Ikuti Kami

Kajian

Lebih Utama Puasa Qadha atau Halal bi Halal?

Hukum Melakukan Puasa Wishal
Credit: Gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Sudah menjadi tradisi di Indonesia untuk saling mengunjungi keluarga besarnya untuk menyambung tali silaturahmi antar kerabat pada saat hari raya. Tradisi ini dikenal dengan nama halal bi halal. 

Sesuai dengan ajaran Islam yang mengajarkan untuk memuliakan tamu, maka pada saat ada kunjungan atau acara halal bi halal ini biasanya si pemilik rumah yang dikunjungi akan menyediakan makanan untuk para tamunya. 

Terlepas dari tradisi yang baik ini, pada bulan Syawal umat Islam disunahkan untuk melakukan puasa selama 6 hari agar puasa yang ia lakukan sebagaimana puasa selama satu tahun penuh. Karena setiap amal yang dilakukan akan dilipatgandakan 10x lipat. Sehingga jika dikalkulasikan antara puasa Ramadan dan puasa 6 hari di bulan Syawal, maka seakan-akan orang yang menjalankannya telah melakukan puasa selama 360 hari (± 1 tahun). 

Bukan hanya puasa sunnah Syawal saja, biasanya pada bulan Syawal seorang muslim juga melakukan puasa qadha karena meninggalkan puasa di bulan Ramadan, puasa untuk membayar kafarat ataupun puasa nazar. 

Sehubungan dengan hal tersebut, lantas bagaimana jika seandainya saat seseorang sedang melakukan puasa, baik puasa sunah maupun puasa wajib baik qadha, kafarat maupun nazar, lalu pada hari ia berpuasa bertepatan dengan acara halal bi halal atau dengan kata lain ketika seseorang tersebut sedang berpuasa ada makanan yang disediakan untuknya. Apakah puasa yang ia lakukan boleh dibatalkan atau tidak?

Untuk menjawab hal tersebut, terdapat perbedaan hukum yang didasari pada jenis puasa yang dilakukan. Apakah puasa yang sedang dijalani adalah puasa puasa sunnah atau puasa wajib.

Jika yang dilakukan adalah puasa sunnah, maka orang yang bersangkutan disunahkan untuk membatalkan puasanya. Sebagaimana yang dipaparkan oleh Syekh Zainuddin al-Malibary di dalam kitab Fath al-Mu’in bi Syarah Qurrah al-‘Ain bi Muhimmah al-Dīn hal. 493:

Baca Juga:  Menggantikan Puasa Orang yang Sudah Meninggal, Adakah Ajarannya dalam Islam?

يندب ‌الأكل ‌في ‌صوم نفل ولو مؤكدا لإرضاء ذي الطعام بأن شق عليه إمساكه ولو آخر النهار

للأمر بالفطر ويثاب على ما مضى وقضى ندبا يوما مكانه فإن لم يشق عليه إمساكه لم يندب الإفطار بل الإمساك أول

“Seseorang disunnahkan makan pada saat puasa sunnah sekalipun sunnah muakkad untuk membuat senang orang yang menyediakan makanan. Semisal orang tersebut sulit untuk menahan puasa sekalipun di penghujung siang karena adanya perintah untuk berbuka sedangkan ia diberi pahala untuk puasanya yang telah lalu ia kerjakan. Dan seseorang tersebut disunahkan untuk mengganti puasanya di hari yang lain. Oleh karena itu, jika tidak sulit baginya untuk menahan diri untuk tetap berpuasa, maka tidak disunnahkan baginya untuk berbuka, bahkan menahan diri dengan tetap berpuasa itu lebih utama.

Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa jika seseorang melakukan puasa sunah lalu disediakan makanan untuknya maka ia disunnahkan untuk berbuka jika ia tidak mampu untuk tetap berpuasa. Sebaliknya jika ia mampu untuk menahan diri maka tetap berpuasa lebih baik untuknya.   

Sedangkan jika yang dilakukan saat dihidangkan makanan adalah puasa wajib, baik qadla’ puasa Ramadan, membayar kafarat maupun nazar, maka puasa tersebut tidak boleh dibatalkan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibn Qudamah di dalam kitab al-Mughni juz. 4 hal. 412

ومن دَخَلَ في واجِبٍ، كقَضاءِ رمضانَ، أو ‌نَذْرٍ مُعَيَّنٍ أو ‌مُطْلَقٍ، أو صِيامِ ‌كَفَّارَةٍ، لم يَجُزْ له الخُرُوجُ منه؛ لأنَّ المُتَعَيِّنَ وَجَبَ عليه الدُّخُولُ فيه، وغيرَ المُتَعَيِّنِ تَعَيَّنَ بِدُخُولِه فيه، فصارَ بِمَنْزِلَةِ الفَرْضِ المُتَعَيِّنِ، وليس في هذا خِلافٌ بِحَمْدِ اللهِ

“Dan barangsiapa yang telah memulai puasa wajib seperti mengganti puasa Ramadan, nazar yang tertentu ataupun nazar mutlak atau puasa kafarat, maka ia tidak boleh untuk membatalkan puasanya. Karena sesuatu yang sudah ditentukan wajib dilakukan, sedangkan sesuatu yang tidak tertentu menjadi wajib jika sudah dilakukan sehingga posisinya menjadi sama dengan yang wajib dilakukan. Dan hal ini tidak ada yang memperselisihkan. Alhamdulillah.

