BincangMuslimah.Com – Di dalam menjalani kehidupan yang fana ini, kita sebagai manusia jangan mudah menghakimi manusia lainnya. Karena apapun yang nampak pada diri seseorang belum bisa mewakili keseluruhan kepribadian orang tersebut. Terkadang, orang yang kesehariannya terlihat buruk di mata umum dan dianggap sebagai pendosa, namun hidupnya berakhir dengan husnul khatimah. Begitupun sebaliknya. Menilai dengan sepihak tersebut hanya karena keterbatasan manusia itu sendiri.
Banyak sekali kisah-kisah terjadi dalam kehidupan seperti peristiwa di atas yang dapat kita ambil ibroh (pelajaran) agar kita lebih hati-hati lagi dalam menilai orang lain.
Di dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali terdapat sebuah kisah tentang seorang laki-laki pendosa yang hidupnya gemar melakukan kemaksiatan namun wafat dalam keadaan husnul khatimah. Pada suatu hari, sang pendosa itu meninggal dunia tepatnya di pinggiran kota Bashrah.
Karena kegemarannya melakukan maksiat, tetangga serta masyarakat sekitarnya menjadi tidak peduli atas kematiaannya. Sampai-sampai istri dari sang pendosa tersebut tidak menjumpai orang yang sukarela membantu membawa dan mengiringi jenazah suaminya ke masjid dan pemakaman. Dengan keadaan yang sedemikian rupa, terpaksa sang istri menyewa dua orang untuk membawa jenazah tersebut.
Selepas dimandikan dan dikafani, jenazah sang pendosa tersebut dibawa ke masjid. Sesampainya di masjid tak ada seorangpun yang menyambut dan mau untuk mensholatinya. Orang-orang yang hadir menyaksikan seperti pura-pura bodoh. Seakan-akan tidak terjadi sesuatu apapun. Sang istri melihat kejadian itu tidak kuat menahan rasa sedih memilih untuk membawa jenazah sang suami ke pemakaman.
Di sebuah bukit yang lokasinya bersebelahan dengan pemakaman, terlihat ulama yang sangat masyhur nampak seperti menunggu seseorang. Dan ternyata, ulama tersebut ingin menshalati jenazah yang akan melewati jalan tersebut. Kabar ulama yang ingin menshalati jenazah pendosa tersebut langsung terdengar ke seluruh penjuru Bashrah.
Dalam rentang waktu yang cukup singkat, orang-orang pun ramai untuk menshalati jenazah yang belum diketahui mereka. Di samping itu, mereka juga penasaran siapa sebenarnya jenazah yang mendapat kehormatan disholati oleh seorang ulama ulama yang sangat masyhur di kota Bashrah. Setelah mereka selesai mensholati, orang-orang dibuat keheranan nan takjub. Ternyata jenazah itu adalah sang pendosa yang mereka kenal ahli maksiat.
Kemudian salah seorang dari mereka memberanikan diri untuk bertanya kepada ulama tersebut, “Apa motivasi anda jauh-jauh bersedia datang ketempat ini dan mensholati jenazah ini?”. Ulama tersebut menjawab dengan nada yang rendah seraya berkata, Ada yang berkata dalam mimpiku, “Datangilah bukit di sebelah pemakaman. Di sana kamu akan menjumpai jenazah yang pengiringnya hanya satu orang perempuan. Sholatilah dia, karena dia adalah orang yang mendapatkan ampunan dari Allah”.
Orang-orang yang hadir di tempat itu dibuat takjub dengan jawaban ulama masyhur tersebut. Ulama masyhur yang sedari tadi melihat fenomena keheranan melihat orang-orang yang berada di tempat itu, lantas ia memanggil sang istri dari pendosa itu dan bertanya perihal keseharian suaminya dan perjalanan hidupnya.
Istri jenazah pendosa ini menjaawab dengan nada yang sangat sedih, “Suamiku adalah ahli maksiat sebagaimana yang telah dikenal di kota ini. Setiap hari ia menghabiskan waktunya untuk bermaksiat dan mabuk-mabukan.” Karena belum puas dengan jawaban itu, ulama masyhur itu bertanya lagi, “Coba anda ingat dan perhatikan lagi, adakah amal kebaikan lain yang ia lakukan semasa hidupnya?”
Istri sang pendosa itu menjawab, “Setauku ada tiga amal lain yang menurutku itu tergolong amal kebaikan yang pernah ia lakukan. Yang pertama, selepas ia sadar dari mabuknya pada waktu subuh, ia mengganti bajunya, berwudhu dan melaksanakan sholat subuh secara berjamaah. Setelah itu, ia kembali mabuk dan melakukan maksiat.
Yang kedua, di rumah, kami mengasuh dua anak yatim. Ia merawat dan memperlakukan anak yatim itu melebihi anak kami sendiri. Yang ketiga, jika ia sadar dari mabuknya di tengah malam, ia lalu menangis dan meratap, “Ya Allah, di bagian neraka jahannam, dimakah engkau akan menempatkan hambamu yang kotor penuh dengan maksiat ini.”
Mendengar jawaban istri pendosa ini, sang ulama masyhur itu merasa puas dan kemudian pulang. Setidaknya, beliau telah mengetahui dengat sangat jelas peristiwa aneh yang terjadi di siang itu.beliau bersyukur atas diterimanya ampunan Allah kepada pendosa ahli maksiat itu. Hal itu menandakan bahwa ia mati dalam keadaan Husnul Khatimah. Dan masyarakat menjadi perihal apa yang sebenarnya pendosa itu lakukan semasa hidupnya.
Dari kisah seorang laki-laki yang di awalnya hidupnya dianggap sebagai pendosa namun wafat dalam keadaan husnul khatimah, kita bisa mangambil satu pelajaran. Jangan pernah menganggap apa yang kita lakukan, apa yang kita ucapkan adalah suatu yang paling benar dibanding yang dilakukan dan diucapkan orang lain. Karena kita tidak akan pernah tau siapa yang paling pantas dan benar di mata Allah swt. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam..