Ikuti Kami

Khazanah

Pendidikan Politik Ala Rasulullah: Hikmah dari Perjanjian Hudaibiyah

Pendidikan Politik Ala Rasulullah: Hikmah dari Perjanjian Hudaibiyah
www.freepik.com

BincangMuslimah.Com- Rasulullah merupakan teladan terbaik dalam banyak aspek, tidak hanya saat bermasyarakat, tetapi juga di ranah politik. Beliau saw. selalu mengutamakan prinsip-prinsip kemanusiaan, keadilan, dan perdamaian dalam semua aspek kepemimpinan dan pengambilan keputusan. Di mana tujuannya merupakan kemaslahatan dan kesejahteraan umat atau rakyat bukan untuk kepentingan pribadi.

Perjalanan politik Rasulullah telah mulai sejak periode Makkah ditandai dengan peristiwa Baiat Aqabah I dan Baiat Aqabah II. Kedua perjanjian ini merupakan legitimasi dari masyarakat Madinah—terutama dari suku Aus dan Khazraj untuk menjadikan Rasul sebagai pemimpin mereka. Baiat ini juga menjadi tanda awal mula fase baru, yakni hijrah ke negeri Madinah dan awal dari pembentukan masyarakat Islam yang lebih terstruktur dan berdaulat.

Sementara di Madinah, di antara politik mulia dan monumental yang Rasulullah lakukan adalah terciptanya Piagam Madinah yang beliau rumuskan dan tanda tangani pasca hijrah. Beliau bukan hanya menjabat sebagai pemimpin agama, tetapi juga sebagai kepala pemerintahan yang mengatur urusan hukum hingga hubungan antar komunitas, termasuk dengan non-Muslim.

Contoh lain praktik politik Rasulullah adalah perjanjian Hudaibiyah dan gencatan senjata antara kaum muslimin dan kaum musyrikin. Dari satu peristiwa penting ini banyak pelajaran yang dapat diambil oleh umat termasuk dalam konteks politik. Dalam peristiwa ini, Nabi Muhammad menunjukkan sejumlah pendidikan politik yang dapat diaplikasikan hingga sekarang.

Latar Belakang Terjadinya Perjanjian Hudaibiyah

Setelah hijrah ke Madinah, Islam semakin berkembang dan umat Muslim meraih kemenangan dalam berbagai pertempuran melawan Quraisy. Rasulullah berinisiatif untuk kembali ke Makkah dan melaksanakan umrah. Ini menunjukkan pentingnya pendidikan politik dalam merumuskan kebijakan yang berorientasi pada dialog dan perdamaian. Keputusan ini merupakan harapan Rasul untuk menyatukan umat dan memperkuat nilai-nilai kemanusiaan di tengah konflik.

Baca Juga:  Apakah ada THR di Zaman Nabi?

Rombongan Kaum Muslimin Berangkat Menuju Makkah

Pada tahun ke-6 Hijriah, Rasulullah bersama sekitar 1.400 sahabat  berpakaian ihram keluar meninggalkan Madinah dan tidak membawa senjata perang sebagaimana perintah beliau, kecuali pedang yang berada dalam sarungnya dan membawa 70 ekor unta. Di sepanjang perjalanan, juga mengajak suku-suku Arab yang beliau temui. (Bidayah al-Nihayah 3/166). Rasulullah bermaksud ingin menunjukkan kepada mereka bahwa tujuan perjalanan ini adalah ibadah, bukan konflik, dengan harapan Quraisy tidak akan menghalangi.

Kaum Quraisy Menghadang Umat Muslim

Mendengar niat Rasulullah, pihak Quraisy merasa terancam dan berupaya menghalangi kedatangan umat Islam. Mereka mempersiapkan pasukan dan meminta bantuan dari suku-suku lain untuk melawan. Namun, saat mendekati Makkah, Rasulullah mendapat informasi tentang rencana tersebut dan memutuskan untuk mencari jalan alternatif. (Shulh al-Hudaibiyah h. 141)

Rasulullah memilih Hudaibiyah sebagai tempat singgah yang strategis. Di sini, beliau tidak hanya berstrategi secara militer, tetapi juga menunjukkan nilai pendidikan politik yang mulia. Beliau melibatkan para sahabat dalam pengambilan keputusan, mendengarkan pendapat mereka, dan mendorong musyawarah. Hal tersebut mencerminkan prinsip humanisme dalam kepemimpinan.

Nilai Politik Humanisme dalam Peristiwa Hudaibiyah

Dari peristiwa ini, terlihat bagaimana Rasulullah mengutamakan diplomasi dan pendekatan damai. Beliau berusaha menghindari konflik meski dalam situasi tegang. Keputusan untuk bernegosiasi dengan Quraisy di Hudaibiyah menunjukkan komitmen beliau terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Selain itu, sikapnya yang menghargai pendapat sahabat menunjukkan bahwa kepemimpinan yang baik harus melibatkan partisipasi aktif dari semua anggotanya. Rasulullah menunjukkan sikap bijaksana dengan tidak terburu-buru mengambil keputusan, melainkan melalui diskusi yang melibatkan para sahabat. Ketika muncul ketidaksetujuan, seperti yang terlihat dalam reaksi Umar bin Khattab yang awalnya merasa ragu dengan hasil musyawarah, Rasul tetap mengarahkan mereka untuk sabar dan menerima ketetapan Allah.

