BincangMuslimah.Com – Dalam Islam termaktub ajaran bahwa anak adalah suatu anugerah yang besar bagi kedua orang tuanya. Tak jarang, kehadiran mereka bagaikan pelipur lara bagi orang tua. Pengobat dari yang sakit, sedih, kecewa dan lain sebagainya. Anak-anak berbeda jauh dengan orang dewasa. Mendidik anak pun membutuhkan kelembutan, kasih sayang, dan perhatian dengan porsi lebih banyak. Hal tersebut sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad yang menyayangi anak-anak.
Dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhari, dari sahabat Anas seorang sahabat Nabi, anas bercerita terkait kasih sayang Nabi pada anak-anak. suatu hari Nabi sedang menjadi imam Sholat berjamaah. Tiba-tiba terdengar suara anak menangis, Lalu Nabi segera memendekkan bacaan sholatnya. Karena beliau tidak ingin membuat ibunya menjadi risau.
سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ مَا صَلَّيْتُ وَرَاءَ إِمَامٍ قَطُّ أَخَفَّ صَلاَةً وَلاَ أَتَمَّ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنْ كَانَ لَيَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فيخفف مخافة أن تفتن أمه
“Aku mendengar Sahabat Anas bin Malik berkata “Aku tidak pernah shalat di belakang imam yang lebih cepat dan lebih sempurna shalatnya dari Nabi Muhammad. Saat Nabi Muhammad mendengar tangisan bayi, ia mempercepat (shalatnya) khawatir ibunya merasa tertekan” (HR. Bukhari)
Pada hadis lain, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Nabi bersabda;
إِنِّي لاَقُومُ فِي الصَّلاَةِ أُرِيدُ أَنْ أُطَوِّلَ فِيهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَّزُ فِي صَلاَتِي كَرَاهِيَةَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمِّه
Saat Aku sedang shalat, aku ingin memperlama shalatku, lalu aku mendengar tangisan bayi, aku pun mempercepat shalatku khawatir akan memberatkan (perasaan) ibunya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada kisah yang lain sebagaimana termaktub dalam kitab Durratun Nashihin halaman 264-265, karya Syekh Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakir, diceritakan, saat tengah melaksanakan perayaan Hari Ied, Rasulullah keluar rumah untuk menunaikan Hari Raya. Di tengah jalan, perhatian beliau terarhkan pada anak-anak yang tengah berkumpul. Nabi melihat banyak sekali anak kecil sedang bermain dengan riang gembira sambil tertawa ria. Para anak-anak ini bahagia sebab mengenakan pakaian baru; baju baru, celana baru, sandal mereka pun kelihatan mengilap.
Di tengah asyik melihat anak-anak yang bermain ria, tetiba pandangan Nabi tertuju pada seorang anak yang tengah duduk menyendiri di pojokan. Ia tak ada teman, hanya sendiri. Nabi melihat anak-anak sedang menangis tersedu-sedu. Nabi kian prihatin, melihat baju bocah kecil itu yang kusut dan lusuh. Kakinya pun tak ada sandal untuk mengalas.
Di tengah kesedihan anak itu Nabi pun mendekatinya, lalu beliau mengusap-usap anak itu, selanjutnya dan mendekap ke dada. “Mengapa kau menangis, nak?” tutur lirih Nabi. Mendengar perkataan itu, anak itu menjawab, “Biarkanlah aku sendiri”. Tampaknya bocah kecil itu tak mengenali dan mengetahui bahwa yang bertanya Nabi.
Anak itu belum tahu orang yang ada dihadapannya adalah Rasulullah saw yang terkenal sebagai pengasih.
“Ada apa dengan mu,“ Rasul melanjutkan. “Ayahku mati dalam suatu pertempuran bersama Nabi, kemudian ibuku nikah lagi dengan pria lain. Kini hartaku habis dimakan suami ibuku, dan nasib ku kini terlantar. Aku diusir dari rumahnya. Sekarang, di hari raya ini aku tak mempunyai baju baru dan makanan yang enak. Aku sedih melihat kawan-kawanku bermain dengan riangnya itu.” Cerita anak itu terkait nasibnya.
Mendengar itu, Rasullullah lantas membimbing anak tersebut seraya menghiburnya, dan berkata; “Sukakah kamu bila aku menjadi bapakmu, Fatimah menjadi kakakmu, Aisyah menjadi ibumu, Ali sebagai pamanmu, Hasan dan Husain menjadi saudaramu?” Anak itu menyadari bahwa yang tengah berbicara itu adalah Nabi.
Ia pun segera menjawab “Mengapa aku tak suka, ya Rasulullah?”. Selepas itu, Rasulullah pun membawa anak itu ke rumah. Anak itu diangkat sebagai anak angkat Nabi. Di rumah, diberinya pakaian yang paling indah, memandikan, dan memberikannya perhiasan agar ia tampak lebih gagah, lalu mengajaknya makan.
Pada kisah lain termaktub kasih dan cinta nabi pada cucunya yang masih kanak-kanak, Hasan dan Husein bin Ali. Kisah ini termaktub dalam Sunan Tirmidzi, Nasa’i, Musnad Ahmad diceritakan nabi tengah berkhutbah, kemudian lewat dua cucunya, yang anak Ali dan Fatimah yakni Hasan dan Husein. Lalu baginda berhenti sejenak dari khutbah, menggendong dan membawa mereka ke mimbar.
عن أَبِى بُرَيْدَةَ يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَخْطُبُنَا إِذْ جَاءَ الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ عَلَيْهِمَا قَمِيصَانِ أَحْمَرَانِ يَمْشِيَانِ وَيَعْثُرَانِ فَنَزَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنَ الْمِنْبَرِ فَحَمَلَهُمَا وَوَضَعَهُمَا بَيْنَ يَدَيْهِ (سنن الترمذي، سنن النسائي، ومسند أحمد).
Artinya : Dari Abu Buraidah, bercerita: Bahwa suatu saat Rasulullah saw. sedang berkhutbah di hadapan kami, lalu datang Hasan dan Husein berbaju merah berjalan dan terjatuh. Nabi saw. turun dari mimbar, menggendong dan membawa mereka di pangkuan baginda.
Bahkan dalam hadis lain diceritakan tatkala Nabi shalat dipundaknya biasa dinaiki oleh Hasan dan Husein. Lebih lagi, suatu waktu ketika shalat jamaah Nabi lama sekali dalam sujud. Salah satu jamaah sampai bangun dari sujud khawatir terjadi suatu hal pada Nabi. Kemudian sahabat itu menyadari Hasan dan Husein sedang menaiki pundak Nabi yang tengah sujud.
Untuk itu, menyayangi anak adalah perintah agama. Memberikan kasih sayang pada anak telah lama dicontohkan oleh Nabi. Seyogianya setiap orang tua menyayangi anak-anaknya. Pun orang dewasa, agar memberikan rasa kasih sayang pada anak-anak. Dengan memberikan cinta dan kasih sayang, maka kekerasan terhadap anak-anak akan bisa diatasi. Kita cukup prihatin dengan nasib anak-anak yang marak mengalami pelbagai kekerasan di luar sana. Islam dan Nabi sudah memberikan contoh konkrit untuk menyayangi dan memberikan cinta pada anak-anak.