BincangMuslimah. Com – Fanatisme adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu keyakinan atau pandangan tentang hal yang positif atau negatif, pandangan mana yang tidak memiliki suatu teori, dan dianut secara mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah. Fanatisme juga merujuk pada suatu pegangan atau pendirian (biasanya berkaitan dengan keagamaan). Kata fanatisme berasal dari dua kata yaitu fanatik dan isme. “Fanatik” sebenarnya berasal dari Bahasa latin fanaticus, dalam Bahasa inggris diartikan sebagai frantic dan frenzied. Artinya adalah gila-gilaan, kalut, mabuk atau hingar bingar.
Dari asal kata ini, tampaknya kata fanatik dapat diartikan sebagai sikap seseorang yang melakukan atau mencintai sesuatu secara serius dan sungguh-sungguh. Sedangkan “isme” dapat diartikan sebagai suatu bentuk keyakinan atau kepercayaan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa fanatisme adalah suatu keyakinan atau kepercayaan yang terlalu kuat terhadap suatu ajaran baik itu politik, dan agama.
Fanatisme ini berawal dari cinta diri atau kekaguman diri yang berlebihan, kemudian membanggakan kelebihan yang ada pada dirinya dan kelompoknya. Selanjutnya pada tingkatan tertentu dapat berkembang pada tingkatan tidak suka. Perasaan tidak suka ini kemudian dapat berkembang kepada orang lain atau kelompok lain yang berbeda dengan dirinya.
Sebenarnya, fanatisme yang melekat pada diri seseorang tidak terjadi begitu saja. Ada beberapa sebab dan alasan seseorang menjadi fanatik, yaitu:
Pertama, kebodohan. Kebodohan yang membabi buta dengan tanpa pengetahuan yang cukup sudah mengikuti suatu pilihan dan hanya mengandalkan keyakinannya saja.
Kedua, cinta golongan atau kelompok yang berlebihan dan mengutamakan sesuatu atau kelompok daripada dirinya.
Ketiga, ada figur atau sosok yang kharismatik. Seseorang yang berperilaku fanatik dikarenakan ada sosok yang dikagumi dan dibesar-besarkan atau mempunyai kekaguman yang dilebih-lebihkan.
Pendapat lain mengungkapkan, bahwa akar timbulnya fanatisme terhadap golongan atau agama tertentu dilatar belakangi oleh tiga hal seperti yang dijelaskan oleh Reza A.A Wattimena di antaranya:
Pandangan Sosiologi
Pada level sosiologis, kita bisa mengatur faktor-faktor internal di dalam proses globalisasi dan pengaruh sosial yang membuat orang menjadi fanatik. Di era globalisasi ini, ada satu paradoks yang tertanam begitu dalam pada benih-benih bangsa dunia, yakni paradoks mengglobal dan melokal. Disebut paradoks karena ada dua kejadian yang kontras berbeda, namun terjadi bebarengan.
Justru di tengah dunia yang semakin terhubung oleh kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi, orang semakin takut untuk bersikap terbuka, dan malah menutup dirinya di hadapan perbedaan. Dalam arti ini, kita bisa mengatakan, bahwa pengaruh sosial amat kuat mendorong orang untuk menjadi fanatik. Keberagamaan itu mengancam kenyamanan identitas, sehingga orang karena terpengaruh lingkungan sosialnya, justru menolak keberagamaan, dan semakin keras dan ekstrim dengan identitas yang dianutnya. Fanatisme tidak ada begitu saja, melainkan dipelajari dari proses-proses sosial yang terjadi di masyarakat, seperti melalui pola asuh orang tua, dan kebencian kelompok yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Pandangan Epistemologi
Proses-proses epistemologi dapat menjelaskan lebih dalam, sehingga mendorong seseorang untuk menjadi fanatik. Berawal oleh ketidakadilan global, dendam, dan trauma yang terjadi, orang lalu membangun kelompok-kelompok untuk melawan. Didalam proses membangun kelompok tersebut, mereka menggunakan kesamaan identitas untuk mengikat serta mengumpulkan orang. Dalam arti fanatisme menjadi simbol untuk melakukan perlawanan politik terhadap ketidakadilan global yang terjadi. Pengaburan cara pandang, sehingga kini diwarnai dendam, prasangka dan trauma, adalah pilar epistemologis yang mendorong orang untuk menjadi fanatik.
Pandangan Psikologis
Fanatisme, dalam arti ini adalah salah satu cara untuk mempertahankan diri dan keterasingan serta kesepian jiwa. Orang belajar, bahwa mengikut erat dirinya secara ekstrim terhadap satu pandangan atau kelompok tertentu bisa membawa keselamatan dan ketenangan bagi jiwanya. Pola dasar manusiawinya lalu bekerja, dan menggunakan pola ini, yakni sikap fanatik, sebagai sesuatu yang normal, dan bahkan harus dilakukan demi mempertahankan diri.
Fanatisme adalah gejala manusiawi. Memahami dan membongkarnya pun perlu menyadari aspek-aspek manusiawi, Seperti lingkungan sosial, cara pandang, serta perilaku dasar manusia. Di dunia yang semakin terhubung dan terbuka ini, jalan pintas untuk menjadi fanatik justru lebih muda dan murah. Kita harus berjaga dan waspada selalu.
Jika sudah mengetahui beberapa alasan yang membuat seseorang menjadi fanatik, alangkah baiknya kita perlu membentengi diri dan secara sadar menghindari sikap tersebut.