Ikuti Kami

Khazanah

Raden Ajeng Kartini dan Sikap Kritis dalam Beragama

kartini sikap kritis beragama

BincangMuslimah.Com – Sosok Raden Ajeng Kartini selain terkenal sebagai pahlawan emansipasi perempuan, ia juga memiliki perhatian besar terhadap pendidikan dan agama. R.A Kartini memandang agama tidak dalam tanda titik tetapi tanda tanya. Menurutnya, agama harus didampingi dengan sikap kritis, karena mungkin saja seseorang beragama hanya untuk kepentingan-kepentingan ambisi pribadi ataupun kekuasaan. Sangat jelas bahwa Kartini memiliki sikap kritis dalam beragama. 

Semasa hidupnya, Kartini dekat dengan lingkungan feodalisme yang amat mendiskriminasi perempuan Jawa. Kartini yang merupakan perempuan priyayi Jawa tentu lebih mudah mengakses ilmu Eropa jika dibandingkan dengan ilmu agama. Jika ingin belajar ilmu agama, maka Kartini harus berjalan jauh keluar kadipaten.

Kartini sempat gelisah karena kesulitan dalam menerjemahkan bahasa Arab, apalagi untuk mempelajari banyak ilmu seperti, Fikih, Tauhid, Tasawuf, dan lain-lain. Kesulitan ini menimbulkan kekecewaan sebab ia tidak bisa mengerti maksud ajaran agamanya, terlebih makna dan kandungan Alquran. Hal ini sebagaimana dalam surat pertamanya pada tanggal 6 November 1899 untuk sahabatnya di Belanda, Stella Zeehandelaar. 

“Mengenai agamaku, Islam, aku harus menceritakan apa? Islam melarang umatnya mendiskusikan ajaran agamanya dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, jika aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya? Alquran terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, agar bisa dipahami setiap Muslim. Di sini tidak ada orang yang mengerti bahasa Arab. Di sini, orang belajar Alquran tapi tidak memahami apa yang dibaca. Aku pikir, tidak jadi orang soleh pun tidak apa-apa asalkan jadi orang baik hati. Bukankah begitu Stella?” Tulis Kartini. 

Baca Juga:  Bulan Haji: Momentum Rasulullah Menyiarkan Islam

Namun, setelah pertemuannya dengan Kiai Shaleh Darat, R.A Kartini mengalami transformasi spiritual khususnya tentang agama Islam. Pada suatu hari Pangeran Ario Hadiningrat (paman Kartini) sedang mengadakan pengajian bulanan yang kebetulan diisi oleh Kiai Shaleh Darat dengan materi yang disampaikan ialah tafsir surah al-Fatihah. 

R.A Kartini merasa kagum dan tertegun dengan penyampaian Kiai Shaleh Darat sebab selama ini ia merasa gelap dan tidak mengerti sama sekali makna surat pertama dalam Alquran tersebut. Karena rasa penasarannya yang begitu tinggi, maka ia meminta ijin kepada pamannya untuk bertemu dengan Kiai Shaleh Darat dan pamannya memberikan ijin untuk bertemu. 

Ia menanyakan kepada sang guru, mengapa para ulama melarang untuk menafsirkan Alquran ke dalam bahasa Jawa, menurut Kartini jika hal itu dilakukan maka akan memudahkan umat Islam untuk mempelajari makna Alquran. Pertanyaan inilah yang kemudian menggugah Kiai Shaleh untuk mulai menafsirkan Alquran kedalam Bahasa Jawa. Kitab tafsir tersebut bernama Faidh al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan.

Selain itu, Kiai Shaleh Darat juga menerjemahkan kitab al-Hikam ke dalam bahasa Jawa. Tujuannya adalah demi memudahkan penduduk memaknai ajaran yang terkandung di dalamnya. Proses itu tidak mudah karena pemerintah Hindia-Belanda melarang penerjemahan Alquran. Bahkan para ulama saat itu juga mengharamkan penerjemahan Alquran. Namun, Kiai Saleh tetap melakukannya. 

Dalam kitab Faidhul Rahman, Kiai Saleh menerjemahkan 13 juz Alquran, yakni dari Surah al-Fatihah sampai Surat Ibrahim. Kitab itu lantas diberikan sebagai hadiah pernikahan bagi Kartini dengan Raden Mas Joyodiningrat yang merupakan Bupati Rembang. Kiai Shaleh tidak dapat menyelesaikan tafsir itu karena beliau wafat.

Apabila mencermati pada surat yang dikirimkan kepada Nyonya Abendanon, R.A Kartini merasa bahagia dengan hadiah yang diberikan Kiai Shaleh Darat. Dengan membaca kitab terjemahan yang diberikan gurunya tersebut, membuat Kartini mengalami transformasi spiritual. Hal itu terungkap dalam surat Kartini kepada Jacoba Maria Petronella Nellia Porreij van Kol, yang merupakan istri dari politikus sosialis Belanda, Henri Hubert van Kol.

