BincangMuslimah.Com – Indonesia memiliki populasi masyarakat adat sekitar 40-70 juta jiwa. Sebagai kelompok minoritas, seringkali mereka mengalami diskriminasi, intimidasi, bahkan kriminalisasi. Padahal jika menelisik sejarah Islam, sikap Rasulullah telah memberi contoh tentang toleransi dengan masyarakat adat di Madinah yang notabene dihuni oleh berbagai kelompok, di mana kelompok masyarakat tersebut masih memegang adat istiadat dan tradisi dari pendahulunya.
Masyarakat adat juga kerap mendapatkan stigma negatif karena dianggap tidak menjunjung tinggi konsep nasionalisme, beberapa alasannya adalah karena tidak menggunakan bahasa nasional dan tidak memeluk agama yang diakui pemerintah. Tetapi jika melihat Nabi Muhammad dahulu, beliau malah memberikan jaminan perlindungan kepada umat agama lain untuk melaksanakan ibadah sesuai kepercayaan mereka.
Piagam Madinah menjadi salah satu bukti konkrit undang-undang yang mengatur hubungan antar-manusia. Piagam inilah yang digunakan Rasulullah sebagai pedoman etik dan moral bagi umat Islam di tengah-tengah masyarakat kota Yatsrib yang kemudian namanya berubah menjadi madinah an-Nabawi. Hal inilah seharusnya dipegang oleh seluruh manusia, khususnya dalam konteks ini ialah rakyat Indonesia yang mayoritasnya umat muslim.
Piagam Madinah juga mencerminkan keadilan yang direpresentasikan sikap Rasulullah terhadap kelompok Yahudi yang sudah lama membuat perkampungan di Yatsrib. Adapun tentang kedatangan Yahudi di kota tersebut banyak beragam pendapat, ada yang mengatakan bahwa mereka telah menempati wilayah Arab pada tahun 70 M setelah Yerusalem dihancurkan Romawi sehingga banyak orang Yahudi yang bermigrasi ke wilayah Arab. (Hikmah Tersirat dalam Lintas Sejarah Hidup Rasulullah h. 236)
Sementara mayoritas sarjana Barat berpendapat bahwa komunitas Yahudi di tanah Arab bukan berasal dari keturunan Yahudi asli. Mereka diperkirakan sebagai orang-orang Arab yang memeluk agama Yahudi. Menurut M. Gil, suku-suku Yahudi Madinah adalah proselytes berasal dari keturunan Badui. Beberapa abad kemudian, jumlah mereka semakin bertambah di mana kelompok mereka tidak hanya mengadopsi kehidupan agrikultur dan pandangan hidup umat Yahudi, namun juga bahasa Aramaik. (Yahudi di Madinah, h. 74)
Sebelum adanya piagam Madinah, bahkan Nabi saw. juga telah melakukan perjanjian damai dengan Yahudi berulang kali. Seperti perjanjian damai Rasul hanya dengan Bani Quraidhah. Nabi membuat kesepakatan damai dengan Yahudi Khaibar, Taima, Yahudi Wadi al-Qura dan Bani Ghudyah serta kelompok Yahudi lainnya. (Sejarah Yahudi di Tanah Arab, h. 115)
Bukan hanya kaum Yahudi, masyarakat yang menduduki kota Madinah setidaknya berasal dari tiga kelompok yang berbeda, yakni muslim dari kalangan Muhajirin dan Anshar sebagai kelompok mayoritas, non-muslim seperti suku Aus dan Khazraj yang belum masuk Islam sebagai kelompok minoritas, dan juga kelompok Yahudi.
Di bawah kepemimpinan Rasulullah mereka hidup rukun, damai, dan harmonis, seluruh masyarakat menerapkan ajaran toleransi sehingga mereka bisa saling menghargai satu sama lain dan dapat hidup dengan damai dalam perbedaan. Padahal telah masyhur, bahwa sebelum hijrahnya Nabi ke Madinah ada dua klan (Aus dan Khazraj) selalu mengadakan permusuhan dan pertumpahan darah, beberapa kelompok lain juga tidak jarang melakukan peperangan.
Kelompok masyarakat Nabi yang lain, juga terdapat suku badui Arab di mana suku-suku lain cenderung tidak mau memperdulikan mereka, keadaannya dipandang sebelah mata. Hal ini sebagaimana Masyarakat adat yang erat dengan karakteristik tradisional yang diasosiasikan dengan kemunduran dan sering termarginalkan. Namun Rasulullah tentu mengajarkan umatnya harus berlaku baik terhadap mereka yaitu menghormati dan mengayomi.
Dalam konteks Indonesia, masyarakat adat adalah salah satu bagian yang sangat berharga dari keragaman budaya dan kehidupan di bumi pertiwi ini. Mereka adalah kelompok masyarakat yang telah hidup berdasarkan asal-usul leluhur dan masih memegang teguh sistem nilai dan sosial budaya dari nenek moyangnya.
Sama halnya dengan masyarakat lain, mereka memiliki hak untuk mempertahankan identitas, budaya, dan cara hidup mereka. Sebagai umat Nabi Muhammad, seharusnya kita meneladani bagaimana Nabi Muhammad berinteraksi dengan masyarakat adat. Rasulullah tidak pernah membeda-bedakan orang berdasarkan asal suku, warna kulit, kebangsaan, dan sebagainya.
Meskipun Rasulullah diutus membawa misi risalah Islam dan membentuk negara kedaulatan Islam, namun beliau tidak pernah memaksa, mengintimidasi, bahkan memakai kekerasan satu kelompok untuk memeluk agamanya. Kita bisa pelajari bahwa sikap Rasulullah terhadap masyarakat adat dan lainnya justru memberi kebebasan, menunaikan hak-hak, bahkan memberi perlindungan, dan menjamin keamanan.
1 Comment