BincangMuslimah.Com – Pencitraan pada zaman jahiliyah telah menempatkan perempuan dalam posisi serendah-rendahnya. Namun kedatangan Al-Qur’an hadir sebagai pengangkat harkat, martabat dan posisi perempuan setinggi-tingginya.
Musdah Mulia menyebutkan dalam buku Kemuliaan Perempuan dalam Islam, bahwa Al-Qur’an mengilustrasikan gambaran perempuan ideal sebagai perempuan yang aktif, dinamis, mandiri dan sopan namun tetap terjaga iman dan akhlaknya. Bahkan Al-Qur’an memberikan kriteria ideal seorang perempuan muslimah yakni:
Pertama, perempuan yang memiliki keteguhan dan ketabahan iman, tidak berbuat syirik, menjaga kemualiaan akhlaknya dengan tidak berbohong , tidak berzina, tidak mencuri, sdan tidak menelantarkan anak-anak. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah surat al-Mumtanah ayat 12:
“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dua, perempuan yang adil dan bijaksana dalam mengambil setiap keputusan dan memiliki kemandirian politik (al-istiqlal al-siyasah) seperti yang dicontohkan Ratu Balqis, Ratu Saba’ sebuah kerajaan super power (‘arsyun ‘azhim).
Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah surat Surat al-Naml ayat 23: “Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar.”
Tiga, perempuan memilki kemandirian ekonomi (al-istiqlal al-iqtishadi) seperti figur perempuan pengelola peternakan dalam kisah nabi Musa as di wilayah Madyan. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah surat Surat al-Qashash ayat 23:
“Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”.
Empat, perempuan yang memiliki integritas yang kokoh dan kemandirian dalam menentukan pilihan pribadi (al-istiqlal al-syakhshi) yang diyakini kebenarannya, seperti Aisyah binti Muzahim istri Fir’aun yang sangat tegar menolak kezaliman.
Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah surat al-Tahrim ayat 11: “Dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kamu kaum yang zalim
Lima, perempuan yang menjaga kesucian, berani mengambil sikap oposisi atau menentang pendapat orang banyak karena meyakini pendapatnya benar seperti Ibunda Maryam ibu nabi Isa as.
Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah surat al-Tahrim ayat 12: “Dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat Rabbnya dan Kitab-Kitab-Nya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat.”
Sangat jelas ayat-ayat Al-Qur’an menyimpulkan bahwa Islam sangat memuliakan perempuan daan menempatkan perempuan setara dengan laki-laki. Islam juga memberikan ruang untuk perempuan berkiprah di ruang publik.
Maka tidak mengherankan jika pada awal datang kedatangan Islam banyak sekali perempuan memiliki kemampuan dan prestasi yang genilang seperti Khadijah binti Khuwalid (pengusaha sukses), Aisyah binti Abu Bakar (seorang ulama tafsir dan hadis).