BincangMuslimah – Berikut ini penjelasan terkait feminisme Al-Qur’an, tafsir an- Nahal 97; lelaki dan perempuan di mata Allah. Penjelasan ini terbilang penting. Pasalnya, isu tentang feminisme, emansipasi dan kesetaraan gender sejak dahulu menjadi pembicaraan yang hangat, terutama di kalangan pejuangnya.
Isu tersebut kian menguat belakangan dengan di latar belakangi oleh banyak hal seperti diskriminasi, intimidasi, perlakuan tidak adil terhadap perempuan yang semuanya bermuara pada patriarkisme laki-laki yang dinilai tak sesuai dengan peri kemanusiaan serta ajaran agama.
Lantas, bagaimanakah agama Islam terkhusus al-Qur’an yang merupakan pedoman utama merespon isu kesetaraan gender yang ada. Bagaimana laki-laki dan perempuan di mata Allah dan apakah ada ayat al-Qur’an yang dapat dijadikan legitimasi kesetaraan gender?.
Allah Ta’ala berfirman dalam surat An-Nahl 97 sebagai berikut:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَوةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.
Pada ayat tersebut Allah menegaskan kesetaraan di antara laki-laki dan perempuan dengan menjelaskan bahwa baik laki-laki ataupun perempuan sama di mata Allah. Allah berjanji akan menempatkan mereka yang melakukan kebaikan dengan syarat “beriman” pada tempat yang layak bagi mereka, tidak peduli laki-laki maupun perempuan.
Feminisme Al-Qur’an; Tafsir An-Nahl 97
Hal tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya “Tafsir al-Qur’an al-Adzim” Juz IV hal 601 dalam menafsiri ayat tersebut, berikut:
هذا وعد من الله تعالى لمن عمل صالحا وهو العمل المتابع لكتاب الله تعالى وسنة نبيه, من ذكر أو أنثى من بني أدم, وقلبه مؤمن بالله ورسوله, وأن هذا العمل المأمور مشروع من عند الله بأن يحييه الله حياة طيبة فى الدنيا وأن يجزيه بأحسن ما عمله فى الدار الأخرة.
“Ini merupakan janji dari Allah Ta’ala bagi orang yang melakukan amal shalih yaitu amal yang mengikuti kitab Allah dan sunnah nabi-Nya, baik dari laki-laki maupun perempuan dari keturunan Adam.
Sedang hatinya beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Dan amal yang dikerjakan merupakan perintah dari sisi Allah. Allah akan memberikannya kehidupan yang baik di dunia dan membalasnya dengan sebaik-baik amal yang ia lakukan di akhirat kelak”.
Dari apa yang dijelaskan oleh Ibnu Katsir tersebut dapat dipahami bahwa Allah tidak tebang pilih terhadap hamba-Nya melainkan memperlakukan mereka setara. Hal tersebut juga menjadi konsen Nabi dalam menegakkan dan memperjuangkan kemaslahatan. Sejak dahulu, Nabi Muhammad Saw sebagai pembawa risalah terakhir dari Tuhan telah berjuang dalam segala lini. Termasuk salah satunya ialah memperjuangkan hak-hak kaum hawa.
Memang jika dilihat dari berbagai lini seperti fisik, kekuatan dan beberapa hal lainnya, laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang mencolok. Namun, hal tersebut tidak dapat dijadikan legitimasi perbedaan derajat di antara keduanya.
Dalam hal ini, Syekh Mutawalli al-Sya’rawi dalam kitab Tafsirnya menafsiri an-Nahl ayat 97 tersebut dengan demikian:
الحق تبارك وتعالى يعطينا قضية عامة, هي قضية المساواة بين الرجل والمرأة, فالعهود كانت عادة تقع بين الرجال, وليس للمرأة تدخل فى إعطاء العهود, حتى إنها لما دخلت فى عهد مع النبي صم يوم بيعة العقبة جعل واحدا من الصحابة يبايع النساء نيابة عنه. إذن فالمرأة بعيدة عن هذا المعترك نظرا لأن هذا من خصائص الرجال عادة, أراد سبحانه وتعالى أن يقول لنا: نحن لا نمنع أن يكون للأنثى عمل صالح. ولا تظن أن المسألة منسجة على الرجال دون النساء, فالعمل الصالح مقبول من الذكر والأنثى على حد سواء, شريطة أن يتوفر له الإيمان.
“Allah Swt memberikan kepada kita ketentuan umum, yaitu kesetaraan di antara laki-laki dan perempuan. Banyak perjanjian secara adat jatuh pada laki-laki dan perempuan tidak memiliki bagian di dalamnya. Sehingga sampai pada masa bersama Nabi Saw pada hari baiat Aqabah, Nabi menjadikan salah satu sahabat membaiat para sahabat perempuan menggantikannya.
Maka dari itu, perempuan dijauhkan dari medan tersebut karena melihat hal tersebut merupakan kekhususan bagi laki-laki. Namun, Allah menghendaki berkata kepada kita: “Kami tidak melarang perempuan untuk melakukan kebajikan”.
Maka jangan engkau menyangka bahwa persoalan (beramal) tersebut hanya untuk laki-laki saja dengan meninggalkan perempuan. Amal shalih diterima baik dari laki-laki maupun perempuan dalam kadar yang setara, dengan syarat keduanya harus beriman”.
Isu kesetaraan gender sejak dahulu memang merupakan hal yang hangat untuk dibahas. Apalagi di era informasi yang mudah diakses seperti sekarang, dengan banyaknya kasus-kasus diskriminasi yang melibatkan perempuan sebagai korban patriarkisme terlebih jika agama dijadikan legitimasi di dalamnya.
Islam sangat menentang hal tersebut serta diskriminasi-diskriminasi lainnya. Karena pada hakikatnya laki-laki dan perempuan sama dan setara di mata Allah. Tidak ada perbedaan di antara keduanya kecuali diukur dari seberapa takwa mereka kepada Allah Ta’ala.
Demikian penjelasan terkait feminisme Al-Qur’an, tafsir an- Nahal 97; lelaki dan perempuan di mata Allah. Wallahu a’lam.
*tulisan ini pernah diterbitkan di Bincangsyariah.com
1 Comment