BincangMuslimah.Com – Beberapa hari yang lalu, Indonesia baru saja memperingati hari Lahir Pancasila. Momen ini memang diperingati setiap tahunnya pada 1 Juni. Penetapan hari Lahir Pancasila sekaligus libur nasional ini ditetapkan di dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016.
Penetapan ini dilakukan untuk seluruh warga di seluruh Indonesia dapat selalu mengingat ideologi bangsa kita yaitu Pancasila. Masih berdasarkan aturan Keppres Nomor 24 Tahun 2016, sejatinya hari lahir Pancasila ditetapkan pada 1 Juni 1945.
Kala itu Jepang sedang berada di ambang kekalahan. Demi mendapatkan hati masyarakat Indonesia, Jepang pun menjanjikan kemerdekaan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah membentuk lembaga untuk mempersiapkan kemerdekaan tersebut yaitu BPUPKI.
Pengadaan lembaga ini bertujuan menyelidiki dan menyiapkan apa yang dibutuhkan mengenai persiapan kemerdekaan Indonesia ini. Dalam periode kerjanya, BPUPKI telah dua kali mengadakan dua kali sidang resmi.
Pertama pada 29 Mei-1 Juni dan 10-17 Juli 1945. Di luar dua sidang ini terdapat sidang tidak resmi yang diikuti oleh beberapa anggota saja antara 2 Juni- 9 Juli 1945.
Pada sidang pertama membahas terkait dasar negara. Kemudian tepat pada 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan gagasan dasar negara Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila jika artikan berasal dari kata ‘Panca’ yaitu lima dan ‘Sila’ prinsip dasar.
Namun saat menentukan butir-butir Pancasila, butuh waktu yang panjang karena ada perdebatan antara kelompok nasionalis dan agama. Untuk menemukan jalan tengah maka dibentuklah Panitia Sembilan.
Proses perumusan cukup alot dan pada 22 Juni Juni 1945 lahirlah rumusan dasar negara Indonesia. Rumusan ini dikenal sebagai Piagam Jakarta atau Jakarta Charter. Ada tiga tokoh pencetus Pancasila yaitu Muhammad Yamin, Soepomo dan Soekarno.
Generasi Milenial dengan Pancasila
Belakangan muncul di media sosial yang menggambarkan generasi muda yang sulit menyebut kelima butir Pancasila dengan lancar. Di beberapa kesempatan, sebuah video eksperimen di media sosial menunjukkan pelajar yang begitu kesulitan menyebutkan sila-sila Pancasila.
Walau tontonan ini mengundang senyuman, tapi sebenarnya situasi ini merupakan sebuah alarm. Di mana generasi muda Indonesia tidak begitu dekat dengan pondasi tanah air yaitu Pancasila.
Jika melafalkannya saja sudah kesulitan, bisa saja nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila pun turut tidak diketahui. Berdasarkan pada survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menyebutkan jika 9,5 persen generasi milenial setuju Pancasila diganti sebagai ideologi negara.
Tiga tahun setelahnya, Komunitas Pancasila Muda memaparkan hasil survei. Pada survei tersebut ditemukan jika responden berusia 18-25 tahun, sebanyak 60 persen yakin jika Pancasila penting dan relevan untuk kehidupan mereka.
Namun, sebanyak 19,5 persen bersifat netral dan tidak yakin apakah nilai-nilai Pancasila sesuai dengan kehidupan mereka. Walah sebagian besar masih meyakini keberadaan Pancasila, tentu saja angka 19,5 persen bukanlah kecil.
Survei lain dari Tirto Independent Research Survei 2018 menunjukkan sebanyak 14,8 persen responden tidak mengingat Pancasila. Walau terlihat kecil, ini menunjukkan jika nilai-nilai Pancasila mulai tergerus dalam berkehidupan.
Padahal sebagai ideologi dan pondasi tanah air, Pancasila benar-benar harus diendapkan dalam berkehidupan. Tidak hanya sekadar dihafal, Pancasila tidak bisa dilepaskan dalam proses berkehidupan.
Memang saat ini ilmu pengetahuan, pendidikan dan pemahaman dengan perkembangan teknologi pada generasi muda terus berkembang. Namun di sisi lain tampak jika ada krisis terkait filosofi hidup, nasionalisme dan pandangan hidup berbangsa.
Di luar dari butir dan nilai Pancasila, sebagian anak Indonesia ada yang kesulitan berbahasa Indonesia. Dikarenakan sepanjang hidupnya, dilatih berbahasa asing. Di sekolah diajarkan bahasa Inggris, Cina dan Arab, misalnya.
Tentu saja menguasai bahasa itu bagus. Namun disayangkan jika anak bisa sampai lupa atau terbata-bata mengucapkan bahasa negaranya sendiri. Belum lagi bahasa daerah yang mulai terancam menghilang karena sudah mulai terlupakan.
Lantas apa yang perlu dilakukan? Sudah semestinya pemerintah kembali menghidupkan program pendidikan kebangsaan di sekolah-sekolah hingga perguruan tinggi. Tidak hanya sekolah negeri, tapi perlu juga menghidupkan kembali Pancasila di instansi pendidikan swasta.
Metode yang digunakan pun perlu menyesuaikan dengan generasi milenial. Pemuda saat ini tidak bisa lepas dari teknologi, sehingga pendekatan bisa dilakukan menggunakan media tersebut.
Jabarkan nilai-nilai yang terkandung di dalam tiap bulir Pancasila. Sehingga generasi muda tidak asing. Atau menyadari jika filosofi yang terkandung di dalam Pancasila harus dimiliki oleh setiap masyarakat Indonesia dan tidak bisa lepaskan dalam berkehidupan.
Penerapan Pancasila pun saling berhubungan dengan nilai-nilai Keislaman. Satu di antaranya yaitu sila pertama. Ketuhanan yang Maha Esa. Tentu sebagai umat muslim, kita mempercayai bila tiada Tuhan selain Allah. Hal ini pun ditegaskan di dalam Q.S Al-Ikhlas ayat 1.
قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ
Katakanlah: “Dialah Allah, Yang Maha Esa.
Menurut Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta’dzhim al-Qur’an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, dijelaskan jika tiada Tuhan selain Allah. Tidak ada sekutu yang setara dengan Allah.
Dan sila ke dua hingga lima pun memiliki keterkaitan yang erat dengan nilai-nilai Keislaman. Sehingga dapat disimpulkan, sudah saatnya nilai-nilai Pancasila mulai dikenalkan kembali. Agar generasi muda tidak asing dan dapat menyandingkan nilai-nilai Pancasila dalam berkehidupan.