BincangMuslimah.Com – Allah memberi kabar gembira kepada kaum perempuan dalam peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi saw., bahwa ada perempuan biasa, bukan ahlul bait Nabi, bukan pula bangsawan atau anak raja yang ditemui Rasul dalam perjalanan Isra’ Mi’raj-nya. Beliau adalah perempuan sebagaimana umumnya.
روى مسلم عن أنس بن مالك رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم، قال: دَخَلْتُ الجَنَّةَ فَسَمِعْتُ خَشْفَةً، فَقُلْتُ: مَنْ هَذَا؟ قَالُوا: هَذِهِ الْغُمَيْصَاءُ بِنْتُ مِلْحَانَ أُمُّ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas bin Malik, Nabi bersabda, “Aku memasuki surga dengar sesuatu (suara dari gerakan). Aku berkata, ‘Siapa itu?’ Mereka menjawab, ‘Ini adalah Rhumaisha binti Milhan (Ummu Sulaim). Ibunya Anas bin Malik’. (HR. Muslim).
Hadis ini menjelaskan bahwa Nabi memasuki surga bukan dalam mimpi. Artinya fisik beliau benar-benar memasukinya. Tentu saja hal itu tidak terjadi kecuali dalam peristiwa Isra’ Mi’raj. Dalam hadis lain, Nabi melihat Ummu Sulaim berada di dalam surga melalui mimpi beliau. Hal ini semakin menguatkan kedudukan Ummu Sulaim di surga.
روى النسائي عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “أُرِيتُ أَنِّي أُدْخِلْتُ الجَنَّةَ فَإِذَا أَنَا بِالرُّمَيْصَاءِ امْرَأَةِ أَبِي طَلْحَةَ، أُمِّ سُلَيْ
An-Nasai meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah bersabda, “Aku diperlihatkan bahwa aku memasuki surga. Kulihat ada Rhumaisha, istrinya Abu Thalhah. Yakni Ummu Sulaim.” (HR. Bukhari).
Dalam riwayat lain, disebutkan Ummu Sulaim bersama Bilal bin Rabah. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah bersabda,
أُرِيتُ الجَنَّةَ فَرَأَيْتُ امْرَأَةَ أَبِي طَلْحَةَ، ثُمَّ سَمِعْتُ خَشْخَشَةً أَمَامِي فَإِذَا بِلاَلٌ
Aku diperlihatkan surga. Di dalamnya kulihat istri Abu Thalhah. Kemudian aku mendengar suara gerakan di depanku. Ternyata itu Bilal. (HR. Muslim).
Dalam riwayat lain, juga dari Jabir, Ummu Sulaim disebut bersama Bilal, dan Umar bin al-Khattab. Dari Jabir, Rasulullah bersabda,
رَأَيْتُنِي دَخَلْتُ الجَنَّةَ، فَإِذَا أَنَا بِالرُّمَيْصَاءِ، امْرَأَةِ أَبِي طَلْحَةَ، وَسَمِعْتُ خَشَفَةً، فَقُلْتُ: مَنْ هَذَا؟ فَقَالَ: هَذَا بِلاَلٌ. وَرَأَيْتُ قَصْرًا بِفِنَائِهِ جَارِيَةٌ، فَقُلْتُ: لِمَنْ هَذَا؟ فَقَالَ: لِعُمَرَ. فَأَرَدْتُ أَنْ أَدْخُلَهُ فَأَنْظُرَ إِلَيْهِ، فَذَكَرْتُ غَيْرَتَكَ”. فقال عمر: بأبي وأمِّي يا رسول الله أعليك أغار
Aku melihat diriku sedang berada di surga. Kulihat ada Rumaisha, istrinya Abu Thalhah. Kemudian aku mendengar suara gerakan. Aku bertanya, ‘Siapa itu?” Ia menjawab, ‘Bilal’. Aku juga melihat istana yang di halamannya terdapat seorang perempuan. Aku bertanya, ‘Milik siapa ini?’ Ia menjawab, ‘Milik Umar’. Aku ingin memasukinya untuk melihat-lihat. Tapi aku teringat rasa cemburu (kepemilikan) Umar.” Umar berkata, “Demi ayah dan ibuku wahai Rasulullah, apakah terhadap dirimu patut aku cemburu.” (HR. Bukhari).
Banyak kaum muslimin tak mengenal perempuan mulia ini. Perempuan yang Allah berikan keutamaan dan anugerah dengan kedudukan yang sedemikian mulia. Secara umum, rekam jejak beliau tak diketahui. Namun Allah Ta’ala menampakkan sesuatu yang istimewa yang tersimpan dalam hatinya. Dan membuatnya termasuk di antara orang yang mulia yang berada di tempat mulia di negeri abadi sana.
