BincangMuslimah.Com – Pandemi Covid-19 hingga saat ini masih berlangsung, selama masa tersebut angka kekerasan terhadap perempuan terus meningkat. Dilansir dari Republika.id, menurut laporan Lembaga Bantuan (LBH) Apik Jakarta, terdapat 194 laporan atas kasus kekerasan terhadap perempuan selama kurun waktu Maret hingga Mei 2020.
Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan 2020 juga menyebutkan, selama kurun waktu 12 tahun kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792% (hampir 800%) artinya kekerasan terhadap perempuan di Indonesia selama 12 tahun meningkat hampir 8 kali lipat. Adanya kebijakan untuk kerja dari rumah atau work from home menjadi salah satu faktor kenapa angka Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terus meningkat.
Lalu apa sebenarnya yang disebut dengan KDRT dan apa yang seharusnya dilakukan jika hal tersebut terjadi?
Menurut UU Nomor 23 Tahun 20014 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) Pasal 1 angka 1, disebutkan “kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.” Sementara lingkup rumah tangga yang dimaksud dalam UU tersebut adalah:
- suami, istri, dan anak;
- orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
- orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
Adapun KDRT dapat berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, atau penelantaran rumah tangga. Menurut Anita Kristiana, M.Psi, dari Konselor St. Bartolomeus dalam sebuah webinar “Kenali, Pahami, Hindari Kekerasan Dalam Rumah Tangga”, menjelaskan KDRT dapat berdampak pada:
- fisik, adanya luka-luka, kecacatan hingga kematian pada korban;
- psikologis, adanya trauma pada korban misalnya jika bertemu dengan orang yang ciri-cirinya mirip dengan suaminya dia akan merasa takut, bisa juga korban kehilangan citra diri, dan menyalahkan diri sendiri;
- Transgenerasional, artinya hal tersebut menurun kepada anak, anak bisa menjadi korban maupun pelaku tergantung pada proses yang dilalui sang anak, sedangkan hal yang diturunkan seperti memukul ataupun merendahkan seseorang itu boleh, karena hal tersebut sering ia lihat, tentu hal ini adalah dampak yang juga sangat berbahaya.
Lebih jauh diterangkan bahwa sebenarnya akar masalah dari KDRT adalah ketidaksetaraan dalam relasi/ timpang. Relasi yang tidak setara tersebut bisa jadi karena belum adanya keputusan terkait pembagian peran dalam rumah tangga, tidak adanya rasa aman dalam mengutarakan pendapat, belum adanya mekanisme menentukan keputusan, dan belum adanya peraturan yang disepakati bersama dalam sebuah rumah tangga. Jika hal-hal tersebut tidak ditemukan dalam sebuah rumah tangga, maka KDRT bisa saja terjadi.
KDRT diawali dengan kekerasan. Kemudian pelaku melakukan rekonsiliasi dengan meminta maaf kepada korban, mengakui kesalahannya bahkan memberikan hadiah kepada korban. Setelah itu maka akan ada masa tenang seperti berbulan madu. Lama-lama masa tenang akan tidak ada dan hanya ada ketegangan dan kekerasan. Setelah itu maka kekerasan yang akan diterima korban akan lebih dari biasanya (mengalami peningkatan). Namun, jika pada fase eskalasi tidak ada kekerasan maka eskalasi bisa menjadi problem solving. Artinya pelaku sudah menyadari dan tidak akan melakukan hal itu kembali. jadi ketika tidak adanya problem solving maka siklus tersebut akan berulang dan terus terjadi.
Butuh Keberanian untuk Keluar dari Lingkaran KDRT
Jika KDRT sudah terjadi, tetapi tak jarang juga banyak perempuan yang masih bertahan. Hal tersebut karena korban masih mencintai pelaku, dan berharap pelaku akan berubah, walaupun kemungkinan itu tidak ada. Korban juga berpikir bahwa kekerasan yang saat ini ia terima adalah disebabkan oleh dirinya. Adanya ketergantungan korban terhadap pelaku. Terakhir korban berada dalam keadaan terperangkap dan tidak memiliki sistem dukung.
Nah, ketika kita sudah menyadari bahwa sudah terjadi KDRT, lalu sebaiknya apa yang harus kita lakukan? Jika anda sebagai penyintas (korban) maka hal yang perlu dilakukan adalah:
- ceritakan pada orang yang dapat dipercaya, jangan menutup diri karena justru akan semakin memperparah keadaan;
- tetaplah terkoneksi dengan orang sekitar anda, hal ini akan mempermudah anda untuk meminta bantuan;
- mintalah teman untuk mencari anda, jika dalam waktu kedepan anda tidak ada kabar;
- aktifkan dan berdayakan diri, sehingga anda bisa menjadi sumber penghasilan bagi anda;
- kumpulkan bukti dan simpan dengan rapih, jangan lupa untuk membuat copy annya;
- siapkan dokumen berharga, seperti kartu asuransi, BPJS, dan lainnya, paling tidak buat juga dalam versi digitalnya;
- siapkan breakout atau safety plan.
Breakout dan safety plan, adalah pilihan untuk keluar atau bertahan untuk seorang penyintas. Pilihan ini tentu harus diputuskan dengan matang. Jika Memilih untuk breakout/ keluar, maka hal yang harus dilakukan adalah:
- kumpulkan sumber daya dan sistem dukungan, buatlah pemetaan siapa saja yang menurut anda akan bisa menolong;
- siapkan hidup yang baru, siapkan rumah aman sebagai tempat pelarian anda;
- tentukan timing yang tepat; dan
- keluarkah, jika keadaan sudah membahayakan nyawa anda.
Namun, jika anda memilih untuk bertahan maka hal yang perlu anda perhatikan adalah sebagai berikut:
- Kenali sekitar anda, misalnya anda harus tahu bagian mana dalam rumah yang beresiko (seperti dapur/tempat senjata) maka jangan berlari ke arah tersebut jika sedang mengalami kekerasan, kalau bisa berlarilah ke luar rumah, karena pelaku akan segan memukul di depan orang lain;
- kenali tetangga sekitar yang menurut anda bisa membantu;
- cari tahu Polsek terdekat atau support system lain yang mendukung;
- kenali kondisi diri, apakah keadaan ini akan membunuh anda? jika iya maka sebaiknya anda jangan bertahan.
Sementara itu, jika yang mengalami KDRT adalah orang terdekat anda maka kita sebaiknya terima dan dengarkan mereka, hadirlah sebagai support system. Jangan bosan, marah, ataupun meremehkan kondisi penyintas. Apapun yang menjadi keputusannya harus kita hormati. Penting bagi kita untuk mengenali kondisi penyintas, apabila dinilai membahayakan nyawa, maka tarik keluar.
Penting untuk kita tahu dan paham seluk beluk KDRT, dengan begitu kita sendiri bisa mendefinisikan apakah yang sedang terjadi dalam rumah tangga adalah sebuah kekerasan. Hal ini seharusnya menjadi pengetahuan umum bagi setiap orang yang akan membangun rumah tangga, dengan begitu diharapkan tidak akan ada kekerasan dalam rumah tangga, karena setiap orang akan mengerti dan tidak asing dengan kesetaraan dalam membangun rumah tangga. Dengan menyebarkan pengetahuan ini kepada sesama perempuan, setidaknya saya berharap akan banyak perempuan penyintas yang bisa dibantu.