BincangMuslimah.Com – Sudah menjadi kodratnya jika orang tua selalu ingin memberikan sesuatu yang terbaik bagi anak-anaknya. Apa pun akan diberikan. Tidak hanya memastikan mereka mendapatkan makan dan minum yang cukup atau menyediakan tempat bernaung. Tapi juga memastikan anak menerima pendidikan yang layak. Dengan harapan saat dewasa, mereka dapat menjalankan kehidupan yang lebik baik serta mandiri.
Bagi umat Islam, anak merupakan anugerah sekaligus amanah yang dititipkan oleh Allah Swt. Karenanya, banyak orang tua yang memimpikan anak mereka memiliki budi pekerti yang baik, santun lagi shalih. Pemberian sekaligus pengenalan agama Islam pada anak sedari dini sudah menjadi keharusan bagi setiap orang tua.
Ada yang mengajak anak untuk melaksanakan shalat wajib lima waktu sehari semalam. Begitu pun dengan berlatih berpuasa di bulan Ramadhan. Tentu saja dengan menyesuaikan kapasitas dan kesanggupan anak dalam melaksanakannya. Pelbagai cara dilakukan pada anak agar mereka mau melaksanakan syariat.
Bahkan sampai ada pula yang memberikan pengajaran dengan ‘memukul’ anak jika tidak mau menjalankan shalat. Beberapa orangtua bahkan menjadikan rujukan pendidikan anak. Lalu memberikan hukuman dengan memukul anak sebagai bagian dari pendidikan jika sang anak dianggap telah melakukan kesalahan.
Anjuran tersebut diambil dari salah satu hadis yang diriwayatkan dari Amr bin Syua’ib dari bapaknya dari kakeknya, dia berkata, Rasulullah Bersabda:
“Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka saat berusia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka.” (Abu Daud:495 dan Ahmad:6650, dishahihkan oleh Al-Albany dalam Irwa’u Ghalil, no.247)
Lantas, apakah benar agama Islam menganjurkan orangtua memukul anak jika tidak mau melaksanakan shalat atau berbuat kesalahan? Benarkah memukul anak merupakan bagian dari pendidikan? Salah seorang cendekiawan sekaligus ulama besar di Indonesia, M. Quraish Shihab mengungkapkan jika orangtua musti bijak dalam menafsirkan hadis tersebut.
Di dalam website pribadi miliknya, Quraish Shihab mengungkapkan jika masyarakat pada umumnya sering salah kaprah dengan kata dharabah yang terdapat di dalam hadist. Kata tersebut di dalam bahasa Arab tidak hanya menunjukkan satu artian saja yaitu pukul. Dalam bahasa Arab, Orang yang berjalan di permukaan tanah juga diartikan sebagai ‘memukul-mukul’.
Contohnya saja dalam surah An-Nisa ayat 101. “Ketika kalian mengadakan perjalanan di bumi untuk shafar, maka tidak ada dosa bagimu untuk menqhasar sholat.” Di dalam ayat tersebut, kata ‘dharabtum’ diartikan sebagai mereka yang melakukan ‘perjalanan’ atau berjalan.
Dari satu ayat di atas jelas sudah jika kata dharaba atau ‘pukullah’ tidak berarti memukul secara fisik atau menggunakan kekerasan. Namun dapat diartikan dengan memberikan pemahaman yang baik pada anak lewat pendidikan secara konsisten.
Dengan kata lain orangtua tidak serta merta langsung memukul anak ketika melakukan kesalahan. Semisal tidak mau menjalankan sholat. Harus ada pembiasaan yang baik secara bertahap. Terutama untuk pengajaran mendirikan sholat. Sholat merupakan suatu bentuk rasa syukur atas cinta dan rahmat yang telah Allah berikan kepada kita.
Selain itu sholat juga sarana agar bisa terhubung dengan Allah. Dan setiap kaum muslimin membutuhkan sholat.Tidak sepantasnya jika orangtua mengajarkan sholat dengan ancaman atau kekerasan. Dengan memberikan pemahaman pada anak secara lemah lembut justru lambat laun akan mengerti. Jika sholat merupayakan upaya mereka berkomunikasi dengan Allah. Bukan karena paksaan tapi cinta dan kebutuhan.
Memukul bukanlah salah satu bentuk dari pendidikan yang diajarkan oleh Islam. Justru dapat menjauhkan hubungan orangtua dengan anak. Memukul anak dengan menggunakan kekerasan justru tidak membuat anak menjadi sosok yang menurut. Sebaliknya, anak lebih agresif dan menjadi pemberontak.
Hal ini juga berdasarkan pada salah satu penelitian dari Universitas Colombia, New York. Penelitian tersebut dilakukan dengan melakukan survei kepada anak-anak yang lahir di tahun antara 1998 sampai 2000 di kota Amerika Serikat dengan 1.900 responden. Hasilnya, anak-anak berumur di bawah 5 tahun dan sering atau pernah mendapatkan pukulan dari ibu, akan bertindak agresif.
Sedangkan anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun mendapatkan perlakuan serupa oleh ayah, mempunyai nilai terendah dalam tes kosakata. Kesimpulannya, anak-anak yang mendapatkan kekerasan dari orangtua cenderung memiliki kharakter yang bermasalah.
Rasulullah sendiri sebagai suri teladan bagi kaum muslimin selalu memberikan contoh untuk mendidik anak dengan penuh kasih sayang. Tidak melulu serius, tapi juga diselingi dengan bercanda dan penuh kelembutan. Banyak kisah yang menceritakan bagaimana Rasulullah sangat menyayangi anak-anak.
Dilansir dari buku Azizah Hefni yang berjudul Mendidik Buah Hati Ala Rasulullah’ selain menanamkan tauhid, Rasulullah juga mendidik anak-anak tanpa menggunakan kekerasan. Jika ada kesalahan yang diperbuat, hendaknya orangtua mengingatkan dengan cara yang baik. Sehingga, Rasulullah tidak memukul anak dan tidak menganggapnya sebagai bagian dari pendidikan.
Rasulullah juga tidak pernah membiarkan anak-anak merasa teracuhkan. Beliau seringkali mencium, memberi salam hingga mengendong mereka. Nabi bahkan membolehkan jamaah untuk mengajak anak-anak mengikuti majelis atau perayaan keagamaan.