BincangMuslimah.Com – Disadari atau tidak, setiap hal dalam kehidupan kita selalu ditentukan oleh standar tertentu. Mulai dari bagaimana bersikap, berbicara khususnya dalam berpenampilan.
Sudah sejak dahulu kala penampilan perempuan punya standar yang kerap diatur sedemikian rupa. Bentuk proporsi tubuh harus sesuai dengan yang ukuran ideal, bentukan masyarakat kita, misalnya.
Hingga saat ini menjadi berbobot tubuh langsing, berkulit putih dan mempunyai tinggi semampai adalah standar kecantikan paripurna. Jika seorang perempuan tidak memenuhi beberapa kriteria di atas, maka sedikit banyaknya akan mendapatkan body shaming.
Istilah body shaming sebenarnya tidak lah asing. Serupa dengan bullying, body shaming adalah penyerangan bentuk tubuh seseorang. Bisa saja menyeletuk seperti Gendut sekali, lebih baik kurangi nanti tidak ada yang suka atau kulit nya hitam, tidak perawatan ya?
Beberapa orang terkadang tidak bermaksud menyakiti. Niat awalnya bisa saja bercanda. Tapi siapa sangka hal itu bisa berdampak buruk. Jika dilakukan terus menerus, orang yang mendapatkan body shaming akan merasa dipermalukan.
Orang yang mendapatkan body shaming akan merasa malu hingga menganggap dirinya tidaklah berguna. Hal ini dikarenakan ia merasa tidak dapat memenuhi standar yang dibuat. Merasa berbeda dan tidak sempurna.
Hingga suatu hari, ia dapat mengalami gangguan kesehatan seperti stres dan depresi. Dilansir dari akun Instagram Magdalena.id, ternyata body shaming dapat membuat trauma yang berdampak pada kehidupan sehari hari.
Apalagi jika pesan-pesan yang berbau hinaan dan kata-kata mengomentari fisik tersebut sudah terjadi sejak masih kecil. Ucapan tersebut akan membekas pada dirinya. Hingga korban body shaming merasa ada yang salah dengan tubuh yang dimilikinya.
Magdalena.co pun menunjukkan beberapa ciri seseorang mengalami trauma body shaming. Pertama, orang yang kerap mendapat ejekan dan hinaan secara fisik merasa cemas dan takut saat dikomentari menyoal tubuhnya.
Kedua, merasa kurang percaya diri. Ketiga, ia merasa selalu ada yang kurang dan salah dengan dirinya. Dimana hampir masyarakat punya standar khusus terkait fisik, dan korban tidak memenuhi kriteria tersebut.
Keempat, merasa tidak ingin difoto. Bisa saja karena merasa tidak sesuai dengan kriteria masyakarat, korban body shaming tidak percaya diri untuk berfoto. Pose apa pun rasanya salah dan tidak bagus. Kelima, terkadang dampaknya cukup hebat pada korban seperti merasa insecure, tertekan dan muncul serangan panik.
Perilaku body shaming sudah seharusnya dihapuskan. Walau banyak yang berdalih sebagai candaan, bentuk fisik seseorang tidak pantas dijadikan sebagai lelucon. Sebagai manusia yang memiliki akal, sudah semestinya saling menghormati satu sama lain.
Islam jelas melarang perlaku body shaming, dan mengajarkan betul bagaimana memperlakukan sesama manusia. Mau itu berbeda jenis kelamin, agama, hingga rupa. Perbedaan bukan berarti menjadi celah untuk mencemooh. Hal itu jelas tertuang dalam Q.S Al-Hujurat ayat 11.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
Imam Ibn Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim menjelaskan jika mengolok-ngolok atau meremahkan adalah bentuk perilaku sombong. Termasuk body shaming itu sendiri.
Pelaku yang gemar mengejek-ejek merasa lebih baik dari korban. Padahal menurut al-Quran hal itu belum tentu. Bisa saja mereka yang sering diejek dan dihina justru lebih tinggi derajatnya.
Pada kitab Syarah al-Muhadzab juga menjelaskan terkait memberikan panggilan buruk. Merekan yang menggunakan julukan tidak menyenangkan bisa dikenakan sanksi (ta’zir). Hukuman itu disebabkan pelaku telah memberikan julukan yang buruk pada orang lain. Pasalnya, tindakan itu dibenci dalam agama Islam.
وَمِنَ الْأَلْفَاظِ الْمُوْجِبَةِ لِلتَّعْزِيْرِ قَوْلُهُ لِغَيْرِهِ يَا فَاسِقُ يَا كَافِرُ يَا فَاجِرُ يَا شَقِيُّ يَا كَلْبُ يَا حِمَارُ يَا تَيْسُ يَا رَافِضِيُّ يَا خَبِيْثُ يَا كَذَّابُ يَاخَائِنُ يَا قِرْنَانُ يَا قَوَادُ يَا دَيُّوْثُ يَا عَلقُ
Artinya: Di antara lafadz-lafadz yang menyebabkan pelakunya layak diberikan hukum ta’zir, seperti saat seseorang memanggil orang lain dengan seruan “Wahai kafir, wahai orang yang durhaka, wahai manusia celaka, hei anjing, wahai keledai, hai kambing jantan, hai golongan Rafidah, wahai orang buruk, wahai penipu, wahai pengkhianat, hai orang yang mempunyai dua tanduk, hai orang yang tidak mempunyai gairah, dan hai segumpal darah.”
Oleh karena itu sudah saat nya menghentikan perilaku body shaming. Setiap orang ingin dihargai dan dihormati. Memberikan ejekan sebagai bahan untuk lelucon bukan sesuatu yang layak diperbuat. Agama pun melarang tegas dan mengutuk perbuatan yang merugikan orang lain secara psikis tersebut.