Ikuti Kami

Kajian

Langkah Hukum Mengesahkan Pernikahan Siri

Langkah mengesahkan Pernikahan Siri
gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Pernikahan termasuk dalam peristiwa hukum, di mana peristiwa tersebut menimbulkan hak dan kewajiban. Sebagai peristiwa hukum sudah seharusnya sebuah pernikahan dicatatkan, agar memiliki kekuatan hukum, mempermudah masalah administrasi, perihal waris, dan perkara lainnya. Namun, sayangnya masih banyak pernikahan siri yang dilakukan di Indonesia. Pernikahan siri adalah pernikahan yang tidak tercatat di KUA maupun Dinas Pencatatan Sipil, yang berarti pernikahan tersebut tidak sah secara hukum. Lalu bagaimana langkah yang harus ditempuh untuk mengesahkan pernikahan siri?

Mengapa tidak sah? karena pernikahan tersebut tidak dilakukan sesuai prosedur hukum. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memang menegaskan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Dan hal ini juga ditegaskan dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam. Namun, baik UU Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengharuskan pencatatan perkawinan.

Tepatnya pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan menyebutkan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian, dalam KHI disebutkan agar terjamin ketertiban bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat. Dan perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak memiliki kekuatan hukum. Maka memang pencatatan nikah adalah hal yang harus dilakukan, mengapa demikian?

Seperti yang dikatakan di atas, jika perkawinan tidak dicatatkan maka tidak memiliki kekuatan hukum. Hal ini berarti perempuan yang dinikahi secara siri tidak bisa menuntut hak-haknya sebagai istri di muka pengadilan. Jika dalam pernikahan memiliki anak, maka anak tidak akan memiliki status hukum. Dalam hal administrasi dan dokumen, anak yang terlahir dari pernikahan siri tidak bisa membuat akta kelahiran karena tidak ada akta nikah sebagai syaratnya. Pun dalam perihal waris, tidak ada bukti yang menandakan bahwa anak tersebut adalah ahli waris.

Baca Juga:  Wahai Suami, Istrimu Bukanlah Asisten Rumah Tanggamu!

Maka dalam pernikahan siri, agar pernikahan memiliki kekuatan hukum perlu dilakukan pengesahan perkawinan atau isbat nikah. Isbat nikah adalah pengesahan atas perkawinan yang telah dilakukan sesuai syariat agama, tapi tidak dicatat oleh pegawai KUA atau Pegawai Pencatat Nikah yang berwenang sesuai Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama: Buku II. Lalu siapa saja yang berhak mengajukan permohonan pengesahan perkawinan?

Sesuai Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, yang bisa mengajukan permohonan isbat nikah adalah kedua suami istri atau salah satu dari suami istri, anak, wali, nikah dan pihak lain yang berkepentingan dengan perkawinan tersebut kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah dalam wilayah hukum Pemohon bertempat tinggal, dan permohonan isbat nikah harus dilengkapi dengan alasan dan kepentingan yang jelas serta konkrit.

Nah, menurut KHI isbat nikah hanya boleh diajukan ke Pengadilan Agama dengan beberapa alasan berikut. Pertama, bahwa adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian. Kedua, hilangnya akta nikah. Ketiga, adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan. Keempat, adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UU No. 1 Tahun 1974, dan perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki halangan perkawinan menurut UU Perkawinan.

Terkait prosedur untuk mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama dibutuhkan beberapa berkas berikut:

  1. surat keterangan dari KUA setempat yang menyatakan bahwa pernikahan tersebut belum dicatatkan;
  2. surat keterangan dari kepala desa/lurah yang menerangkan bahwa pemohon telah menikah;
  3. fotokopi KTP pemohon isbat nikah;
  4. membayar biaya perkara; dan
  5. berkas lain yang ditentukan oleh hakim (mengahdirkan saksi yang mengetahui adanya pernikahan tersebut).

Karena isbat nikah bersifat permohonan maka segala kewenangan mengabulkan atau menolak permohonan perkara semuanya berdasarkan kewenangan pengadilan. Selain itu, dalam mengajukan permohonan, setiap produk yang dihasilkan akan berbeda. Misalnya jika yang memohon adalah kedua suami dan istri maka bentuknya berupa penetapan hakim. Namun, jika yang mengajukan hanya salah satu suami/istri maupun anak maka putusannya bisa diajukan upaya banding dan kasasi. Selain itu jika diketahui suami memiliki istri lebih dari satu atau berada dalam relasi poligami maka, istri yang lain harus dijadikan para pihak dalam perkara, jika tidak maka permohonan tidak bisa diterima.

Baca Juga:  Benarkah Air Liur Manusia Najis?

Lalu jika isbat nikah sudah dilakukan, dan sudah ada penetapan/putusan dari hakim maka implikasi hukum apa yang akan timbul? Tentu saja perkawinan yang telah dilakukan dinyatakan sah. Penetapan/putusan tersebut dapat dijadikan bukti dan bisa melakukan pencatatan perkawinan di KUA dan mendapatkan akta nikah.

