Ikuti Kami

Kajian

Telaah Hadis 72 Bidadari untuk Mujahid

BincangMuslimah.Com – Konon motivasi  terbesar teroris melakukan bom bunuh diri, pembunuhan, dan kemungkaran lainnya adalah untuk mendapatkan 72  bidadari di surga. Mereka yang mengatasnamakan agama menganggap dirinya sebagai mujahid laiknya para sahabat yang ikut berperang di masa Nabi dulu., Sehingga merasa berhak untuk mendapatkan fasilitas surga seperti halnya para mujahid lainnya.

Sebetulnya, menyebut teroris sebagai mujahid merupakan kekeliruan  dan permasalahan. Jihad yang mereka lakukan sekarang justru sangat bertolakbelakang dengan jihad yang dilakukan di masa Nabi, dan juga para sahabatnya. Terlebih lagi, ada banyak etika Islam dan prinsip kemanusiaan yang mereka langgar.

Impian akan mendapatkan 72 bidadari ini disebutkan dalam hadis riwayat al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad yang bersumber dari sahabat Miqdam bin Ma’di. Rasulullah bersabda, “Orang yang mati syahid mendapatkan tujuh keistimewaan dari Allah; diampuni sejak awal kematiannya, melihat tempatnya di surga, dijauhkan dari adzab kubur, aman dari huru-hara akbar, diletakkan mahkota megah di atas kepalanya yang terbuat dari batu yakut terbaik di dunia, dikawinkan dengan tujuh puluh dua bidadari, serta diberi syafaat sebanyak 70 orang dari kerabatnya.”

Merujuk pada ilmu hadis, ketika ditemukan sebuah riwayat, maka yang pertama kali dilakukan adalah analisis otentitas sanad, setelah itu baru dilakukan analisis matan hadis (redaksional).

Andaikan hadis tersebut shahih dan redaksinya juga tidak bermasalah, hadis tersebut belum tentu bisa diamalkan karena perlu ditinjau lagi dengan metode pemahaman hadis. Tingkah langkah ini mesti digunakan dalam memahami hadis agar tidak terjebak dalam kekeliruan dan kesalahan.

Analisis Sanad

Menurut al-Tirmidzi hadis di atas termasuk kategori hadis hasan. Akan tetapi, jika ditelaah lebih lanjut, di dalam sanad hadis terdapat dua perawi yang perlu diperhatikan, yaitu Baqiyah bin Walid dan muridnya, Nu’aim bin Hammad. Pasalnya, Baqiyah dikenal sebagai seorang mudallis ((mereka yang mengaku mendapatkan hadis-ed),tapi ketadlisannya ini dinilai tidak merusak sanad, karena ia meriwayatkan hadis ini dari rawi yang tak diragukan lagi kredibilitasnya, sekalipun ia hanya menyebut gelar gurunya saja, dan tidak menyebut namanya secara langsung.

Sementara Nu’aim bin Hammad adalah orang yang sangat jujur tapi sering melakukan kesalahan dalam periwayatan. Oleh karena itu, banyak juga ulama yang mendhaifkannya. Namun di sisi lain, para ulama, seperti Ibnu Ma’in, memuji ketangguhannya membela sunnah Nabi. Bahkan, ia pernah masuk penjara dan meninggal di sana lantaran membela sunnah.

Baca Juga:  Apakah Pakaian Ihram Harus Berwarna Putih?

Mayoritas ulama hadis berpendapat bahwa riwayat Nu’aim dapat diterima selama ia meriwayatkan hadis tersebut dari orang Syam yang kredibel. Dan hampir semua guru-guru Nu’aim dalam hadis ini merupakan orang-orang Syam. Sehingga dalam hal ini, penulis setuju dengan penilaian al-Tirmidzi, yang mengatakan hadis ini Hasan.

Hadis Hasan adalah sebutan untuk hadis yang hafalan salah satu perawinya tidak sekuat hadis shahih. Posisinya terletak antara shahih dan dhaif.

