BincangMuslimah.Com – Setiap orang tentunya ingin dihormati oleh orang lain. Namun, sebelum mengharapkan penghormatan dari orang lain, ada baiknya kita memberikan penghormatan terlebih dahulu. Bentuk penghormatan bukan dengan mengangkat tangan, akan tetapi menunjukkan perilaku yang terpuji di hadapan manusia lainnya tanpa memandang perbedaan yang ada. Menjelaskan mengenai hal ini, Islam membagi beberapa ragam bentuk perilaku penghormatan di antaranya:
Mencium tangan
Islam memberikan ajaran yang jelas dan detail tentang mencium tangan. Rasulullah saw. melalui sunahnya telah mencontohkan dan memberi tauladan secara rinci. Sehingga mencium tangan berlaku pada kehidupan sehari-hari manusia meskipun ada saja yang memandang negatif, namun tetap mempunyai nilai ibadah.
Istilah mencium tangan dalam bahasa Arab memiliki dua makna yakni secara bahasa (etimologis) dan secara istilah (terminologis). Secara bahasa, mencium (al-Qublah) artinya mengecup (al-Latsmah). Sedangkan secara istilah, mencium tangan adalah mengecup tangan dengan menggunakan bibir pada atas atau telapak tangan sebagai bentuk ungkapan rasa hormat dan rasa kasih sayang.
Nabi Muhammad saw. selalu menggunakan tangan kanannya untuk beribadah, makan, minum, dan menggunakan tangan kirinya untuk melakukan hal yang kurang bersih. “Beliau tidak pernah menyentuh tangan wanita,” kata Aisyah, “jika menerima baiat mereka beliau menerimanya secara lisan.”
Dalam kedua tangan Nabi diletakkan kunci-kunci kekayaan bumi. Sebagaimana tercantum dalam hadis, yang berbunyi: “Abu Hurairah berkata bahwa ia mendengar Rasulullah saw. berkata, “Aku diutus dengan jawâmi’ul kalim, aku dibantu dengan timbulnya rasa takut di hati musuh Ketika aku sedang tidur dibawakan kepadaku kunci-kunci kekayaan bumi yang kemudian diletakkan di tanganku.”
Para sahabat mengetahui keberkahan tangan Nabi. Kedua tangan Nabi adalah simbol dari kemurahan Allah Swt. Mereka senang menyentuh dan menciumnya. Mereka juga berlomba-lomba untuk memperoleh air yang telah beliau sentuh. Kemudian setelah meninggalnya Rasulullah saw., para sahabat yakin bahwa orang-orang yang belum pernah melihat dan berjumpa beliau, senang menyentuh dan mencium tangan-tangan yang pernah menyentuh tubuh Rasulullah Saw. Bahkan orang Yahudi dan Nasrani yang mengakui beliau sebagai pesuruh Allah Swt. juga memperlihatkan kecintaan serta penghormatan mereka terhadap Rasulullah dengan mencium tangan dan kaki beliau.
Sebagaimana diceritakan dalam hadis riwayat at-Tirmidzi dan lainnya, bahwa ada dua orang Yahudi bersepakat menemui Rasulullah. Salah seorang dari mereka berkata : “Mari kita pergi menghadap orang yang mengaku Nabi ini untuk menanyainya tentang sembilan ayat yang Allah turunkan kepada Nabi Musa”. Tujuan kedua orang Yahudi ini adalah hendak mencari kelemahan Rasulullah, karena beliau adalah seorang yang Ummi (tidak membaca dan tidak menulis). Mereka menganggap bahwa Rasulullah tidak mengetahui tentang sembilan ayat tersebut. Ketika mereka sampai di hadapan Rasulullah dan bertanya mengenai sembilan ayat yang diturunkan kepada Nabi Musa tersebut, Rasulullah menjelaskan pada keduanya secara rinci tanpa kurang suatu apapun. Kedua orang Yahudi ini sangat terkejut dan terkagum-kagum dengan penjelasan Rasulullah. Kedua orang Yahudi ini kemudian langsung mencium kedua tangan Rasulullah dan kakinya. (At-Tirmidzi berkata bahwa kulitas hadis ini Hasan Shahih).
