhaili mendeskripsikan pendapat madzhab Hanbali, Hanafi, dan Maliki yang menghukumi khitan perempuan sebagai makramah (kemuliaan) dan disunnahkan tidak berlebihan, agar tidak terpotong bibir vaginanya dan tetap merasakan kenikmatan ketika hubungan seksual.

K.H. Husein Muhammad dalam buku Fiqh Perempuan mengisyaratkan kemungkinan dari perbedaan pendapat ulama karena adanya intervensi tradisi dan budaya terdahulu. Hal ini memengaruhi kebijakan pengambilan ijtihad ulama dalam menerima dan memahami teks-teks agama.

Hal ini juga dikarenakan pada zaman Nabi Muhammad saw keadaan kaum perempuan masih banyak dianggap sebagai makhluk subordinasi dan lemah. Di mana permpuan harus terjaga kesuciannya terutama agar tidak mudah terangsang dan tergoda sebelum menikah. Kemudian tradisi ini mengakar dalam masyarakat Yahudi, Arab, dan masyarakat pra-Islam.

Baca Juga:  Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan Sebelum Melakukan Nazar

Merujuk pula pada hasil Musyawarah Keagamaan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II yang telah bersepakat bahwa khitan perempuan atau Pemotongan dan Perlukaan Genitalia Perempuan (P2GP) tanpa alasan medis hukumnya haram. Dampak buruk jangka pendek bahkan panjang menjadi landasan hasil musyawarah ini. Di antaranya menimbulkan nyeri bahkan pendarahan hebat, trauma fisik maupun psikis.

Dar Ifta’ Mesir dalam websitenya dar.alifta.org beberapa kali merilis fatwa terkait hukum khitan perempuan dalam perspektif syariat Islam. Salah satunya fatwa tahun 2021 no. 5832 oleh Mufti Syauqi Ibrahim Alam yang menyatakan larangan pada tindakan praktik khitan perempuan dengan tujuan pencegahan kemudharatan. Beliau juga menyebutkan bahwa dalam Islam selain terdapat syariat yang statis terdapat pula syariat yang dinamis, di mana dapat berubah seiring dengan perkembangan zaman dan kondisi masyarakat.

Kalian bisa kolaborasi buat bantu Bincangmuslimah.com terus menyajikan artikel-artikel yang bermanfaat dengan berbelanja minimal 150.000 di Allofresh. Dapatkan rangkaian cashback dengan download aplikasinya di sini dan masukan kode AFBM12 saat berbelanja

Rekomendasi

Menggali Hikmah Kelahiran, Kemuliaan, dan Syafaat Rasulullah

Sunat Perempuan di antara Medis, Adat hingga Syariat

Sunat Perempuan Dihapus Pemerintah Sunat Perempuan Dihapus Pemerintah

Tok! Pemerintah Resmi Hapus Praktik Sunat Perempuan

kekerasan berbasis gender kekerasan berbasis gender

Kekerasan Berbasis Gender Meningkat; Masyarakat Harus Tingkatkan Kepedulian

Ditulis oleh

Mahasiwi Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Mahasantriwati Pesantren Luhur Sabilussalam.

Komentari

Komentari

Terbaru

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif

Berita

Apakah Komentar Seksis Termasuk Pelecehan Seksual?

Diari

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Muslimah Talk

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Mapan Dulu, Baru Nikah! Mapan Dulu, Baru Nikah!

Mapan Dulu, Baru Nikah!

Keluarga

Melatih Kemandirian Anak Melatih Kemandirian Anak

Parenting Islami ; Bagaimana Cara Mendidik Anak Untuk Perempuan Karir?

Keluarga

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

keadaan dibolehkan memandang perempuan keadaan dibolehkan memandang perempuan

Adab Perempuan Ketika Berbicara dengan Laki-Laki

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak

Hukum Orangtua Menyakiti Hati Anak

Keluarga

ayat landasan mendiskriminasi perempuan ayat landasan mendiskriminasi perempuan

Manfaat Membaca Surat Al-Waqiah Setiap Hari

Ibadah

Connect