Ikuti Kami

Kajian

Rasisme dan Bahayanya Bagi Manusia

rasisme

BincangMuslimah.Com – Apabila berbicara tentang rasisme, maka sepintas yang terlintas di dalam pikiran kita adalah suatu konflik yang terjadi akibat perbedaan kondisi biologis seperti warna kulit, darah, dan keturunan. Dikutip dari Ubedillah dalam bukunya yang berjudul “Politik Identitas Etnis: Pergulatan Tanpa Tanda Identitas”, rasisme adalah suatu kepercayaan yang menganggap bahwa kualitas seseorang bukan dinilai dari kualitas akalnya, melainkan anatomi tubuhnya.

Orang-orang atau golongan yang menganut paham tersebut biasanya menganggap bahwa golongannya lebih baik atau superior dibanding dengan golongan yang lain, sehingga mereka merasa berhak untuk mengatur golongan yang dinilai inferior. Rasisme dapat menjadi faktor terjadinya diskriminasi sosial, segregasi (pemisahan kelompok atau etnis secara paksa), dan juga kekerasan sosial.

Banyak orang yang kerapkali salah mengartikan antara rasisme dengan etnosentrisme. Pada tahun 1981, Jones mulai menyatakan kritiknya tentang rasisme dan membedakan antara konsep rasisme dengan konsep etnosentrisme. Jones mengatakan bahwa perbedaan antara etnosentrisme dengan rasisme adalah bahwa etnosentrisme sama sekali tidak berkaitan dengan hal-hal yang bersifat rasial maupun warna kulit. Selanjutnya, kritik tersebut kemudian dilanjutkan oleh Oliver C. Cox yang mengatakan bahwa etnosentrisme memang ada, akan tetapi hal tersebut hanya berpusat pada bahasa dan budaya.

Persoalan rasisme bukanlah hal yang baru, melainkan telah banyak terjadi di berbagai negara seperti kebijakan diskriminatif bagi orang-orang berkulit hitam pasca Perang Sipil (1961-1965) di Amerika, serta genosida yang dilakukan oleh kelompok Nazi di Jerman. Orang-orang berkulit hitam di Amerika seringkali mendapat perlakuan diskriminasi yang menimbulkan persoalan kemiskinan dan kesenjangan sosial.

Secara ekonomi, orang-orang kulit hitam saat itu dua kali lebih miskin dibandingkan orang-orang kulit putih karena tidak mendapatkan kehidupan yang layak. Sementara di Jerman, paham rasisme yang dianut oleh Nazi membuat kelompok tersebut melakukan bersih-bersih etnis selama Perang Dunia II berlangsung. Hal ini dilakukan untuk memusnahkan ras musuh dan ras-ras lainnya yang dianggap rendahan, yaitu kaum Yahudi Eropa dan penghancuran bangsa Slavia. Kelompok Nazi juga memandang bahwa penyandang disabilitas atau cacat fisik dan mental sebagai bahaya biologis bagi kemurnian ras Arya. Oleh karena itu, para dokter Jerman mulai membunuhi setiap orang cacat yang tinggal di lembaga-lembaga penampungan di Jerman di dalam sebuah operasi yang mereka sebut sebagai euthanasia.

Di Indonesia sendiri, persoalan rasisme sudah ada sejak era kolonialisme. Ketika itu, bangsa pribumi dipandang lebih rendah dibandingkan bangsa penjajah. Sampai sekarang persoalan rasisme juga masih banyak ditemukan di Indonesia.. Pada tahun 1965 di mana ketika itu Cina atau Tiongkok sebagai salah satu negara komunis yang besar dianggap ikut berperan dalam Gerakan 30 September 1965 atau yang biasa kita kenal dengan G30S/PKI, banyak masyarakat Tionghoa saat itu yang menjadi korban karena dianggap komunis atau mata-mata Tiongkok. Kebencian ini tidak berhenti sampai situ saja, orang-orang Cina dianggap sebagai cukong dan pemeras harta masyarakat lokal. Di sini ide primordial pribumi melawan pendatang menjadi legitimasi untuk melakukan kejahatan.

