BincangMuslimah.Com – Kasus pelecehan seksual kembali bikin gempar dunia. Pelakunya seorang pemuka agama yang terhormat. Penerima Nobel Perdamaian pula. Tokoh Kemerdekaan, dengan mentereng prestasi. Mantan Uskup Agung Dili, Carlos Filipe Ximenes Belo dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, ia juga dikenal dengan Uskup Belo. Pada tahun 1996 silam, bersama José Ramos-Horta pada 1996 (Presiden Timor Leste) keduanya pernah mendapat Hadiah Nobel Perdamaian.
Tuduhan pelaku pelecehan seksual, pertama kali dimuat dalam surat kabar Belanda De Groene Amsterdammer. Artikel tersebut berjudul ‘What I want is apologies‘ yang ditayangkan pada 28 September lalu. Dalam pemberitaan tersebut, tercatat kesaksian dari para korban yang pernah mengalami kekerasan dan pelecehan yang dilakukan oleh Uskup Belo. Bahkan puluhan orang yang mengklaim bahwa mereka tahu tentang kasus pelecehan tersebut, dan mengaku secara personal mengenal para korban.
Dalam pemberitaan Belanda De Groene Amsterdammer, salah satu korban pelecehan seksual Uskup Belo adalah Paulo (nama samaran). Ia menceritakan terkait kasus kekerasan seksual yang dialaminya ketika masih berusia 15 tahun. Kendati sudah berusia 42 tahun sekarang, tetapi ia mengingat betul kejadian nahas yang menimpanya ketika masih remaja dulu.
Dalam cerita Paulo, selepas Misa, di hari Minggu, Uskup Agung Belo mengajaknya ke kediamannya setelah misa. Sebagai seorang remaja yang polos, dan berbaik sangka, Paulo datang ke rumah Uskup yang berada di pesisir Dili. Nahas, ternyata di sanalah kejadian kelam itu terjadi. Kejadian yang tak akan ia lupakan seumur hidup.
Pelecehan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh pemuka agama bukan hal yang baru. Kasus ini sudah lama terulang. Pada 2015, sebuah film berjudul Spotlight tayang di Amerika Serikat. Film ini menceritakan tentang Tim Spotlight, sebuah tim investigasi di Boston Globe, sebuah koran di Boston, Amerika Serikat.
Pada tahun 2001, Spotlight melakukan liputan khusus terkait kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh pemuka agama Boston, dalam hal ini pelakunya adalah pastor Katolik. Korban pelecehan seksualnya adalah anak-anak. Laporan itu pertama kali dipublikasikan pada Januari 2002, dan berjalan terus, hingga korbannya mencapai ratusan anak.
Yang menarik, setelah laporan awal 2002 terbit, ternyata korban kekerasan seksual oleh pemuka agama gereja sangat banyak, tak hanya di Boston, dari luar negeri pun menelepon menceritakan pengalaman buruk mereka dilecehkan. Tak tanggung-tanggung pada 2002, koran Boston Globe memuat sekitar 600 cerita yang dipublikasikan, yang menjelaskan kisah para korban awal mula dilecehkan Pastor Katolik.
Pelecehan seksual terhadap anak juga terjadi di Prancis. Pelakunya tak lain adalah pendeta Gereja Katolik. Sebagaimana dikutip dari Tempo.co, sebanyak 200 ribu anak-anak di Prancis telah menjadi korban pelecehan seksual. Pelecehan itu sudah lama terjadi, sejak 1950-an, pelakunya dalam hal ini adalah pendeta dari Gereja Katolik. Kepala komisi yang menyusun laporan tersebut, Jean-Marc Sauve mengatakan sebagian besar korban adalah anak laki-laki berusia antara 10 dan 13 tahun.
Sementara itu, dalam laporan BBC, ribuan korban kekerasan dan pelecehan seksual juga terjadi di Jerman. Dalam sebuah kajian yang ditugaskan Gereja Katolik di Jerman menyebutkan sejumlah pastor melecehkan ribuan anak selama 70 tahun. Bahkan lebih dari 3.600 anak di Jerman dilecehkan secara seksual oleh sejumlah pastor Katolik Roma antara 1946 hingga 2014. Berdasarkan laporan tersebut, sebanyak 1.670 pemuka gereja Katolik di Jerman telah melakukan berbagai jenis serangan seksual terhadap 3.677 anak.
