BincangMuslimah.Com – Imam Syafii menggambarkan bahwa pendidikan sejak kecil seperti menulis di atas batu. Karena itu, Islam menganjurkan agar anak harus dilatih melakukan ibadah sejak usia dini. Sebab kebaikan tumbuh dari kebiasaan, keburukan pun lahir dari kebiasaan. Maka bimbingan orang tua yang akan menentukan pertumbuhan anak.
Lalu terkait pembelajaran puasa bagi anak-anak, pada usia berapa kita dianjurkan untuk mengajarkan puasa pada anak? Haruskah kita melatih anak berpuasa sejak dini atau saat memasuki usia baligh saja? Secara umum, syariat Islam memerintahkan kita agar melatih anak kecil untuk terbiasa melaksanakan kewajiban-kewajiban Allah Swt., dimulai dari usia mereka tujuh tahun.
Dalam hal ini, Yusuf Qardhawi menyamakan anjuran melatih anak untuk puasa sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam perkara salat, “Perintahkan anak-anak kalian untuk salat pada usia tujuh tahun, dan pukullah mereka karenanya pada usia 10 tahun.” 2 Dalam hadis lain dinyatakan, “Ajarkanlah anak kalian untuk salat pada usia tujuh tahun, dan pukullah mereka pada usia sepuluh tahun.” (HR. Bukhari)
Menurut Yusuf Qardhawi dalam Fiqh as-Syiyam, hadis Ini mengisyaratkan pengajaran dan pendidikan bagi anak-anak dalam dua tahap, pertama, tahap perintah, pengajaran, dan anjuran. Itu dilakukan pada usia anak tujuh tahun. Kedua, tahap pukulan, pelatihan, dan peringatan. Itu dilakukan pada usia anak sepuluh tahun.
Pemukulan ini tidak dilakukan kecuali setelah anak diberi kesempatan tiga tahun untuk diajak, dianjurkan, dan dibujuk. Setelah itu, masuk tahap penugasan dan sanksi, tentu dengan sanksi yang sesuai. Semua ini dalam rangka menanamkan pendidikan yang serius. Pendidikan ini sepenuhnya diserahkan kepada orang tua. Bukan sekadar ucapan belaka, tetapi setelahnya tidak ada perhitungan, pahala, dan sanksi.
Pemukulan di sini merupakan metode dalam keadaan darurat. Kedaruratan dilakukan sesuai dengan kebutuhannya. Tidak boleh menggunakan cemeti atau kayu yang menyakitkan dan melukai. Memukul anak-anak tidak boleh menjadi pilihan orangtua, tetapi mendidik mereka dengan suri teladan dan kata-kata yang bijak, mencontoh Rasulullah saw. yang tidak pernah memukul dengan tangannya satu kali pun. Tidak kepada istrinya, pembantunya, anak-anak, bahkan kepada serangga sekalipun.
Walaupun hadis Nabi tersebut berbicara dalam konteks salat, hal ini juga sesuai untuk konteks puasa dalam berbagai hal kecuali satu perbedaan, yaitu dalam kemampuan jasmaniah. Adakalanya seorang anak sudah mencapai usia tujuh atau sepuluh tahun, tetapi kondisi tubuhnya lemah dan tidak memungkinkan untuk berpuasa. Maka bisa dilakukan secara pelan-pelan sampai kondisi tubuh mereka benar-benar kuat.
Para sahabat dahulu telah membiasakan anak-anaknya untuk berpuasa semenjak mereka kecil dengan cara memberikan mainan berupa bulu domba. Saking bahagianya, hingga tidak terasa saat berbuka puasa tiba. Bukanlah kewajiban menuntut anak-anak berpuasa selama sebulan penuh, karena mereka masih belum mampu. Di samping itu, penuntutan tersebut juga tidak tepat ditujukan kepada mereka.
Barangkali pada tahun pertama bisa diterapkan kepada mereka untuk berpuasa, misalnya dua atau tiga hari. Setelah itu bertahap seminggu atau dua minggu, sehingga memungkinkan mereka untuk berpuasa selama sebulan penuh. Jadi suatu kekeliruan yang dilakukan ayahnya atau ibunya, yaitu membiarkan anak-anaknya sampai akil baligh tidak berpuasa.
Wallahu’alam