Baca Juga:  Hukum Memakai Behel dalam Islam

Penelitian Amy Freedman dari Franklin and Marshall College, Amerika Serikat, menyebutkan bahwa kebencian terhadap etnis Tionghoa merupakan hasil dari politik pecah belah Soeharto. Dalam jurnal penelitian berjudul “Political Institutions and Ethnic Chinese Identity in Indonesia“, disebutkan bahwa Soeharto memaksa masyarakat Tionghoa untuk melakukan asimilasi sambil mengidentifikasi mereka sebagai bukan pribumi.

Pada masa pemerintahan Soeharto, sebagian kecil dari etnis Tionghoa di Indonesia menikmati berbagai fasilitas investasi sehingga menjadi sangat kaya. Kemudian, kelompok kecil ini bertransformasi menjadi kelompok yang memiliki kekuasaan dan dianggap sebagai representasi dari seluruh etnis Tionghoa yang ada di Indonesia.

Hal inilah yang tidak disukai oleh penduduk pribumi karena mereka menganggap bahwa etnis Tionghoa adalah orang-orang yang culas, meskipun pada realitanya tidak semua orang dari etnis Tionghoa hidup sejahtera secara ekonomi. Bahkan, setelah lengsernya Soeharto pada tahun 1998, rasa kebencian orang-orang pribumi pun semakin menjadi.

Mereka menganggap bahwa orang-orang dari etnis Tionghoa merupakan salah satu faktor kesenjangan sosial yang ada di Indonesia. Saat itu etnis Tionghoa menjadi korban kekerasan, penjarahan dan diskriminasi hebat. Gejala Xenofobia ini merupakan buntut dari kesenjangan ekonomi dan kebencian berdasar prasangka kepada etnis Tionghoa. Saat peristiwa ini terjadi banyak perempuan-perempuan Tionghoa yang diperkosa, tokonya dibakar dan usaha milik mereka dirusak. Kasus ini tak pernah selesai sampai hari ini dan pelakunya tak pernah diusut.

Persoalan rasisme di Indonesia bukan hanya dialami oleh etnis Tionghoa di Indonesia, melainkan juga orang-orang Papua. Orang-orang Papua yang notabenenya berasal dari ras Melanesia memiliki ciri fisik yang berbeda dibandingkan orang Indonesia pada umumnya, yaitu berkulit hitam, berambut keriting, serta memiliki tubuh yang lebih athletis.

Baca Juga:  Bagaimana Nabi Menggambarkan Siksa Neraka Bagi Pelaku Zina?

Hal ini menjadi salah satu faktor adanya tindakan diskriminasi yang sering dialami oleh orang-orang Papua. Orang-oramg Papua seringkali dicap sebagai orang yang primitif, inkompeten, bahkan tak jarang dianggap sebagai perusuh dan biang kerok dari gerakan-gerakan separatis. Persoalan tersebut tidak dapat dilepaskan dari kondisi historis-sosiologis masyarakat Papua dimana sejak era kolonialisme, masyarakat Papua telah menempati lapisan hierarki paling bawah.

Rasisme/Ashabiyah dalam Islam

Di dalam Islam disebut sebagai ashabiyah, atau mereka yang terlalu memuja-muja suku sehingga memperbudak dan menyerang suku lain. Islam hadir untuk menyatukan semua manusia dan mensejajarkan derajat manusia tanpa melihat golongan, kelas sosial, atau suku. Ashabiyah dalam teks-teks Islam selalu dikaitkan dengan sifat manusia jahiliyah, sehingga dalam beberapa hadits, Rasulallah kerap mengecam sifat ashabiyyah atau rasisme,

Siapa saja yang keluar dari ketaatan dan memecah belah jamaah lalu mati, dia mati dengan kematian jahiliyah. Dan siapa yang terbunuh di bawah panji buta, dia marah untuk golongannya dan berperang untuk golongan tersebut, maka dia bukan bagian dari umatku (yuqâtilu lil ‘ashabiyati falaysa min ummatî)” (H.R. Ibnu Majah dan An-Nasa’i)

Dapat disimpulkan bahwa ashabiyah atau rasisme adalah suatu perbuatan yang dilarang karena dianggap menentang fitrah manusia. Kedudukan manusia di hadapan Allah Swt.  adalah sama, yang membedakan hanyalah amal perbuatannya. Di dalam Q.S. Al-Hujurat 49:13, Allah berfirman, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.