Ummu Sulaim merupakan sosok perempuan yang zuhud terhadap dunia. Sehingga Allah membalasnya dengan karunia besar di akhirat padahal ia masih berada di dunia. Diriwayatkan oleh an-Nasa’i, sahabat Anas (putra Ummu Sulaim) bercerita,
Pada suatu hari, Abu Thalhah melamar Ummu Sulaim. Ummu Sulaim merespon dengan mengatakan, “Abu Thalhah, bukankah Tuhan yang Anda sembah adalah sebuah kayu yang tumbuh dari tanah. Kemudian dibuat oleh orang-orang Habasyi dari bani Fulan?” “Betul.”, jawab Abu Thalhah.
Ummu Sulaim berkata, “Janganlah kamu melamarku jika kamu menyembah kayu yang tumbuh dari bumi itu, yang dibuat oleh orang-orang Habasyi dari bani Fulan. Jika kamu memeluk Islam, aku tak menginginkan (mahar) apapun darimu selain itu.” “Baiklah. Aku pikir-pikir dulu urusan ini”, jawab Abu Thalhah mempertimbangkan.
Beberapa saat kemudian Abu Thalhah pun pulang. Berselang beberapa waktu ia datang kembali. Ia berkata, “Asyhadu an laa ilaaha illallaah. Wa anna Muhammadan Rasulullah.” (Aku bersaksi tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah. Dan Muhammad adalah utusan Allah). Ummu Sulaim berkata, “Hai Anas, nikahkanlah Abu Thalhah.”
Tsabit salah seorang perawi hadits ini berkata, “Aku tak pernah mendengar seorang pun perempuan, yang mahar nikahnya lebih mulia dibanding Ummu Sulaim. Maharnya masuk Islam. Kemudian mereka tinggal bersama dan dikaruniai anak.” (HR. an-Nasai)
Jika kita merenungkan kisah tiga orang sahabat yang dilihat di surga ini, Allah hendak mengajarkan kita sebuah nilai. Allah Ta’ala tidak hanya menjelaskan kepada kita tentang kedudukan tiga orang sahabat mulia ini. Tapi, Allah menampakkan teladan bahwa surga tempat yang mulia itu tidak mendiskriminasi kedudukan sosial dan jenis kelamin. Bahwa seorang masuk surga itu bukan karena kedudukan.
Sayyidina Umar adalah sosok laki-laki merdeka. Seorang kepala negara dan pemimpin orang-orang yang beriman. Sedangkan Bilal hanyalah seorang yang pernah menjadi hamba sahaya. Ia dikenal dengan kemiskinan dan tidak memiliki status sosial tinggi dalam kelas masyarakat.
Dan Ummu Sulaim mewakili kaum perempuan. Oleh karena itu, Allah menjadikan surga untuk orang-orang yang beriman dan beramal shaleh. Tidak memandang apakah dia seorang merdeka atau hamba. Kaya atau miskin. Pejabat atau rakyat. Laki-laki atau perempuan. Allah membuka peluang bagi siapapun untuk masuk surga asalkan mereka beriman dan beramal shaleh.
Mungkin, inilah hikmah Allah menampakkan Ummu Sulaim kepada Rasululullah di surga saat perjalanan Isra’ Mi’raj. Bukan menampakkan salah seorang dari istri beliau. Bukan pula putri-putri beliau. Sehingga orang-orang tak berputus asa dan menyangka bahwa surga itu hanya tempat yang khusus bagi keluarga nabi saja. Allah Ta’ala dengan hikmah-Nya memilihkan perempuan dari masyarakat umum para sahabat. Ia bisa mencapai kedudukan demikian dengan iman dan amal shaleh. Sehingga para perempuan mukminah yang lain pun merasa termotivasi.
Namun pertanyaannya adalah mengapa Allah hanya memilih tiga orang ini? Padahal ada ratusan sahabat yang layak dijadikan permisalan. Baik dari kalangan merdeka atau hamba sahaya. Laki-laki atau perempuan. Jawabannya adalah ini merupakan karunia Allah yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala berfirman,
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ
Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. (QS. Al-Qashash: 68)
Dan firman-Nya:
اللهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian) dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Al-Baqarah: 105)
Semoga bermanfaat, Wallahua’lam…
Sumber: Kitab Fadha’il As-Sahabah karya Imam Ahmad bin Hanbal.