BincangMuslimah.Com – Pembahasan mengenai perempuan tidak pernah ada habisnya. Kekurangan dan juga kelemahannya seperti terus menerus dicari. Jika memang terdapat kekurangan, maka akan menyangkut-pautkan kekurangan tersebut dengan dalih-dalih keagamaan. Seperti sebuah hadis yang menyatakan:
النساء ناقصات عقل ودين
“Perempuan itu kurang akal dan agamanya” (HR. Bukhari & Muslim)
Apa memang benar perempuan memiliki kecakapan yang kurang dari laki-laki?
Jika menghadirkan pemahaman umum mengenai hadis di atas tentu perempuan dalam pemahaman umum tersebut tetap berada di posisi yang terhimpit. Anggapan kurang akal bagi perempuan dan satu orang kesaksian dari perempuan sama dengan setengah kesaksian laki-laki.
Imam Nahe’i, Komisioner Komnas Perempuan periode 2020-2024, mengatakan untuk memahami hadis tersebut perlu dengan menghadirkan pandangan dan pengalaman perempuan ketika hadis di atas turun. Maka bukan lagi akan mendapat pengulangan mengenai stereotipe perempuan sejak zaman Jahiliyah yang kondisinya amat mengenaskan.
“Jika melihat kondisi sosial masyarakat saat itu perempuan tidak mendapatkan akses pendidikan seperti halnya laki-laki. Jadi stereotip tersebut gara-gara sejak dahulu perempuan tidak mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang sama dengan laki-laki, maka stereotipe perempuan kurang akal muncul,” Jelas Imam Nahe’i dalam acara pelatihan kepenulisan dengan tema Islam dan Gender, oleh Komunitas Bincang Muslimah pada Sabtu, (29/082020).
Perlunya Evaluasi Pandangan yang Bias Perempuan
Menurut Imam Nahe’i, karena kesalahan sejak masa lalu ini menyebabkan perempuan menjadi sekelompok manusia yang seolah tidak cakap dan tidak berpendidikan. Hal ini kemudian melahirkan pandangan bahwa perempuan memang memiliki kekurangan pada akalnya. Belum lagi anggapan sebagai makhluk kelas dua, yang kesampingkan, bahkan tidak menganggap ada keberadaannya.
Jadi, hari ini kita perlu melakukan evaluasi besar-besaran atas pandangan yang bias terhadap perempuan. Kita juga harus menghadirkan pengalaman perempuan dalam evaluasi tersebut. Karena perempuan yang tidak mendapatkan akses pendidikan yang setara dengan laki-laki tidak mutlak akibat dari sebuah dalih yang berasal dari agama. Melainkan, datang dari budaya yang meminggirkan perempuan sebagai seorang manusia yang utuh.
Tentu saja meminggirkan kelompok perempuan berarti juga mengabaikan setengah dari potensi masyarakat. Cita-cita untuk menciptakan peradaban manusia yang maju dan beradab tentu akan mengalami hambatan dan berjalan lambat karena setengah dari potensi masyarakatnya tidak mendapat perhatian.
Pernyataan hadis di atas juga dapat ditampik juga dengan pengakuan yang datang dari Umar bin Khattab ra yang menyatakan bahwa Islam telah memberikan hak-hak bagi perempuan. Hal ini adalah sesuatu yang tidak pernah mereka (perempuan) miliki sebelum Islam datang.
Karenanya, jika hari ini masih tersisa pandangan dan perlakuan bias terhadap perempuan, tentu hal demikian adalah sisa budaya jahiliyah, sedangkan perilaku yang mengakui persamaan hak antar manusia adalah prinsip dan ajaran yang dibawa oleh Islam.
Wallahu’alam.