Ikuti Kami

Kajian

Kisah Penyintas Pernikahan Anak, Tanda Indonesia Darurat Pernikahan di Bawah Umur

diamnya gadis dilamar setuju
gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Baru beberapa yang lalu, tepatnya ada tanggal 8 Maret 2021 lalu, Hari Perempuan Internasional telah diperingati. Tema yang diusung pada tahun ini adalah “Choose to challenge”. Kata ‘pilih’ dan ‘tantangan’ sendiri diambil sebagai ajakan untuk kaum perempuan agar berani mengambil pilihan dan tantangan.

Sejatinya zaman telah berubah. Perlahan tapi pasti. Perempuan dahulu sedemikian sulit berekspresi, mengeksplorasi hingga mendapatkan kesempatan memilih peran. Namun hal ini lama kelamaan telah terkikis karena. Perempuan bisa menjadi apa pun yang mereka inginkan. Tidak peduli latar belakang keluarga, ras, suku dan agama. Semua punya hak dan kewajiban yang sama.

Walau begitu, banyak perubahan bukan berarti tidak ada sama sekali. Permasalahan lama yang dihadapkan perempuan masih saja ada. Bak lagu usang yang terus diputar ulang. Kesenjangan, bias, dan stereotip masih saja membumi di antara kita. Masih saja ditemukan perempuan yang tidak diperlakukan setara. Bahkan yang masih terjadi saat ini adalah perempuan kerap menjadi korban tindak kekerasan seksual.

Bicara soal tindak kekerasan perempuan, bicara soal kekerasan perempuan tidak selalu berupa pemukulan, ruda paksa dan sejenisnya. Kembali membuka Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2020, setidaknya adal 11 jenis bentuk tindak kekerasan seksual. Yaitu perkosaan, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, pelecehan seksual, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, intimidasi atau serangan bernuansa seksual, kontrol seksual, pemaksaan aborsi, penghukuman tidak manusiawi dan seksual, serta pemaksaan perkawinan.

Belakangan, isu tindak kekerasan pada perempuan yang cukup krusial selama pandemi Covid-19 adalah meningkatnya pernikahan anak. Namun mau sekarang atau pun dahulu, pernikahan anak sudah seringkali terjadi. Seperti yang dirasakan oleh Rasminah. Ia merupakan seorang penyintas pernikahan anak sekaligus aktifis revisi usia perkawinan.

Baca Juga:  Lima Hak Anak yang Terabaikan karena Pernikahan Dini

Rasminah yang berasal dari Indramayu, Jawa Barat ini menikah di usia 13 tahun. Tiada pilihan lain waktu itu. Orangtuanya meminta Rasminah untuk tetap menikah walau hatinya masih ingin bersekolah. Umurnya yang baru berusia 13 tahun sampai harus ditutupi oleh kedua orangtuanya agar ia tetap menikah

Tentu saja, salah satu dorongan yang tidak bisa dihindari kenapa dirinya dipaksa untuk menikah adalah karena faktor ekonomi. Rasminah masih ingat saat baru pertama kali menikah. Ada perasaan teramat sedih menyelusup masuk ke dalam hatinya saat melihat teman-teman sepantaran masih bisa bermain. Tidak pula sanggup dirinya menahan tangis saat kawan sepermainan mengenakan seragam menuju ke sekolah.

Padahal kala itu Rasminah berkisah jika mempunyai cita-cita menjadi seorang guru. Tapi mimpi itu kandas karena diminta menikah oleh orangtua. Untuk menolak pun ia tidak kuasa. Kondisi ayahnya yang lumpuh dan hanya ibu sebagai tulang punggung keluarga, membuat menikah dianggap sebagai jalan keluar dari kemiskinan yang mencekik.

Sampai saat ini Rasminah sudah menikah sebanyak empat kali. Pertama di usia 13 tahun, kedua 16 tahun, ketiga di umur 20 tahun dan terakhir di usia 25 tahun. Dua orang mantan suaminya menghilang tanpa kabar. Sedangkan saat menikah dengan suami yang ketiga, tidak hanya berbuah perceraian namun Rasminah alami kelumpuhan.

