BincangMuslimah.Com- Saat ini media sosial sedang heboh dengan pro-kontra tentang himbauan perubahan azan maghrib yang biasanya ditayangkan di televisi menjadi pemberitahuan waktu maghrib berbentuk tulisan berjalan.
Himbauan ini muncul karena azan maghrib akan bertepatan dengan acara misa yang dipimpin oleh Paus Fransiskus. Misa tersebut tayang di seluruh televisi nasional pada tanggal 5 September 2024 pukul 17.00 hingga 19.00 WIB. Hal ini berdasarkan himbauan Kominfo (Kementrian Komunikasi dan Informatika) setelah mendapatkan surat dari Kementrian Agama no. B6/DJ.V/BA.03/09/2024.
Karena himbauan merubah azan maghrib menjadi pemberitahuan waktu maghrib dengan tulisan berjalan membuat umat Muslim terbagi menjadi dua golongan pro dan kontra. Kelompok Muslim kontra berpendapat bahwa perubahan ini membuka peluang agar meniadakan azan maghrib di televisi bukan hanya saat acara misa. Selain itu azan di televisi juga menjadi penanda masuknya azan untuk daerah-daerah yang mungkin jauh dari masjid atau musholla.
Meskipun azan di televisi tidak ada dalam 5 waktu, melainkan hanya saat subuh dan maghrib, hal ini menjadi penting karena kedua waktu tersebut memiliki waktu yang singkat. Sehingga adanya pengingat agar Muslim yang sedang sibuk tidak menjadi lalai. Terdapat berbagai argument lainnya yang menentang kebijakan ini.
Perbedaan Pendapat
Pendapat-pendapat semacam ini tidak salah, akan tetapi ada beberapa poin yang bisa kita jadikan sebagai pertimbangan dalam menghargai dan menghormati agama lain atau sebagai bentuk toleransi beragama.
Pertama, azan maghrib di televisi bukan ditiadakan melainkan diubah menjadi pemberitahuan waktu maghrib sehingga masih ada pengingat bahwa waktu maghrib sudah masuk. Lagi pula hal ini merupakan himbauan bukan kewajiban. Sebagaimana yang disebutkan oleh Prabu Revolusi, Dirjen IKP Kominfo di dalam sebuah wawancara, “Yang perlu dipahami adalah ini merupakan sebuah himbauan untuk TV dapat mengganti adzan dengan tulisan berjalan, apakah televisi harus? Tidak. Tergantung kepada lembaga penyiaran masing-masing.”
Kedua, mengetahui waktu maghrib tidak harus dari televisi. Di zaman yang serba canggih ini terdapat banyak aplikasi yang bisa memberi tahu tentang masuknya waktu sholat. Jika tidak memungkinkan masih ada jam yang bisa menjadi sebagai patokan. Jika masih tidak memungkinkan, kita masih bisa menggunakan cara orang-orang terdahulu sebelum munculnya teknologi dengan melihat matahari.
Sehingga seharusnya meskipun tidak ada azan di televisi tidak menjadi alasan bagi umat Muslim untuk tidak mengetahui waktu sholat meski orang tersebut jauh dari masjid atau musholla. Bahkan di berbagai daerah, waktu maghrib bukan lagi waktu untuk menonton televisi, oleh karena itu ada dan tidak adanya azan di televisi mereka tetap pergi memenuhi masjid dan musholla mereka.
Ketiga, seharusnya umat muslim terbiasa dengan kapan masuknya waktu sholat. Meski kesibukan bisa saja membuat orang lalai, berarti ini waktunya agar kita lebih sadar dengan kewajiban sholat.
Ketiga poin ini adalah sedikit dari argument yang bisa dipaparkan oleh Muslim yang pro kepada kebijakan ini. Bukan karena ingin membela kebijakan pemerintah apalagi menyampingkan urusan agama karena dalih toleransi. Akan tetapi ini adalah bentuk dari ajaran Islam yang mengajarkan untuk saling menghargai.
Pandangan Islam
Kominfo hanya menghimbau televisi untuk tidak menyiarkan azan bukan melarang muazzin untuk mengumandangkan azan. Kita masih punya masjid, musholla bahkan gawai yang bisa mengingatkan masuknya waktu maghrib.
Sehingga sudah sepatutnya kita tidak saling menyalahkan karena tidak adanya misa dan azan. Karena toleransi yang sejatinya adalah toleransi yang bisa membiarkan agama lain beribadah dengan caranya. Sebagaimana firman Allah di dalam QS, al-Kafirun [109]:6:
لَكُمۡ دِينُكُمۡ وَلِيَ دِينِ
“Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.”
Dengan demikian meski tidak menyiarkan di televisi, umat Islam tetap sibuk dengan ibadah sholatnya dan biarkan umat Katolik sibuk dengan Misanya.
1 Comment