BincangMuslimah.Com – Meskipun dalam riwayat masyhur terkenal dengan ketegasannya, Sayyidina Umar juga dikenal sebagai sosok yang tidak pernah menunjukkan sifat kasar dan keras kepada perempuan. Artinya, Khalifah Umar bin Khattab memiliki pribadi yang lemah lembut, ia juga sangat perhatian kepada kaum perempuan dan bahkan menganggap dirinya adalah bapak bagi para perempuan.
Sewaktu menjabat sebagai khalifah, sahabat Rasulullah tersebut memiliki kebiasaan keliling rumah penduduk di setiap malam harinya. Ia tidak akan tidur sebelum yakin warganya tidak melalui malam kecuali dengan perut kenyang dan hati yang tentram.
Sebagaimana dikisahkan dalam kitab Fatwa dan Ijtihad Umar bin Khaththab karangan al-Halawi. Zaid bin Aslam pernah menceritakan bahwa suatu malam ketika Khalifah Umar sedang ronda, ia lewat di depan rumah seseorang. Dari dalam rumah tersebut, terdengar suara seorang perempuan yang lirih sedang bersenandung untaian syair: “Malam ini terasa panjang, sunyi senyap hitam kelam; Lama aku tiada kekasih, yang kucumbu dan kurayu.“
Umar bin Khattab lantas menanyakan kepada orang yang juga kebetulan lewat di tempat itu, siapa gerangan perempuan itu. Darinya didapatkan informasi, bahwa perempuan tersebut adalah istri dari seorang prajurit Islam yang sedang berjuang di medan jihad. Keesokan harinya, Khalifah Umar bersurat kepada komandan di lapangan agar suami fulanah tersebut segera pulang ke rumahnya.
Tidak berhenti disitu, Sayyidina Umar juga berusaha mencari tahu, sebenarnya berapa lama waktu bagi seorang istri dapat menahan kerinduan akan suaminya. Untuk menjawab rasa penasarannya itu lalu ia mengunjungi rumah putri kandungnya, Hafshah.
“Wahai, putriku. Berapa lama seorang perempuan mampu menahan (sabar) ditinggal pergi suaminya?” Tanya Umar setelah berbasa-basi.
Awalnya, Hafshah terkejut dan tersipu malu mendengar pertanyaan yang tak disangka itu dari ayahnya. “Subhanallah. Orang seperti ayah bertanya kepada saya tentang soalan ini?”
“Kalau misalnya bukan karena kepentingan umat, tentu Ayah tidak akan menanyakan hal ini kepadamu.” Jelas Umar, melanjutkan.
Setelah mendapatkan pengertian, Hafshah menjawab bahwa rentang waktu kesabaran seorang istri untuk menunggu suaminya pulang ialah sekitar lima atau enam bulan. Semenjak itu, Khalifah Umar menetapkan waktu tugas bagi seluruh prajurit Muslim di medan perang tidak lebih dari enam bulan. Rinciannya, satu bulan merupakan perjalanan pergi ke gelanggang jihad, empat bulan lamanya di lapangan, kemudian satu bulan sisanya untuk perjalanan pulang.
Diriwayatkan pula dalam kitab 150 Qishah min Hayati Umar ibn al-Khaththab karya al-Tanthawi. Suatu hari Khalifah Umar mendatangi perempuan-perempuan yang ditinggalkan suami mereka yang tengah berjihad. Ketika sampai di pintu rumah mereka, Umar bertanya, “Apakah kalian membutuhkan sesuatu? Atau di antara kalian ada yang ingin membeli sesuatu? Sesungguhnya aku tidak suka kalian tertipu dalam jual-beli.” Maka, Umar kemudian membawa mereka ke pasar bersama anak-anak mereka yang jumlahnya cukup banyak, dan membelikan kebutuhan mereka.
Perhatian Umar bin Khattab kepada kaum perempuan yang lain juga bisa dilihat ketika seorang utusan datang membawa surat dari para suami, Khalifah Umar sendiri yang mengantarkan surat-surat tersebut langsung kepada mereka seraya berkata, “Suami-suami kalian berada di jalan Allah, sedangkan kalian berada di negeri Rasulullah saw. Apakah ada di antara kalian yang bisa membaca? Atau jika tidak, kalian bisa mendekati pintu-pintu kalian dan aku yang membacakannya.”
Umar juga menyaratkan istri-istri para mujahid tadi untuk membalas surat suaminya, “Utusan pembawa surat akan pergi pada hari sekian dan sekian. Maka, tulislah surat untuk suami kalian.” Umar membagikan kertas dan alat tulis, lalu mengambil surat-surat mereka dan mengirimkannya kepada suami-suami mereka.[]