Baca Juga:  Dua Waktu Mustajab Berdoa saat Puasa

Berdasarkan pernyataan ini, dapat diketahui bahwa ketika puasa yang dilakukan adalah puasa wajib, meliputi puasa qadha Ramadan, kafarat maupun nazar, maka puasa tersebut tidak boleh dibatalkan tanpa adanya uzur termasuk adanya halal bi halal.

Sedangkan dihidangkan makanan bukan termasuk uzur yang memperbolehkan untuk membatalkan puasa. Sehingga ketika seseorang dihidangkan makanan saat ia sedang melaksanakan puasa wajib, maka ia tidak boleh membatalkan puasanya.

Wallahu a’lam, semoga bermanfaat.

Rekomendasi

Ini Tata Cara I’tikaf bagi Perempuan Istihadhah

Batas Akhir Mengqadha Puasa Ramadhan Bagi Muslimah

Puasa Dzulhijjah Qadha Ramadhan Puasa Dzulhijjah Qadha Ramadhan

Niat Menggabungkan Puasa Dzulhijjah dengan Qadha Ramadhan

keutamaan puasa dzulhijjah keutamaan puasa dzulhijjah

Keutamaan Puasa di Awal Bulan Dzulhijjah

Ditulis oleh

Alumnus Ponpes As'ad Jambi dan Mahad Ali Situbondo. Tertarik pada kajian perempuan dan keislaman.

1 Komentar

1 Comment

Komentari

Terbaru

QS At-Taubah Ayat 103: Manfaat Zakat dalam Dimensi Sosial QS At-Taubah Ayat 103: Manfaat Zakat dalam Dimensi Sosial

QS At-Taubah Ayat 103: Manfaat Zakat dalam Dimensi Sosial

Kajian

Sedang Haid, Apa Tetap DiAnjurkan Mandi Sunnah Idulfitri Sedang Haid, Apa Tetap DiAnjurkan Mandi Sunnah Idulfitri

Sedang Haid, Apa Tetap DiAnjurkan Mandi Sunnah Idulfitri

Ibadah

Anjuran Saling Mendoakan dengan Doa Ini di Hari Raya Idul Fitri

Ibadah

Bolehkah Menggabungkan Salat Qada Subuh dan Salat Idulfitri? Bolehkah Menggabungkan Salat Qada Subuh dan Salat Idulfitri?

Bolehkah Menggabungkan Salat Qada Subuh dan Salat Idulfitri?

Ibadah

kisah fatimah idul fitri kisah fatimah idul fitri

Kisah Sayyidah Fatimah Merayakan Idul Fitri

Khazanah

Kesedihan Ramadan 58 Hijriah: Tahun Wafat Sayyidah Aisyah Kesedihan Ramadan 58 Hijriah: Tahun Wafat Sayyidah Aisyah

Kesedihan Ramadan 58 Hijriah: Tahun Wafat Sayyidah Aisyah

Muslimah Talk

Kapan Seorang Istri Dapat Keluar Rumah Tanpa Izin Suami? Kapan Seorang Istri Dapat Keluar Rumah Tanpa Izin Suami?

Ummu Mahjan: Reprentasi Peran Perempuan di Masjid pada Masa Nabi

Muslimah Talk

Puasa dalam Perspektif Kesehatan: Manfaat dan Penjelasannya Puasa dalam Perspektif Kesehatan: Manfaat dan Penjelasannya

Puasa dalam Perspektif Kesehatan: Manfaat dan Penjelasannya

Diari

Trending

Ini Tata Cara I’tikaf bagi Perempuan Istihadhah

Video

Ketentuan dan Syarat Iktikaf bagi Perempuan

Video

tips menghindari overthingking tips menghindari overthingking

Problematika Perempuan Saat Puasa Ramadhan (Bagian 3)

Ibadah

Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid

Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid: Pelopor Pendidikan Perempuan dari NTB

Kajian

malam jumat atau lailatul qadar malam jumat atau lailatul qadar

Doa Lailatul Qadar yang Diajarkan Rasulullah pada Siti Aisyah

Ibadah

Anjuran Saling Mendoakan dengan Doa Ini di Hari Raya Idul Fitri

Ibadah

mengajarkan kesabaran anak berpuasa mengajarkan kesabaran anak berpuasa

Parenting Islami : Hukum Mengajarkan Puasa pada Anak Kecil yang Belum Baligh

Keluarga

Puasa Tapi Maksiat Terus, Apakah Puasa Batal?

Video

Connect