Baca Juga:  Kiprah Paus Fransiskus dalam Mengadvokasi Kasus Kekerasan Seksual

Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama yang disukai,” tulis Kartini dalam surat tertanggal 21 Juli 1902.

Demikian teladan R.A Kartini yang memiliki sikap kritis dalam beragama. Ia merupakan sosok yang cerdas, dan tegas, serta keberaniannya dalam mengungkapkan isi hati yang dapat menghilangkan kegundahannya dalam menjalankan agama Islam. Spirit daya kritis Kartini inilah yang dapat diteruskan oleh perempuan masa kini, jangan sampai latar belakang menjadi penghambat untuk menuntut ilmu, khususnya berkaitan dengan ilmu agama Islam.[]

Rekomendasi

Peringatan Hari Kartini: Manifestasi Keadilan Gender di Indonesia Peringatan Hari Kartini: Manifestasi Keadilan Gender di Indonesia

Peringatan Hari Kartini: Manifestasi Keadilan Gender di Indonesia

jiwa kartini setiap perempuan jiwa kartini setiap perempuan

Jiwa Kartini Ada di Setiap Diri Perempuan

kartini sikap kritis beragama kartini sikap kritis beragama

Kartini dan Upaya Memperjuangkan Emansipasi

Nyai Djuaesih Nyai Djuaesih

Nyai Djuaesih, Perintis Muslimat NU

Ditulis oleh

Khadimul 'Ilmi di Yayasan Taftazaniyah

1 Komentar

1 Comment

Komentari

Terbaru

Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah? Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah?

Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah?

Kajian

Jangan Sampai Terlewat! El-Bukhari Kembali Membuka Pendaftaran Sekolah Hadis 2025 Jangan Sampai Terlewat! El-Bukhari Kembali Membuka Pendaftaran Sekolah Hadis 2025

Jangan Sampai Terlewat! El-Bukhari Kembali Membuka Pendaftaran Sekolah Hadis 2025

Berita

Pasangan Bukan Tempat Rehabilitasi: Mengapa Hubungan Tidak Bisa Menggantikan Proses Pemulihan Diri Pasangan Bukan Tempat Rehabilitasi: Mengapa Hubungan Tidak Bisa Menggantikan Proses Pemulihan Diri

Pasangan Bukan Tempat Rehabilitasi: Mengapa Hubungan Tidak Bisa Menggantikan Proses Pemulihan Diri

Keluarga

Hak-Hak Anak Yang Harus Dipenuhi Orang Tua Menurut Imam Ghazali Hak-Hak Anak Yang Harus Dipenuhi Orang Tua Menurut Imam Ghazali

Hak-Hak Anak yang Harus Dipenuhi Orang Tua Menurut Imam Ghazali

Keluarga

Bagaimana Hukum Salat Pakai Sarung Tangan bagi Perempuan Bagaimana Hukum Salat Pakai Sarung Tangan bagi Perempuan

Bagaimana Hukum Salat Pakai Sarung Tangan bagi Perempuan

Ibadah

Raya, Balita Sukabumi yang Tak Selamat Karena Cacingan Akut: Saat Kemiskinan Mengalahkan Hak Hidup Anak Raya, Balita Sukabumi yang Tak Selamat Karena Cacingan Akut: Saat Kemiskinan Mengalahkan Hak Hidup Anak

Raya, Balita Sukabumi yang Tak Selamat Karena Cacingan Akut: Saat Kemiskinan Mengalahkan Hak Hidup Anak

Muslimah Talk

Benarkah Islam Agama yang Menganjurkan Monogami?

Kajian

Woman Support Woman Sebagai Prinsip Memanusiakan Manusia Woman Support Woman Sebagai Prinsip Memanusiakan Manusia

Woman Support Woman Sebagai Prinsip Memanusiakan Manusia

Muslimah Daily

Trending

Hadis Nabi: Sebaik-baiknya Kamu adalah yang Berperilaku Baik pada Perempuan Hadis Nabi: Sebaik-baiknya Kamu adalah yang Berperilaku Baik pada Perempuan

Hadis Nabi: Sebaik-baiknya Kamu adalah yang Berperilaku Baik pada Perempuan

Kajian

Doa yang Diajarkan Nabi kepada Abu Bakar untuk Diamalkan Sehari-hari

Ibadah

Benarkah Islam Agama yang Menganjurkan Monogami?

Kajian

Rahmah El-Yunusiyah: Pahlawan yang Memperjuangkan Kesetaraan Pendidikan Bagi Perempuan

Muslimah Talk

Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah? Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah?

Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah?

Kajian

Kenapa Harus Hanya Perempuan yang Tidak Boleh Menampilkan Foto Profil?

Diari

maria ulfah kemerdekaan indonesia maria ulfah kemerdekaan indonesia

Maria Ulfah dan Kiprahnya untuk Kemerdekaan Indonesia

Khazanah

Dunia Membutuhkan Sains dan Sains Membutuhkan Perempuan

Muslimah Daily

Connect