BincangMuslimah.Com – Merupakan tabiat dari perempuan adalah mengeluarkan darah, baik darah haid, istihadhah, maupun nifas. Menurut historisnya, ternyata pada zaman Nabi hanya terdapat sembilan perempuan yang mengalami istihadhah. Mereka adalah:
Pertama, Fatimah binti Abi Hubaisy. Beliau masih keturunan asli dari bangsa Quraisy. Hal ini dibuktikan dengan nama lengkapnya, Fatimah binti Abi Hubaisy bin Muthallib bin Asad bin Abdul Uzzi bin Qushay al-Quraisy. Beliau memiliki suami bernama Abdullah bin Jahsy dan dikaruniai anak yang bernama Muhammad bin Abdillah bin Jahsy. Selain itu, beliau juga menjadi perawi hadis Nabi seputar keperempuanan. Bahkan, Siti Aisyah pernah mengambil riwayat dari Fatimah.
Kedua, Ummu Habibah binti Jahsy. Beliau adalah istri baginda Nabi Muhammad saw. Namun, sebelum menikah dengan Nabi, Ummu Habibah memiliki suami bernama Ubaidillah bin Jahsy al-Asadi yang merupakan Singanya bani Khuzaimah. Pernikahan dengan Nabi dilangsungkan pada tahun ke-7 Hijriah dengan jumlah mahar 400 dinar. Setelah menikah, beliau tinggal di Habasyah, baru kemudian setelah perang Khaibar tinggal bersama Rasulullah saw.
Ketiga, Hamnah binti Jahsy. Beliau merupakan kakak dari Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy. Yang paling diingat dari diri Hamnah adalah keberaniannya. Beliau adalah salah satu sosok perempuan yang mengikuti persiapan dalam perang Uhud. Perannya dengan perempuan lain adalah menyiapkan logistik dan bantuan medis.
Keempat, Zainab binti Jahsy. Beliau lahir di Makkah 33 tahun sebelum Hijriah. Sebelum menikah dengan Nabi, Zainab memiliki suami bernama Zaid bin Haritsah. Beliau adalah sepupu Nabi yang telah memeluk Islam sejak di Makkah dan ikut Hijrah ke Madinah dengan komunitas perempuan lainnya.
Selain murah hati, beliau memiliki kemampuan untuk membuat kerajinan tangan. Dari hasil produknya itu kemudian diberikan kepada fakir miskin. Zainab wafat pada tahun ke-20 Hijriah.
Kelima, Sahlah bin Suhail. Beliau merupakan dari keluarga terpandang di jajaran kaum Quraisy Makkah. Ayahnya bernama Suhail bin Amr, adalah pemimpin dari bani Amir yang dikenal juga dengan nama Abu Yazid. Sahlah dikenal sebagai perempuan yang teguh hatinya dalam menjalankan ajaran Islam.
Meskipun mendapat perlakuan semena-mena dari kaum Quraisy, beliau tetap teguh menjalani ajaran Rasulullah saw. Sahlah merupakan wanita yang mengalami Hijrah dua kali. Pertama sebelum ada perintah Hijrah dan kedua pada saat ada perintah Hijrah.
Keenam, Badinah binti Ghailan. Beliau ini merupakan putri dari sahabat Nabi yang bernama Ghailan bin Salamah. Ayahnya ini dikenal dengan sahabat yang memiliki sepuluh istri. Ketika ayahnya masuk Islam, ia diperintahkan Nabi untuk memilih dari empat istrinya, sedangkan sisanya diperintahkan untuk cerai.
Ketujuh, Saudah binti Zam’ah bin Qais. Beliau merupakan Ummul Mukminin (istri Rasulullah). Saudah merupakan istri pertama Nabi setelah Sayyidah Khodijah wafat. Nabi menikahi Saudah pada bulan yang sama setelah Khadijah wafat, yakni bulan Ramadhan.
Saudah dikenal perempuan yang bijak dan penyayang. Bahkan, di usianya yang sudah mulai menua, beliau rela memberikan waktu bermalamnya dengan Rasulullah kepada Siti Aisyah (istri kesayangan Nabi). Beliau merupakan istri Nabi yang terlibat langsung atas turunnya ayat tentang hijab.
Kedelapan, Asma’ binti Martsad. Dalam beberapa literatur menyebutkan bahwa beliau merupakan salah satu aktor utama turunnya ayat 33 surah An-Nur.
Dikisahkan bahwa waktu itu Asma sedang berada di kebun kurma miliknya. Lalu, ada rombongan perempuan yang mendatangi beliau dengan model pakaian tidak pantas, perhiasan kakinya terlihat dan dada bagian atas mereka juga kelihatan. Dari itu, Asma mengatakan ‘betapa buruknya mereka’. Dengan kejadian itulah kemudian Allah Swt. menurunkan ayat 33 surah An-Nur.
Kesembilan, Zainab binti Abi Salamah. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Asad dan ibundanya bernama Hindun binti Abi Umayyah. Saat di Madinah, Zainab merupakan salah satu perempuan yang ahli dalam bidang hadis dan fikih.
Itulah beberapa perempuan yang mengalami istihadhah pada zaman Nabi yang penulis kutip dari kitab Ibanah al-Ahkam, juz I, halaman 120. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.
Sitti Wardatun Hasanah, Mahasantri Ma’had Aly Situbondo.
6 Comments