BincangMuslimah.Com – Harta kekayaan dan ilmu (agama) merupakan anugrah dan rezeki yang Allah berikan kepada siapapun yang Ia kehendaki, setelah hamba-Nya berusaha lalu bertawakkal. Usaha dalam mendapatkan harta dilakukan dengan bekerja, sedangkan dalam mendapatkan ilmu, diperoleh dengan belajar.
Ada manusia yang diberikan harta yang banyak sekaligus ilmu dan wawasan yang luas. Ada juga yang diberikan ilmu saja, atau harta saja, atau bahkan tidak diberikan kedua hal tersebut. Manakah golongan manusia yang mendapatkan kedudukan terbaik di sisi Allah dari semua kelompok itu?
Dalam hal ini, berabad-abad lalu, Rasulullah saw. sudah memberikan penjelasan dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi dari jalur Abu Kabsyah Al-Annamaariy. Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ:
عَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَيَعْلَمُ لِلهِ فِيهِ حَقًّا، فَهَذَا بِأَفْضَلِ المَنَازِلِ؛
وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُولُ: لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ؛
وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا، فَهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَلَا يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَلَا يَعْلَمُ لِلهِ فِيهِ حَقًّا، فَهَذَا بِأَخْبَثِ المَنَازِلِ؛
وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللهُ مَالًا وَلَا عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ: لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ.
“Sesungguhnya potret manusia di dunia ada empat:
Pertama, seorang hamba yang diberi karunia harta dan ilmu oleh Allah. Dengan harta dan ilmunya, ia bertakwa kepada Allah, dengannya ia menyambung silaturahim, dan ia juga mengetahui bahwa Allah memiliki hak pada harta dan ilmunya itu (berupa menggunakan hartanya di jalan kebaikan dan mengajarkan ilmunya);
Kedua, seorang hamba yang diberikan ilmu tapi tidak diberi harta, dengan ketulusan niatnya, ia berkata: seandainya aku memiliki harta, niscaya aku akan melakukan seperti amalan si Fulan (yang memiliki harta dan beramal dengan hartanya). Ia mendapatkan pahala sesuai dengan apa yang ia niatkan. Kedua orang ini mendapatkan pahala yang sama;
Ketiga, seorang hamba yang diberikan harta tapi tidak berilmu. Dengan hartanya itu, ia melangkah serampangan tanpa ilmu, tidak takut kepada Rabb-Nya, serta tidak menyambung silaturahim. Ia juga tidak mengetahui hak Allah dalam hartanya. Ini adalah tingkatan manusia yang paling buruk;
Keempat, seorang hamba yang tidak diberikan harta ataupun ilmu. Ia berkata: andai aku punya harta, tentu aku akan melakukan amalan seperti yang dilakukan Fulan (yang serampangan menggunakan hartanya dalam kemaksiatan). Ia mendapatkan ganjaran sesuai dengan niatnya. Kedua orang ini mendapatkan dosa yang sama.
Dari hadis ini kita bisa ketahui, bahwa golongan manusia yang mendapatkan kedudukan terbaik di sisi Allah adalah hamba yang diberikan harta dan ilmu lalu menggunakan keduanya di jalan kebaikan. Dengan hartanya, ia bisa bersedekah, berzakat, berwakaf, dan amalan-amalan kebaikan lainnya yang membutuhkan biaya. Dengan ilmunya, ia bisa mengajar, berdakwah, dan menyebarkan ilmunya. Harta dan ilmu yang ia miliki ia jadikan sebagai fasilitas untuk beramal meraih keridahaan Rabbnya.
Muhammad bin Ismail (w. 1182 H) ketika menjelaskan hadis ini dalam Al-Tanwir Syarh al-Jaami’ al-Shagir, mengatakan bahwa seseorang belum disebut berilmu jika ia tidak mengamalkan ilmunya.
Dari hadis ini juga diketahui, bahwa tidak sebatas dengan ilmu, seorang muslim hendaknya juga memiliki harta yang banyak, sehingga ia bisa beramal dengannya, lalu ia akan masuk pada golongan manusia yang mendapatkan kedudukan terbaik di sisi Allah. Karena ada amalan-amalan yang tidak hanya membutuhkan ilmu saja, tapi juga harta.
Namun begitu, Allah dengan luasnya karunia serta kasih sayang-Nya, tetap memberikan pahala serupa kepada orang yang berilmu tapi tidak memiliki harta, yang dengan ketulusan niatnya ber’azam, seandainya ia diberikan harta, ia akan menginfakkannya di jalan Allah.
Kedua hamba ini (yang memiliki harta & ilmu, dan yang berilmu tapi tidak memiliki harta namun memiliki niat yang benar), akan diberikan pahala dan kedudukan yang sama di sisi Allah. Hal ini karena hamba jenis kedua ini tidak bisa beramal dengan harta, karena garis takdir Allah yang menetapaknnya sebagai seorang hamba yang tidak berharta. Takdir ini berada di luar kendalinya. Namun karena ketulusan ‘azamnya itu, ia diberikan ganjaran yang sama seperti orang yang beramal dengan hartanya.
Muhammad bin Ismail juga menjelaskan, hadis ini mengandung penafsiran lain. Yaitu keduanya mendapatkan balasan kebaikan yang sama karena ketulusan niat mereka, namun hamba yang menginfakkan hartanya tetap memiliki kelebihan karena amalnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. “barangsiapa yang berniat untuk melakukan suatu kebaikan, akan dituliskan satu kebaikan untuknya. Jika ia melakukan apa yang ia niatkan itu, akan dituliskan 10 kebaikan untuknya.” Hadis ini menunjukkan bahwa orang yang merealisasikan niatnya lebih utama daripada orang yang hanya berniat akan melakukan amal kebaikan.
Tingkatan ketiga adalah orang yang memiliki harta namun tidak berilmu. Ia menggunakan hartanya untuk berbuat kejelekan, dosa dan maksiat. Ia tidak takut kepada Allah atas apa yang ia lakukan. Inilah tingkatan hamba yang paling buruk.
Begitu pula dengan hamba di tingkatan keempat, yang tidak berilmu dan tidak memiliki harta. Namun ia berangan-angan, seandainya ia memiliki harta tentu ia juga bisa bermaksiat. Mereka berdua ini sama-sama berkedudukan buruk di sisi Allah. Semoga Allah menjadikan kita tergolong kepada tingkatan pertama atau kedua, dan menjauhkan kita dari tingkatan ketiga dan keempat. Aamiin.