Tidak ada lagi harapan yang diinginkan kecuali melihat ketiga anak perempuannya tidak memiliki kisah serupa. Cukup dirinya saja yang menjadi korban dipaksa menikah di usia dini. Sehingga ada satu dari Raminah untuk menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi.

Pernikahan Anak di Indonesia Bak Gunung Es

Di Indonesia kasus penyintas pernikahan anak masih banyak ditemukan. Ibarat gunung es yang tidak terlihat menonjol di luar. Tapi pada praktiknya dapat dijumpai pada lingkungan masyarakat khususnya di daerah. Padahal pernikahan anak jelas-jelas menyalahi undang-undang sekaligus merampas hak anak. Seperti bermain, belajar, mendapatkan pendidikan yang layak dan lainnya.

Baca Juga:  Wajibkah Mengulangi Mandi Jika Air Mani Keluar Lagi Setelah Melaksanakan Mandi Wajib?

Regulasi terkait umur juga telah direvisi. Tercantum jelas di dalam Undang-undang No 16 Tahun 2019. Seseorang boleh menikah ketika sudah berusia 19 tahun. Namun sayang aturan ini serasa diperlemah pada kehadiran Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2019 bahwa ada dispensasi permohonan menikah di bawah usia 19 tahun.

Melahirkan peraturan yang kontradiktif tentu mematahkan penekanan pernikahan anak. Lihat saja Catahu Komnas Perempuan 2021 yang dipubilkasi baru-baru ini. Sepanjang 2020 adanya peningkatan angka dispensasi pernikahan sebesar 3 kali lipat. Parahnya angka tersebut melonjak di luar dari pengaruh pandemi Covid-19. Adapun pada 2019 terdapat 23.126 kasus penyintas pernikahan anak, kemudian pada 2020 jumlahnya naik sebesar 64.211 kasus.

Masalah ini nampaknya akan terus beredar di sekitar kita jika tidak ada regulasi yang tegas. Belum lagi stigma, berbaur pada kontruksi sosial dan tradisi yang masih merekat kuat. Perlu ada gerakan hati yang membuat seluruh elemen masyarakat tergerak hatinya. Pemerintah, lembaga, hingga tetua adat, termasuk tokoh agama.

Tokoh agama bahkan diduga dapat memberikan dampak yang luar biasa jika terlibat dalam kampanye stop pernikahan anak. Indonesia yang masih memegang teguh peranan agama kerap meminta pendapat pada tokoh keagamaan. Mungkin sudat saatnya memunculkan isu mengenai perlunya pencegahan pernikahan anak pada setiap acara. Dalam khutbah atau tausiyah misalnya. Dalam Islam sendiri, sejatinya telah ada regulasi yang mengatur sebuah pernikahan yang mempertimbangkan kesiapan mempelai. Baik secara biologis maupun psikis.

“Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang telah mempunyai kemampuan dalam ba’ah, kawinlah. Karenanya sesungguhnya perkawinan lebih mampu menjaga pandangan mata dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu melaksanakannya hendaklah berpuasa karena sesungguhnya puasa menjadi tameng (gejolak hasrat seksual) (Shahih Al-Bukhori (Kairo: Markas As-Sirah Wa Sunnah, 1411 H/199 M  Hadis no.4423).

Baca Juga:  Bolehkah Anak Kecil Melaksanakan Kurban?

Kata ba’ah di dalam As-Suyuthi dalam Syarah as-Suyuthi li as-Sunan an-nasa’i juz iv/171 ada dua artian dalam kata ‘mampu’ tersebut. Pertama mampu dalam aspek biologis (bersetubuh) dan kedua mampu menanggung beban pernikahan seperti menafkahi, memberikan kasih sayang, menjamin pendidikan pada anak dan sebagainya. Kemampuan tersebut tentunya tidak bisa diemban oleh anak-anak yang belum sempurna alat reproduksi serta kematangan mentalnya.

 

Rekomendasi

Pernikahan Dini, Lebih Banyak Manfaat atau Mudhorat? Pernikahan Dini, Lebih Banyak Manfaat atau Mudhorat?

Pernikahan Dini, Lebih Banyak Manfaat atau Mudhorat?

