BincangMuslimah.Com – Ketika hati berduka, kata la tahzan sering mampir dan datang dalam pikiran. Dua suku kata itu berasal dari bahasa Arab yang berarti jangan bersedih. Dahulu la tahzan cukup populer, karena hadir sebagai judul buku yang lumayan ramai dikenal.
Mungkin masih teringat di dalam ingatan seorang penulis sekaligus aktivis muslim bernama Aidh al-Qarni asal Arab Saudi. Ia menulis buku motivasi berjudul La Tahzan. Buku tersebut memang laris luar biasa di pasaran.
Namun yang menjadi perhatian adalah isi dari buku tersebut mengajak siapa pun yang merasa gelisah, sedih dan cemas untuk menjalani hidup dengan riang gembira. Bisa dibilang jika kata ini merupakan kata penghiburan bagi mereka yang tengah berduka.
Bukan hanya di dalam judul buku, kata ini juga tercantum di dalam Al-Quran. Di mana Allah selalu bersama kita di dalam situasi apa pun. Baik itu sedih, kecewa, terluka, gelisah, khawatir dan sebagainya.
Kata ini tercantum di dalam Q.S At-Taubah ayat 40, yaitu la tahzan, innallaha Ma’ana yang memiliki arti ‘jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita’. Pada dasarnya rasa sedih memang tidak dapat dihindari oleh satu manusia pun.
Banyak hal yang terjadi di sekitar kita. Misalnya saja, ada beberapa rencana yang telah dibuat. Belum lagi persiapan yang telah dibuat secara matang. Tanpa diduga, rencana tersebut bisa saja berubah mendadak atau bahkan batal.
Kesedihan juga datang pada mereka yang menaruh harapan besar pada sesuatu atau seseorang. Ketika teramat bergantung dan percaya, tiba-tiba satu kali harus mendapat kekecewaan dan membuat hati begitu patah.
Belum lagi masalah di sekolah, kampus, tempat bekerja atau lingkungan tempat tinggal. Berbagai tekanan terkadang muncul di sekitar kita dan tidak dibiarkan mengurai. Mengendap di dalam hati tanpa tahu cara penyelesaiannya.
Hal ini pulalah yang dapat memengaruhi emosi sehingga menjadi gelisah, tidak tenang dan khawatir. Selain itu masih ada lagi yang memengaruhi hati untuk selalu cemas. Menerka bagaimana nasib masa depan. Cemas menjadi manusia yang gagal dan tidak berarti. Dan masih banyak lagi.
Situasi ini diperparah saat berselancar di media sosial. Beberapa kawan atau kenalan yang telah melakukan beberapa pencapaian. Dan tanpa sadar, mulai membandingkan diri sendiri. Merasa belum melakukan banyak hal yang berguna dan membanggakan.
Beberapa hal di atas wajar dan mungkin pernah dialami oleh sebagian besar orang. Ada berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk meredakan rasa sedih. Salah satunya adalah tidak menghakimi kesedihan yang saat ini terjadi.
Merasa sedih bukan sesuatu yang salah dan perlu dihakimi. Cukup terima saja dan afirmasi jika diri memang sedang bersedih. Terus menolak dan menyangkal perasaan sedih tersebut, semakin tumbuh energi negatif yang menguras energi.
Langkah selanjutnya bisa dilakukan adalah dengan menangis. Berbagai penelitian menyatakan jika usai menangis, bisa meredakan rasa sesak di dalam dada. Saat menangis, sistim saraf parasimpatetik dapat memicu respons relaksasi.
Beberapa pihak profesional juga kerap untuk mengungkapkan segala sesuatu lewat tulisan. Menulis disebut dapat mengurai benang kusut di dalam kepala. Serta menuntaskan rasa sesak secara perlahan.
Masih banyak lagi usaha yang bisa dilakukan untuk meredakan kesedihan di dalam hati. Allah pun mengajak hambanya untuk tidak bersedih dan menyerah dengan situasi yang terkadang memang terasa menyulitkan.
Dalam ayat suci Al-Quran, Allah berkali-kali menjanjikan buah manis dari ikhtiar, kesabaran dan tawakal. Jika sedih datang menghampiri, Allah pun menunjukkan jalan untuk mendapatkan ketenangan. Salah satunya adalah selalu mengingat Allah.
Ada banyak cara untuk mengingat Allah. Menunaikan salat, berzikir, bahkan sekadar duduk dan selalu memuliakannya. Menggantungkan harapan pada Allah juga menjadi upaya mengusir kesedihan. Dengan mengetahui ada Allah di sekitar kita, maka ada rasa aman dan berani.
Hal ini tercatat betul di dalam Q.S Al-Insyirah ayat 8
وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَٱرْغَب
Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
Menurut Tafsir al-Madinah Al-Munawwarah, Markaz Ta’dhim al-Quran di bawah pengawasan Syaikh Prof Dr Imad Zuhair Hafidz, Profesor fakultas Al-Quran Universitas Islam Madinah, ayat ini berisikan untuk selalu menyerahkan pada Allah untuk segala urusan yang ada.
Menghadap pada Allah dan menggantung pada-Nya. Menjadi salah satu upaya yang harus dilakukan oleh kaum muslimin. Jangan merasa takut karena gagal, sedih karena tujuan yang tidak tercapai atau merasa cemas terhadap masa depan.
Masih dalam surat yang sama namun dengan ayat berbeda, yaitu Q.S Al-Insyirah ayat Allah dengan jelas menyebutkan jika setiap kesulitan pada kemudahan setelahnya.
فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
Tafsir al-Madinah Al-Munawwarah, Markaz Ta’dhim al-Quran di bawah pengawasan Syaikh Prof Dr Imad Zuhair Hafidz, Profesor fakultas Al-Quran Universitas Islam Madinah, mengatakan jika memang sudah menjadi janji Allah. Jika setelah kesempitan ada kelapangan.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kesedihan, kecemasan dan kekhawatiran merupakan suatu yang wajar di dalam diri setiap manusia. Tidak perlu merasa bersalah ketika merasa bersedih. Cukup menerima dan menyerahkannya pada Allah.
1 Comment