Selain itu, Rasulullah saw bersabda kepada Abu Dzar sebagai berikut, “Lihatlah, engkau tidaklah akan baik dari orang yang berkulit merah atau berkulit hitam sampai engkau mengungguli mereka dengan takwa.” (H.R. Ahmad, 5:158)

Baca Juga:  Sejarah Kurban Sebelum Nabi Ibrahim

Dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya rasisme bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) dan ajaran agama. Oleh karena itu, kita sebagai sesama manusia tentu saja harus sadar dan senantiasa menjunjung tinggi persatuan. Sebagai manusia, kita harus mengedepankan asas-asas toleransi yang sesungguhnya.

Rekomendasi

Wanita Palestina Tewas Wanita Palestina Tewas

Miris! 9.100 Anak dan 6.500 Wanita Palestina Tewas

isu sara tahun politik isu sara tahun politik

Kemelut Isu SARA dan Kebebasan di Tahun Politik

Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Komentari

Komentari

Terbaru

Islam kebebasan syeikh mutawalli Islam kebebasan syeikh mutawalli

Antara Islam dan Kebebasan Menurut Syeikh Mutawalli al-Sya’rawi

Kajian

korban kdrt dapat perlindungan korban kdrt dapat perlindungan

Di Zaman Rasulullah, Korban KDRT yang Melapor Langsung Dapat Perlindungan

Kajian

tetangga beda agama meninggal tetangga beda agama meninggal

Bagaimana Sikap Seorang Muslim Jika Ada Tetangga Beda Agama yang Meninggal?

Kajian

Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak? Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak?

Sahkah Muslimah Shalat Tanpa Mukena? Simak Penjelasan Videonya!

Video

doa tak kunjung dikabulkan doa tak kunjung dikabulkan

Ngaji al-Hikam: Jika Doa Tak Kunjung Dikabulkan

Kajian

rasulullah melarang ali poligami rasulullah melarang ali poligami

Kala Rasulullah Melarang Ali bin Abi Thalib untuk Poligami

Khazanah

puasa syawal kurang enam puasa syawal kurang enam

Puasa Syawal Tapi Kurang dari Enam Hari, Bagaimana Hukumnya?

Kajian

orang tua beda agama orang tua beda agama

Bagaimana Sikap Kita Jika Orang Tua Beda Agama?

Khazanah

Trending

perempuan titik nol arab perempuan titik nol arab

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

Diari

Fatimah az zahra rasulullah Fatimah az zahra rasulullah

Sayyidah Sukainah binti Al-Husain: Cicit Rasulullah, Sang Kritikus Sastra

Kajian

Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia

R.A. Lasminingrat: Penggagas Sekolah Rakyat dan Tokoh Emansipasi Pertama di Indonesia

Muslimah Talk

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Kajian

Teungku Fakinah Teungku Fakinah

Zainab binti Jahsy, Istri Rasulullah yang Paling Gemar Bersedekah

Kajian

Definisi anak menurut hukum Definisi anak menurut hukum

Definisi Anak Menurut Hukum, Umur Berapa Seorang Anak Dianggap Dewasa?

Kajian

nama bayi sebelum syukuran nama bayi sebelum syukuran

Hukum Memberi Nama Bayi Sebelum Acara Syukuran

Ibadah

Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak? Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak?

Sahkah Muslimah Shalat Tanpa Mukena? Simak Penjelasan Videonya!

Video

Connect