Baca Juga:  Kartini dan Upaya Memperjuangkan Emansipasi

Peristiwa Hudaibiyah menunjukkan bagaimana Rasulullah mengajarkan pendidikan politik yang berbasis humanisme. Beliau menekankan perlindungan harkat dan martabat manusia serta menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan dan kedamaian. Meski menghadapi situasi sulit, Rasul tetap menjaga kehormatan lawan politik dan berpegang pada perjanjian yang telah dibuat. Dengan politik humanisme, Rasulullah berusaha tidak mencederai nilai-nilai kemanusiaan saat berhadapan dengan siapa pun sekali pun dalam situasi yang serba sulit. Wallah a’lam.[]

Rekomendasi

Ditulis oleh

Khadimul 'Ilmi di Yayasan Taftazaniyah

Komentari

Komentari

Terbaru

Hj. Maria Ulfa; Qari’ah Terbaik Indonesia yang Konsisten Syiar Tilawah Alquran Hingga Usia Senja Hj. Maria Ulfa; Qari’ah Terbaik Indonesia yang Konsisten Syiar Tilawah Alquran Hingga Usia Senja

Hj. Maria Ulfa; Qari’ah Terbaik Indonesia yang Konsisten Syiar Tilawah Alquran Hingga Usia Senja

Khazanah

kesehatan reproduksi remaja kesehatan reproduksi remaja

Parenting Islami : Empat Bentuk Psikologis yang Dibutuhkan Anak dalam Sorotan Islam

Keluarga

Faizah Ali Syibromalisi: Ulama Perempuan dalam Jajaran Majelis Ulama Indonesia Faizah Ali Syibromalisi: Ulama Perempuan dalam Jajaran Majelis Ulama Indonesia

Faizah Ali Syibromalisi: Ulama Perempuan dalam Jajaran Majelis Ulama Indonesia

Muslimah Talk

Membangun Generasi Tangguh: Prof. Maila Dinia Husni Rahiem Bicara tentang Resiliensi dan Growth Mindset Membangun Generasi Tangguh: Prof. Maila Dinia Husni Rahiem Bicara tentang Resiliensi dan Growth Mindset

Bicara Pola Pikir Berkembang Bersama Prof. Maila Dinia Husni Rahiem

Muslimah Talk

Prof. Amelia Fauzia: Filantropi di Indonesia Masih Minim Riset dan Pengembangan Prof. Amelia Fauzia: Filantropi di Indonesia Masih Minim Riset dan Pengembangan

Prof. Amelia Fauzia: Filantropi di Indonesia Masih Minim Riset dan Pengembangan

Muslimah Talk

Next Class: Podcast Inspiratif dari LP2M UIN Jakarta Bersama Para Guru Besar Perempuan Next Class: Podcast Inspiratif dari LP2M UIN Jakarta Bersama Para Guru Besar Perempuan

Next Class: Podcast Inspiratif dari LP2M UIN Jakarta Bersama Para Guru Besar Perempuan

Berita

Jika Semua Bersandar Padaku, Maka Aku Bersandar Pada Tuhan Jika Semua Bersandar Padaku, Maka Aku Bersandar Pada Tuhan

Jika Semua Bersandar Padaku, Maka Aku Bersandar Pada Tuhan

Muslimah Daily

Ning Najhaty Sharma: Pemikiran Kritis nan Lugas dalam Balutan Karya Sastra Ning Najhaty Sharma: Pemikiran Kritis nan Lugas dalam Balutan Karya Sastra

Ning Najhaty Sharma: Pemikiran Kritis nan Lugas dalam Balutan Karya Sastra

Muslimah Talk

Trending

Kata Nabi Tentang Seseorang yang Senang Membully Temannya

Kajian

ratu bilqis ratu bilqis

Meneladani Kisah Ratu Bilqis Sebagai Sosok Perempuan Pemberani

Muslimah Talk

Peran Perempuan di Balik Sumpah Pemuda sampai Lahirnya Kongres Perempuan

Kajian

Cerita Seru Serba-Serbi Mondok: Selamat Hari Santri!!!

Diari

Ruby Kholifah: Pejuang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

Muslimah Talk

kesehatan reproduksi remaja kesehatan reproduksi remaja

Parenting Islami : Empat Bentuk Psikologis yang Dibutuhkan Anak dalam Sorotan Islam

Keluarga

Suami Istri Bercerai Anak Suami Istri Bercerai Anak

Suami Istri Bercerai, Anak Harus Memilih Siapa?

Keluarga

Parenting Islami : Ini Empat Cara Mendidik Anak yang Over Aktif

Keluarga

Connect