Islam menyunahkan Nikah muda Pernikahan di Bawah Umur Islam menyunahkan Nikah muda Pernikahan di Bawah Umur

Mengapa Agama Menjadi Legitimasi Pernikahan Anak?  

Benarkah Alasan Pernikahan Dini Untuk Menghindari Zina? Benarkah Alasan Pernikahan Dini Untuk Menghindari Zina?

Benarkah Alasan Pernikahan Dini Untuk Menghindari Zina?

Wawancara Dr. Nur Rofiah: Islam dan Pemanusiaan Penuh Perempuan ala Nur Rofiah Wawancara Dr. Nur Rofiah: Islam dan Pemanusiaan Penuh Perempuan ala Nur Rofiah

Wawancara Dr. Nur Rofiah: Bahaya Pernikahan Dini dari Kacamata Agama, Sosial, hingga Kesehatan.

Ditulis oleh

Melayu udik yang berniat jadi abadi. Pernah berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, jurusan Jurnalistik (2014), aktif di LPM Institut (2017), dan Reporter Watchdoc (2019). Baca juga karya Aisyah lainnya di Wattpad @Desstre dan Blog pribadi https://tulisanaisyahnursyamsi.blogspot.com

Komentari

Komentari

Terbaru

Anjuran Bagi-bagi THR, Apakah Sesuai Sunah Nabi?

Video

QS At-Taubah Ayat 103: Manfaat Zakat dalam Dimensi Sosial QS At-Taubah Ayat 103: Manfaat Zakat dalam Dimensi Sosial

QS At-Taubah Ayat 103: Manfaat Zakat dalam Dimensi Sosial

Kajian

Sedang Haid, Apa Tetap DiAnjurkan Mandi Sunnah Idulfitri Sedang Haid, Apa Tetap DiAnjurkan Mandi Sunnah Idulfitri

Sedang Haid, Apa Tetap DiAnjurkan Mandi Sunnah Idulfitri

Ibadah

Anjuran Saling Mendoakan dengan Doa Ini di Hari Raya Idul Fitri

Ibadah

Bolehkah Menggabungkan Salat Qada Subuh dan Salat Idulfitri? Bolehkah Menggabungkan Salat Qada Subuh dan Salat Idulfitri?

Bolehkah Menggabungkan Salat Qada Subuh dan Salat Idulfitri?

Ibadah

kisah fatimah idul fitri kisah fatimah idul fitri

Kisah Sayyidah Fatimah Merayakan Idul Fitri

Khazanah

Kesedihan Ramadan 58 Hijriah: Tahun Wafat Sayyidah Aisyah Kesedihan Ramadan 58 Hijriah: Tahun Wafat Sayyidah Aisyah

Kesedihan Ramadan 58 Hijriah: Tahun Wafat Sayyidah Aisyah

Muslimah Talk

Kapan Seorang Istri Dapat Keluar Rumah Tanpa Izin Suami? Kapan Seorang Istri Dapat Keluar Rumah Tanpa Izin Suami?

Ummu Mahjan: Reprentasi Peran Perempuan di Masjid pada Masa Nabi

Muslimah Talk

Trending

Ini Tata Cara I’tikaf bagi Perempuan Istihadhah

Video

Ketentuan dan Syarat Iktikaf bagi Perempuan

Video

tips menghindari overthingking tips menghindari overthingking

Problematika Perempuan Saat Puasa Ramadhan (Bagian 3)

Ibadah

Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid

Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid: Pelopor Pendidikan Perempuan dari NTB

Kajian

malam jumat atau lailatul qadar malam jumat atau lailatul qadar

Doa Lailatul Qadar yang Diajarkan Rasulullah pada Siti Aisyah

Ibadah

Anjuran Saling Mendoakan dengan Doa Ini di Hari Raya Idul Fitri

Ibadah

mengajarkan kesabaran anak berpuasa mengajarkan kesabaran anak berpuasa

Parenting Islami : Hukum Mengajarkan Puasa pada Anak Kecil yang Belum Baligh

Keluarga

Puasa Tapi Maksiat Terus, Apakah Puasa Batal?

Video

Connect