BincangMuslimah.Com – Pada peringatan haul Gus Dur yang ke-12, Jaringan Gusdurian Ciputat berkesempatan melaksanakannya secara offline pada 29 Januari 2021 di Saung Pojok Jawara. Menghadirkan empat narasumber dari berbagai kalangan yang berbagi pengalaman bersama Gus Dur dan menceritakan pengalaman yang terinspirasi dari Gus Dur. Salah satunya tentang momen perayaan Imlek yang akan dirayakan esok hari, 1 Februari 2021.
Js. Epih, salah satu narasumber pada acara ini bercerita tentang bagaimana peran Gus Dur terhadap etnis Tionghoa. Gus Dur mengeluarkan Keppres no. 6/2000 tentang pencabutan Inpres no. 14/1967 dari Soeharto yang membatasi perayaan Imlek di ranah publik. Di era Soeharto, perayaan Imlek hanya boleh dilakukan di ruang privat.
Keberadaan agama Kong Hu Cu juga tidak diakui mulai dari pengakuan identitas untuk keperluan administrasi sampai segala bentuk peribadatan. Banyak umat Kong Hu Cu yang akhirnya menulis kolom agama mereka pada KTP dengan agama lain seperti Kristen atau Buddha. Meski faktanya mereka tetap memeluk agama Kong Hu Cu. Bahkan menurut pemaparannya, beberapa umat Kong Hu Cu benar-benar pindah keyakinan.
Pada perayaan Imlek pertama kali setelah begitu lama dibungkam kebebasannya oleh Soeharto, Gus Dur hadir langsung bersama umat Tionghoa yang mayoritas beragama Kong Hu Cu. Js. Epih bercerita tentang pengalaman teman-teman Tionghoa dan Kong Hu Cu saat perayaan pertama pada tahun 2000. Saat itu, Gus Dur minta perayaan Imlek dilaksanakan dua kali, di Jakarta dan Surabaya.
Saat itu, teman-teman Tionghoa ragu untuk melaksanakannya karena terkendala biaya. Tapi Gus Dur menjawab dengan yakin agar tak perlu pusing soal itu, karena pasti ada. Sebagaimana perkataan Gus Dur yang seringkali dilontarkan, “gitu aja kok repot” menunjukkan karakter spiritual yang tinggi.
Meski hingga saat ini, umat Tionghoa dan Kong Hu Cu masih mendapatkan sikap diskriminasi seperti pelarangan pembangunan rumah ibadah, sejak era Gus Dur, mereka bisa merayakan Imlek dan tradisi lainnya di ruang publik. Salah satunya adalah menghadirkan tarian Barongsai pada perayaan Imlek.
Tarian Barongsai kini juga bebas ditampilkan, bahkan tidak hanya pada perayan Imlek. Pada acara-acara tertentu atau keperluan hajat rang Tionghoa, tarian Barongsai ditampilkan. Tarian ini juga gemar ditonton oleh anak-anak. Sesuai pernyataan Js. Epih, esensi dari tarian ini bagi Gus Dur adalah hiburan terutama untuk anak-anak. Gus Dur berhasil menghadirkan kegembiraan untuk siapapun.
Bagi umat Tionghoa, Gus Dur dianggap sebagai Bapak Tionghoa Indonesia karena memberikan hak-hak kepada mereka sebagai warga negara Indonesia yang setara dengan lainnya. Begitulah Gus Dur yang telah mewariskan nilai dan aktualisasinya melalui berbagai kebijakannya yang berkeadilan. Selalu ada Gus Dur pada kaum yang dilemahkan dan dipinggirkan.
Seperti yang dipegang oleh para pencinta Gus Dur, “Gus Dur telah meneladankan, kita yang meneruskan.” Selamat merayakan hari Imlek!