Analisis Matan dan Bagaimana Memahaminya

Timbulnya kata “bidadari (hur al-‘ain)” dalam hadis ini menarik untuk dicermati. Soalnya dalam riwayat lain, imbalan menikah dengan 72 tidak disebutkan. Perlu bahasan khusus untuk membuktikan apakah redaksi menikahi 72 bidadari merupakan tambahan (idraj) dari perawi atau bukan.

Terlepas dari persoalan ini, yang menarik untuk dipertanyakan adalah apakah imbalan bidadari itu faktual atau hanya sekadar ilustrasi?

Dalam literatur Islam, keindahan surga dinarasikan dengan sebuah tempat yang indah, penuh pepohonan, ada sungai yang mengalir, dan disediakan pula bidadari-bidadari cantik untuk para penghuninya. Gambaran ini tak jauh berbeda dengan pemandangan lokasi-lokasi wisata yang ada di Indonesia. Bagi orang Indonesia mungkin narasi seperti ini tidak terlalu fantastis, karena kita sudah terbiasa melihat pemandangan seperti itu.

Cerita bisa lain jika ilustrasi ini disampaikan kepada orang Arab, dulu ketika al-Qur’an diturunkan negeri mereka masih gersang, tandus, dan panas. Sehingga, gambaran tentang pohon, sungai, plus bidadari cantik ialah ilustrasi paling pas untuk menggambarkan keindahan surga.

Impian menikah dengan bidadari kelihatannya merupakan iming-iming yang sangat menggiurkan bagi masyarakat Arab yang masih kental dengan pernikahan antar sesama klan dan mahar tinggi.

Dilihat dari aspek bahasa, kata hur al-‘ain (yang diterjemahkan dengan bidadari oleh banyak penerjamah) terdiri dari dua kata, hur artinya wanita yang putih, sementara al-‘ain diartikan wanita yang memiliki mata bulat yang indah. Hal ini secara tidak langsung menunjukan bahwa wanita paling cantik menurut bangsa Arab waktu itu ialah wanita yang berkulit putih dan bermata bulat. Standar ini tentu sangat relatif, masing-masing daerah memiliki standar yang berbeda-beda mengenai kecantikan perempuan.

Baca Juga:  Baayun Maulud, Budaya Masyarakat Banjar saat Memperingati Hari Kelahiran Nabi

Andaikan kisah tentang bidadari itu faktual, pertanyaan lanjutannya, siapa yang berhak memilikinya? Siapa yang dimaksud dengan syahid dalam hadis di atas?

Syahid bisa diartikan dengan “yang banyak disaksikan”, sebab kelak Allah dan para malaikat akan menyaksikan mereka masuk surga dan mereka juga akan menyaksikan kenikmatan yang dijanjikan Allah kepadanya. Sementara secara terminologis, syahid berati orang yang meninggal di jalan Allah karena membela agama Allah.

Kemudian syahid juga identik dengan jihad,  yang berati mencurahkan kemampuan, usaha, dan seluruh tenaga. Berikutnya, kata jihad ini mengalami perkembangan makna.

Jihad selalu diidentikkan dengan perperangan dan pertumpahan darah. Padahal bila diperhatikan dalam al-Qur’an dan hadis, jihad tidak hanya sekadar perang. Ibnu Umar mengatakan bahwa jihad adalah perbuatan baik (ihsan) dan perbuatan baik tidak selalu berati berperang. Apalagi melakukan aksi terorisme dan menganggu ketertiban umum, semisal bom bunuh diri. Dalam hadis lain juga disebutkan, orang yang meninggal karena sakit perut pun dapat dikategorikan mati syahid.