Selain itu anak yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut menjadi anak sah. Dan akta nikah dapat digunakan untuk mengurus akta kelahiran anak. Yang paling terpenting adalah jika perkawinan dianggap sah, maka membawa konsekuensi adanya hubungan hukum antara suami, istri, dan anak-anak yang dilahirkan. Jadi mencatatkan pernikahan dapat memberikan jaminan perlindungan hukum bagi suami, istri serta anak-anak yang akan dilahirkan, baik terkait hak dan kewajiban maupun terhadap hal yang berkaitan dengan waris.

 

 

Rekomendasi

risiko nikah muda risiko nikah muda

Viral Pernikahan Ayah Mertua dengan Ibu Kandung, Apa Hukumnya?

Empat Kriteria Calon Pendamping Menurut Rasulullah, Mana yang Harus Didahulukan? Empat Kriteria Calon Pendamping Menurut Rasulullah, Mana yang Harus Didahulukan?

Empat Kriteria Calon Pendamping Menurut Rasulullah, Mana yang Harus Didahulukan?

Keindahan Menikah dengan Orang yang Takwa, Meski Saling Tak Mencintai

Benarkah Istri Sebenarnya Tidak Wajib Mengerjakan Pekerjaan Rumah Tangga? Benarkah Istri Sebenarnya Tidak Wajib Mengerjakan Pekerjaan Rumah Tangga?

Benarkah Istri Sebenarnya Tidak Wajib Mengerjakan Pekerjaan Rumah Tangga?

Ditulis oleh

Alumni Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera (Indonesia Jentera School of Law).

Komentari

Komentari

Terbaru

Konsekuensi bagi Orang yang Tidak Membayar Hutang di dalam Islam Konsekuensi bagi Orang yang Tidak Membayar Hutang di dalam Islam

Konsekuensi Orang yang Tidak Membayar Hutang di dalam Islam

Kajian

Pandangan Ibnu Rusyd Tentang Sosok Perempuan Pandangan Ibnu Rusyd Tentang Sosok Perempuan

Afra binti Ubayd: Ibu dari Para Pejuang Syariat Islam

Muslimah Talk

menyantuni anak yatim muharram menyantuni anak yatim muharram

Keutamaan Menyantuni Anak Yatim Di Bulan Muharram

Kajian

Alasan Mengapa Kita Membela Palestina Alasan Mengapa Kita Membela Palestina

Alasan Mengapa Kita Membela Palestina

Muslimah Talk

Sering Lupa dan Bingung Usai Melahirkan? Bisa Jadi Ibu Tengah Hadapi Mom Brain Sering Lupa dan Bingung Usai Melahirkan? Bisa Jadi Ibu Tengah Hadapi Mom Brain

Sering Lupa dan Bingung Usai Melahirkan? Bisa Jadi Ibu Tengah Hadapi Mom Brain

Muslimah Talk

Al-Hafizhah Karimah al-Marwaziyah: Perempuan yang Menghabiskan Masa Hidupnya Dengan Keilmuan Al-Hafizhah Karimah al-Marwaziyah: Perempuan yang Menghabiskan Masa Hidupnya Dengan Keilmuan

Al-Hafizhah Karimah al-Marwaziyah: Perempuan yang Menghabiskan Masa Hidupnya Dengan Keilmuan

Muslimah Talk

Iddah dan Ihdad bagi Perempuan Pekerja Iddah dan Ihdad bagi Perempuan Pekerja

Iddah dan Ihdad bagi Perempuan Pekerja

Kajian

Amalan tahun baru Islam Amalan tahun baru Islam

Amalan yang Dianjurkan Sambut Tahun Baru Islam

Ibadah

Trending

puasa istri dilarang suami puasa istri dilarang suami

Kritik Nabi kepada Laki-laki yang Suka Main Kasar pada Perempuan

Kajian

Zainab binti Khuzaimah Zainab binti Khuzaimah

Ummu Kultsum; Putri Rasulullah yang Diperistri Utsman bin Affan

Muslimah Talk

Doa yang Dipanjatkan Fatimah az-Zahra pada Hari Senin Doa yang Dipanjatkan Fatimah az-Zahra pada Hari Senin

Doa yang Dipanjatkan Fatimah az-Zahra pada Hari Senin

Ibadah

Hukum Menalak Istri saat Mabuk Hukum Menalak Istri saat Mabuk

Hukum Menalak Istri saat Mabuk

Kajian

menyantuni anak yatim muharram menyantuni anak yatim muharram

Keutamaan Menyantuni Anak Yatim Di Bulan Muharram

Kajian

Dalil Perempuan Tidak Perlu Menutup Wajahnya Dalil Perempuan Tidak Perlu Menutup Wajahnya

Dalil Perempuan Tidak Perlu Menutup Wajahnya

Kajian

Cerita Para Selebgram Muslimah yang Inspiratif

Muslimah Daily

Beberapa Kesunahan 10 Muharram Beberapa Kesunahan 10 Muharram

Lima Amalan yang Dianjurkan di Bulan Muharram

Ibadah

Connect