Menundukan badan (Inhina)
Dalam Islam sendiri menundukan badan disebut inhina. Perihal hukum inhina terdapat perbedaan pandangan, salah satu sebab dilarangnya perbuatan inhina yakni karena dianggap mengandung unsur menyerupai orang-orang kafir. Sebagian orang-orang Eropa memberikan penghormatan pada para pembesarnya dengan membuka topi kepala sambil menundukkan kepala dan sedikit punggung. Menyerupai orang kafir dalam hal kebiasaan ciri khas mereka merupakan sesuatu yang hukumnya haram.
Menundukan badan kepada orang tua dengan cara sungkem, mencium tangan guru dengan menundukan badan, ataupun dengan sedikit menundukan kepala kepada sesama muslim ketika berjumpa di jalan adalah hal yang sudah menjadi kebiasan masyarakat Indonesia pada umumnya. Perilaku ini dijadikan patokan untuk menilai akhlak seseorang.
Salah satu contoh penggunaan kalimat tersebut dapat dilihat pada hadis Nabi: “Menceritakan kepadaku Abdullah bin Yazîd (ia berkata): Bahwasannya Rasulullah saw. apabila berkata ”sami’a Allahu Liman Hamidah” tidak ruku (menundukan punggung badan untuk ruku) di antara kami para sahabat, kecuali telah sampai kepada Nabi keadaan sujud, baru kemudian kami sujud setelahnya.”
Namun, pada hadis di atas pengertian inhina yang dimaksud adalah inhina dalam bentuk ruku ketika beribadah. Akan tetapi, yang menjadi pembahasan di sini yakni inhina ketika bertemu dengan seseorang, yaitu dengan sedikit membungkukkan badan.
Berdiri menyambut kedatangan dan mengantarkan kepergian seseorang
Arti berdiri di dalam bahasa Arab yaitu qôma-yaqûmu-qouman-wa qiyâman yang artinya bangkit berdiri tegak. Namun, pada lafadz hadis terdapat dua pemaknaan kalimat qôma: pertama, “qôma Ilaihi” maknanya segera berdiri untuk menolong atau untuk menyambut seseorang demi memuliakannya. Dan kedua, “qôma Lahu” maknanya berdiri di tempat untuk memberikan penghormatan.
Berdiri sebagai bentuk penghormatan akan kedatangan atau kepergian seseorang merupakan salah satu budaya yang telah terpatri bahkan menjadi kesatuan antara ibadah dan adab. Seperti beberapa contoh perilaku berikut: para tamu undangan berdiri saat mempelai yang mengadakan walimah memasuki ruangan, peserta pertemuan berdiri saat tokoh penting, pejabat, atau tamu istimewa memasuki ruangan, pelayat berdiri ketika jenazah hendak diberangkatkan ke makam, dan peserta upacara berdiri saat lagu tertentu dinyanyikan.
Contoh perilaku di atas merupakan perilaku yang sering terjadi pada masyarakat umumnya. Mungkin memang terdapat beberapa hal yang secara teks hadis tidak diperbolehkan, tetapi mungkin saja tujuan hadis itu berbeda dengan situasi yang dimaksudkan pada perilaku di atas.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwasannya dalam Islam membagi ragam bentuk perilaku penghormatan pada orang lain menjadi tiga, yaitu mencium tangan, menundukkan badan (inhina), dan berdiri menyambut kedatangan dan mengantarkan kepergian seseorang.
Sumber
Qurtubi, Ahmad. “Penghormatan Dalam Islam Perspektif Hadis”. Skripsi: Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.
Al-Hijazi, Shalahudin Fatih. Fiqh Mencium. Jakarta: Pustaka Group. 2009.
Munawir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawir Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif. 1984.