Intinya, ada banyak tafsir dan penggunaan kata syahid dan jihad dalam al-Qur’an dan hadis. Sekali lagi, andaikan menikah bidadari dengan 12  itu benar, kita juga perlu bertanya ulang, apakah layak mereka yang membunuh orang atas nama agama itu mendapatkan fasilitas 72 bidadari surga tersebut? Bukankah melakukan pembunuhan, perang, dan bom bunuh diri di saat negara dalam keadaan aman merupakan tindakan kriminal yang dilarang agama?

Sejarah Nabi SAW pun berkata demikian. Beliau tidak pernah mendeklarasikan perang kecuali jika diserang terlebih dahulu dan demi menyelamatkan diri. []

*Tulisan ini pernah dimuat BincangSyariah.Com

Rekomendasi

Ditulis oleh

Sarjana Studi Islam dan Peneliti el-Bukhari Institute

2 Komentar

2 Comments

Komentari

Terbaru

Syariat Di balik Rasulullah Pernah dibuat "Lupa" Syariat Di balik Rasulullah Pernah dibuat "Lupa"

Syariat Di balik Rasulullah Pernah dibuat “Lupa”

Kajian

Perempuan Memakai Anting-anting, Sunnah Siapakah Awalnya?

Muslimah Daily

Body Positivity dalam Al-Quran: Menerima dan Menghargai Tubuh Sebagai Amanah Allah Body Positivity dalam Al-Quran: Menerima dan Menghargai Tubuh Sebagai Amanah Allah

Body Positivity dalam Al-Quran: Menerima dan Menghargai Tubuh Sebagai Amanah Allah

Diari

Ayat tentang keluarga sakinah Anak Bisa Menjadi Fitnah bagi Orangtua Ayat tentang keluarga sakinah Anak Bisa Menjadi Fitnah bagi Orangtua

Konsep Sakinah Mawaddah Wa Rohmah menurut Dr. Nur Rofiah

Kajian

Surah At-Taubah ayat 36: Mengungkap Keistimewaan dan Kemuliaan Bulan Rajab Surah At-Taubah ayat 36: Mengungkap Keistimewaan dan Kemuliaan Bulan Rajab

Surah At-Taubah ayat 36: Mengungkap Keistimewaan dan Kemuliaan Bulan Rajab

Kajian

Memahami Pendidikan Seksualitas dalam Perspektif Islam Memahami Pendidikan Seksualitas dalam Perspektif Islam

Memahami Pendidikan Seksualitas dalam Perspektif Islam

Muslimah Talk

Mengenal “Islamic Family Law” Raffia Arshad: Hakim Inggris Pertama yang Berhijab

Muslimah Talk

Surah Abasa: Islam Memandang Netral Penyandang Disabilitas Surah Abasa: Islam Memandang Netral Penyandang Disabilitas

Surah ‘Abasa: Islam Memandang Netral Penyandang Disabilitas

Kajian

Trending

Perempuan Memakai Anting-anting, Sunnah Siapakah Awalnya?

Muslimah Daily

Citra Perempuan dalam alquran Citra Perempuan dalam alquran

Lima Keutamaan Asiyah Istri Firaun yang Disebut Dalam Hadis dan al-Qur’an

Kajian

Penyakit hati Penyakit hati

Hati-Hati, Ini Ciri Kalau Kamu Punya Penyakit Hati

Kajian

https://www.idntimes.com/ https://www.idntimes.com/

Ratu Kalinyamat: Ratu Jepara yang Memiliki Pasukan Armada Laut Terbesar di Nusantara

Muslimah Talk

Tata Cara Mengurus Bayi yang Meninggal

Kajian

Mengenal Hamnah Binti Jahsy, Perawat Perempuan di Masa Rasul

Muslimah Talk

ummu salamah penyebutan perempuan ummu salamah penyebutan perempuan

Menelaah Tafsir Ummu Salamah: Menyambung Sanad Partisipasi Perempuan dalam Sejarah Tafsir al-Qur’an

Kajian

Sufi Perempuan Indonesia dalam Teks-teks Kuno  

Muslimah Talk

Connect