Di Indonesia pun tak jauh beda. Ratusan anak telah menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh pemuka agama. Terbaru kasus rudapaksa dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Moh. Subchi Azal Tsani alias Mas Bechi pada para santrinya. Dalam laporan Women Crisis Center Jombang, kasus pelecehan yang dilakukan oleh pemuka agama Jombang ini sudah terjadi sejak 2012. Sayangnya, korban tidak berani melapor pada pihak yang berwajib karena dilarang oleh orang tuanya.
Di Jawa Barat, predator seksual juga dari pemuka agama, berjubah ajengan, Herry Wirawan. Pelaku ini memperkosa 13 santriwatinya. Dalam persidangan terdakwa kasus pemerkosaan dituntut untuk dihukum mati oleh jaksa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat. Tindakan asusila yang dilakukan Herry merupakan kejahatan luar biasa, yang ganjaran hukuman mati. Pasalnya, para korban kejahatan seksual Herry yang notabenenya adalah anak-anak, mengalami kehamilan. Ini merupakan kejahatan serius.
Islam Mengutuk Kekerasan Seksual
Dalam Islam kekerasan seksual termasuk tindakan biadab. Pelecehan seksual masuk dalam dosa besar. Pelakunya layak mendapatkan hukuman yang berat. Syekh Syauqi Alam dari dar Ifta Mesir menyebutkan bahwa perbuatan pelecehan seksual terhadap perempuan, anak-anak, dan pada siapapun termasuk perbuatan keji dan biadab. Tindakan tersebut lebih buruk dari tindakan binatang.
فَالتَّحَرُّشُ الْجِنْسِيُّ بِالمَرْأَةِ مِنَ الْكَبَائِرِ، وَمِنْ أَشْنَعِ الأَفْعَالِ وَأَقْبَحِهَا فِي نَظْرِ الشَّرْعِ الشَّرِيْفِ، وَلَا يَصْدَرُ هَذَا الْفِعْلُ إِلَّا عَنْ ذَوِي النُّفُوْسِ المَرِيْضَةِ وَالأَهْوَاءِ الدَّنِيْئَةِ الَّتِي تَتَوجَّهُ هِمَّتُهَا إِلَى التَّلَطُّخِ وَالتَّدَنُّسِ بِأوْحَالِ الشَّهَوَاتِ بِطَرِيقةٍ بَهِيْمِيَّةٍ وَبِلَا ضَابطٍ عَقْليٍّ أو إنْسَانِيّ
Artinya: Kekerasan seksual terhadap perempuan termasuk dosa besar, dan tindakan yang paling keji dan buruk dalam pandangan syariat. Kekerasan seksual hanya lahir dari jiwa-jiwa yang sakit dan birahi-birahi rendahan sehingga keinginannya hanya menghamburkan syahwat dengan cara binatang, di luar nalar logis dan nalar kemanusiaan.
Pada sisi lain, para ulama mengatakan pelecehan seksual, termasuk tindakan rudapaksa termasuk dalam zina majazi. Dalam Islam, pelaku kekerasan seksual mendapatkan sanksi. Menurut Madzhab Syafi’i, laki-laki yang menjadi pelaku pemerkosaan maka dia wajib memberikan mahar (mitsil) atas apa yang diperbuatnya. Pun laki-laki tersebut, wajib dikenakan had (hukuman). Penjelasan sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah, Juz 5 halaman 87.
إذا استكره الرجل المرأة على الزّنا، أقيم عليه الحد، ولايقام عليها، لأنّها مستكرهة، ولها مهر مثلها، ويثبت النسب منه إذا حملت المرأة وعليها العدة
Artinya: Apabila seorang laki-laki memaksa perempuan untuk berzina, maka ia dijatuhkan had. Dan ia (perempuan) tidak dijatuhkan had karena ia dipaksa. Perempuan yang jadi korban pun mendapatkan mahar mitsil. Adapun masalah nasabnya ditetapkan kepada laki-laki tersebut jika perempuan itu hamil, dan masa iddah juga berlaku baginya.
1 Comment