BincangMuslimah.Com- Keberadaan Pancasila sebagai ideologi negara sesungguhnya punya peran besar menyatukan keberagaman yang ada di negeri ini. Adanya Pancasila sebagai landasan negara, mampu merekatkan perbedaan suku, bangsa, ras, bahasa dan agama. Sayangnya, masih banyak yang menyulut perbedaan menjadi masalah yang tidak seharusnya terjadi. Salah satunya perundungan pada anak dengan agama yang berbeda.
Walau jarang jadi perhatian, satu dua masih ada temuan kasus bully atau perundungan pada anak karena perbedaan agama. Misalnya, macam kasus yang dilaporkan oleh salah satu portal berita lokal, BandungBergerak.id. Kasus bully terjadi pada salah seorang anak yang merupakan penganut Penghayat Kepercayaan Budi Daya.
Dikisahkan di dalam artikel tersebut, masih ada anak-anak yang menerima canda berbau ejekan soal agama yang dianut. Sesekali ada pula yang menyuarakan ‘ayo login’ dari teman-teman sekolahnya. Portal berita lain juga melaporkan kasus berbeda dengan masalah yang sama, TribunTangerang.com, terjadi perilaku intoleransi yang terjadi, baru di tahun lalu.
Korban disebutkan masih duduk di bangku sekolah dasar, dipaksa menggunakan jilbab. Padahal, agama yang anak perempuan ini tidak mengharuskan untuk menggunakan jilbab. Tidak sampai di sana, korban yang dilaporkan masih duduk di bangku kelas dua SD ini turut mendapatkan perundungan hingga kekerasan.
Pemaksaan menggunakan agama mayoritas di suatu instansi pendidikan memang masih saja ditemukan. Kurangnya edukasi dan pemahaman terkait toleransi dan keberagaman semakin ‘menyuburkan’ penindasan di lingkungan sekolah. Anak atau pelajar yang tidak menurut, selain pengucilan bakal mendapatkan ‘bonus’ tidak menyenangkan.
Sesungguhnya, perundungan pada anak karena agama yang berbeda tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Masalah ini mungkin hampir ditemukan di seluruh lapisan negara. Faktornya pun sama, selalu seputar jenis kelamin, ras, etnis, suku bangsa, termasuk agama. Biasanya, kelompok minoritas entah itu dari sisi etnis, suku, hingga agama, selalu rentan jadi korban penindasan.
Mengenal Apa Saja Bentuk Bullying Berbasis Agama
Sebelum jauh masuk ke dalam pembahasan dampak dan pencegahan, rasanya masyarakat perlu memahami apa saja bentuk bullying berbasis agama ini. Secara umum bully atau perundungan adalah perilaku agresif berupa ucapan dan fisik, dengan berulang-ulang oleh seseorang yang memiliki kuasa, kepada mereka yang lemah, dengan tujuan menyakiti.
Bentuk dari perundungan berbasis agama, biasanya tidak jauh dengan tindakan menyakiti pada pemeluk agama minoritas. Seperti, mengolok-olok teman yang berbeda keyakinan. Melempar ejekan tentang bagaimana cara beribadah pemeluk agama lain. Bentuk bully lainnya adalah menyematkan julukan atau istilah yang tidak menyenangkan.
Pada tahap lanjut, bullying ini bisa mengarah pada pemaksaan menggunakan atribut keagamaan mayoritas di lingkungan tersebut. Pelarangan menjalankan ibadah, sampai memaksa untuk mengikuti pelajaran atau ibadah agama mayoritas.
Kenapa hal ini bisa terjadi? Tidak cukup satu faktor untuk menjelaskan kenapa masih ditemukan kasus perundungan berbasis agama ini. Â Namun secara garis besar, tindakan intoleransi bisa muncul, mungkin karena kurangnya pemahaman terhadap agama atau keyakinan orang lain. Kondisi ini membuka peluang munculnya stigma dan stereotip negatif pada mereka yang berbeda. Situasi di atas pun saling bertalian dengan lingkungan sosial dan pendidikan yang tidak terbuka. Ditambah, ketidakmampuan individu untuk berempati. Mengabaikan dan bersikap acuh terhadap pengalaman dan perasaan orang lain.
Dampak bullying bagi anak yang berbeda agama
Bullying yang terjadi pada anak berbeda agama merupakan bentuk intoleransi. Lantas apa yang terjadi jika terus melanggengkan intoleransi? Melansir dari sebuah jurnal yang meneliti terkait dampak perilaku intoleran, ada beberapa hal yang bakal terjadi.
Perilaku intoleransi nyatanya dapat memberikan dampak yang cukup signifikan pada sisi psikologis. Di antaranya, anak menjadi rendah diri, muncul rasa tidak aman dan nyaman secara emosional, hingga gangguan kognitif. Tidak hanya itu, anak yang menerima perilaku intoleransi juga dapat mengalami stres secara emosional.
Ia juga bisa mengalami isolasi di lingkungan sosial. Bahkan, memengaruhi secara negatif terhadap identitas personal anak yang menjadi korban. Tentu saja, situasi ini dapat mengganggu perkembangan karakter, turunnya daya toleransi dan menciptakan konflik berkelanjutan.
Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk menekan bahkan ‘memusnahkan’ bullying pada anak yang beda agama? Hal ini sangat membutuhkan kerja sama atau kolaborasi lintas sektor. Orang tua, pendidik, dan masyarakat harus saling bahu-membahu membentuk karakter positif dan toleransi pada anak. mendorong dialog terbuka, khususnya soal keberagaman dan perbedaan yang ada di sekitar mereka.
Selain itu, penting untuk mendorong pengembangan empati pada anak. Jika semua melakukannya dengan tepat dan benar, ada harapan generasi mendatang memiliki karakter inklusif, positif dan toleransi terhadap sesama.
Link
file:///C:/Users/62812/Downloads/4560-Article%20Text-12016-1-10-20231114.pdf
#KitaBikinInklusif