BincangMuslimah.Com – Hari raya Idul Adha sangat identik dengan hari raya kurban. Karena pada hari raya ini sangat sunah untuk menyembelih hewan-hewan yang telah ditentukan sebagai kurban karena Allah Swt. Hal ini juga sesuai dengan kata “الاضحى” itu sendiri yang merujuk kepada kata ضَحَايَا , bentuk plural dari kata أضْحَاة yang berarti kurban sebagaimana penjelasan Syekh Sulaiman al-jamal di dalam kitab Hāsyiyah al-Jamal ‘ala Syarh al-Manhaj juz. 2 hal. 92.
Beliau juga menjelaskan bahwa hari raya ini juga disebut sebagai idul akbar (hari raya besar). Karena banyaknya pembebasan dosa yang dianugerahi oleh Allah pada hari Arafah. Sebelumnya, tidak pernah dilihat hari yang pembebasan dosanya lebih banyak daripada hari Arafah.
Sehingga barang siapa yang membebaskan/menjauhkan diri dari dosa pada bulan Ramadan atau hari Arafah maka di adalah orang yang dinisbatkan dengan kata “hari raya” tersebut. Sedangkan orang yang tidak membebaskan diri dari dosa, maka dia adalah orang yang menjauhkan diri dari Allah Swt. dan mendapatkan ancaman.
Batas Waktu Menyembelih
Hari raya Idul Adha sendiri hanya terbatas pada tanggal 10 Dzulhijjah. Lalu apakah penyembelihan hewan kurban hanya bisa pada hari raya saja atau juga bisa pada hari-hari lainnya? Sampai kapan batasan waktu menyembelih hewan kurban?
Imam al-Mawardi di dalam kitab al-Iqnā’ fī al-Fiqh al-Syāfi’iy hal. 185 menjelaskan:
وَوقت النَّحْر من بعد وَقت صَلَاة الْعِيد من يَوْم النَّحْر لَيْلًا وَنَهَارًا إِلَى غرُوب الشَّمْس من آخر يَوْم من أَيَّام التَّشْرِيق
Artinya: “Waktu berkurban adalah sejak setelah waktu shalat ied pada hari nahr (hari raya idul adha) baik pada malam hari maupun siang hari, sampai terbenam matahari pada akhir hari Tasyrik.”
Dari redaksi tersebut, dapat kita pahami bahwa waktu penyembelihan hewan kurban yakni sejak setelah waktu shalat ied pada tanggal 10 Dzulhijjah hingga akhir dari hari Tasyrik, yakni pada tanggal 13 Dzulhijjah.
Sedangkan untuk detail awal dari waktu penyembelihan, Imam Mawardi menjelasakan di dalam kitab yang berbeda. Seperti yang beliau sebutkan di dalam kitab al-Hāwī al-Kābīr fī Fiqh Mazhab al-Imām al-Syāfi’iy/Syarh Mukhtaṣar al-Muzanni juz. 15 hal. 85. Di dalam kitab ini, beliau menyebutkan bahwa para ulama ahli fikih berbeda pendapat tentang awal waktu berkurban.
Pertama, mazhab Imam Syafi’i
Di dalam mazhab Imam Syafi’i, baik orang kota maupun desa, baik berdomisili ataupun sedang di dalam perjalanan, memiliki waktu yang sama dalam awal waktu melaksanakan penyembelihan hewan kurban yaitu, dengan mempertimbangkan waktu shalat bukan pelaksanaan shalat. Sehingga sudah boleh melakukan penyembelihan ketika matahari telah terbit dan naik hingga keluar dari waktu yang makruh untuk melaksanakan shalat dan setelah itu telah berlalu seukuran 2 rakaat dan 2 khutbah, baik imam pada daerah tersebut shalat di kota ataupun tidak.
Kedua, mazhab Imam Abu Hanifah
Menurut Imam Abu Hanifah untuk penduduk kota yang menjadi pertimbangan adalah shalatnya imam-imam di sana. Sehingga baru bisa melaksanakan kurban setelah para imam tersebut shalat. Sedangkan untuk penduduk desa dan orang musafir yang menjadi rujukan adalah terbitnya matahari. Oleh karena itu, jika penduduk kota menyembelih hewan kurban sebelum shalatnya para imam maka hewan tersebut tidak terhitung sebagai kurban.
Ketiga, mazhab Imam Malik
Menurut Imam Malik, untuk penduduk kota yang diperhitungkan adalah shalat imam dan seumpamanya. Sedangkan untuk penduduk desa dan orang musafir yakni mempertimbangkan shalatnya para imam di negeri yang paling dekat dengan mereka. Sehingga jika penduduk kota menyembelih sebelum menyembelihnya imam maka hewan tersebut tidak terhitung sebagai kurban.
Keempat, pendapat Imam ‘Atho’
Menurut beliau awal waktu penyembelihan untuk semua manusia adalah dengan mempertimbangkan terbitnya matahari pada hari nahar.
Dengan demikian, sejatinya batasan waktu menyembelih hewan kurban adalah setelah pelaksanaan sholat Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah hingga akhir dari hari tasyrik, yakni pada tanggal 13 Dzulhijjah.
4 Comments