BincangMuslimah.Com- Pray the Devil Back to Hell mengisahkan sepak terjang perempuan untuk turut andil dalam agenda perdamaian yang tidak diragukan lagi. Bahkan pada 2011, terdapat tiga orang perempuan yaitu Ellen Johnson Sirleaf (Liberia), Leymah Gbowee (Liberia), dan Tawakkul Karman (Yaman). Dari ketiganya, cerita Leymah Gbowee menjadi cerita yang paling menarik. Dia memulai gerakan pada usia 17 tahun bersama para perempuan di negaranya, bersamaan dengan terjadinya perang saudara.
Perempuan Bekerja Proaktif untuk perdamaian
Di usia tersebut juga cita-cita untuk menjadi dokter pun kandas akibat perang. Selama perang terjadi, Leymah Gbowee melatih sebagai konselor trauma untuk merawat prajurit anak. Konselor trauma membantu orang-orang yang menderita akibat perang, kekerasan, atau keadaan ekstrem untuk pulih dari pengalaman mereka. Dari apa yang dia lakukan tersebut, Gbowee memiliki keyakinan baru yaitu tanggung jawab perempuan untuk generasi berikutnya adalah bekerja secara proaktif untuk memulihkan perdamaian.
Pray the Devil Back to Hell menceritaka konflik di Liberia yang semakin meruncing hingga pada 1997. Aksi perdamaian terus dia usung mendapatkan dukungan dengan dari umat beragama Kristen dan Islam. Idenya pun cukup unik, kelompok perdamaian oleh Leymah Gbowee ini menggelar aksi menggunakan kaos putih sebagai simbol dari perdamaian. Aksi demonstrasi yang dia usung pun diantaranya, berpuasa, berdoa, dan melakukan penjagaan di pasar dan di depan gedung-gedung pemerintah. Semakin hari, perempuang yang terlibat cukup banyak. Sayangnya, apa yang Leymah Gbowe lakukan masih belum hasil yang maksimal.
Aksi perdamaian pun terus berlanjut, hal yang paling kontroversial yaitu aksi mogok seks pada 2002. Hal ini bertujuan agar para pasangan ikut serta dalam aksi perdamaian. Baru pada 2003, Presiden Liberia Charles Taylor menemui mereka dan setuju untuk ambil bagian dalam pembicaraan damai formal di Ghana. Aksi heroik pun kembali terjadi pada pertemuan tersebut.
Faksi-faksi oposisi Taylor dan Liberia menghadiri pembicaraan damai di Ghana yang diselenggarakan oleh pihak-pihak internasional dalam upaya untuk mengakhiri konflik Liberia. Gbowee mengikuti para pemimpin Liberia ke Ghana, di mana dia memimpin ratusan wanita di sekitar tempat pertemuan. Gbowee memimpin delegasi wanita ke Accra, di mana mereka menerapkan tekanan strategis untuk memastikan kemajuan telah tercapai.
Kisah Tokoh Perempuan Berpengaruh
Dalam situasi tersebut, Gbowee bersama dengan hampir 200 wanita membentuk barikade manusia untuk mencegah perwakilan Taylor dan panglima perang pemberontak meninggalkan ruang pertemuan untuk makan atau alasan lain sampai. Para perempuan bersikeras untuk bisa mencapai kesepakatan damai. Aksi tersebut semakin heroic ketika pasukan keamanan berusaha untuk menangkap Leymah, dia menunjukkan kecemerlangan taktis dengan mengancam untuk suatu tindakan yang menurut kepercayaan tradisional akan membawa kutukan kemalangan yang mengerikan bagi para pria tersebut.
Ancaman Leymah berhasil, dan itu terbukti menjadi titik balik yang menentukan bagi proses perdamaian. Dalam beberapa minggu, Taylor mengundurkan diri dari kursi kepresidenan dan pergi ke pengasingan, dan menandatangani perjanjian damai yang mengamanatkan pemerintah transisi. Dalam aksi yang dia lakukan, memiliki dampak yang sangat luar biasa. Pandangan dunia baru tertuju padanya. Dia telah muncul sebagai pemimpin global yang partisipasinya berpengaruh pada pertemuan Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Status Wanita dan konferensi internasional besar lainnya. Apa yang dia lakukan menjadi sebuah dekomuntasi dalam film documenter film dokumenter 2008 Pray the Devil Back to Hell.