BincangMuslimah.Com – Jika diklasifikasikan, ayat-ayat Alquran menjabarkan tiga poin utama. Ketiganya adalah syariat, akhlak, dan tauhid. Dari sisi syariat, Alquran menjelaskan tata-cara seorang manusia berinteraksi dengan Tuhan dan sesama manusia. Dari sisi akhlak, Alquran mengajarkan nilai-nilai kejernihan dan kesucian hati. Hal ini dapat kita lihat dari cerita nabi-nabi terdahulu yang dikisahkan oleh Alquran dengan maksud kita dapat meneladani bagaimana keikhlasan, kesabaran, dan kegigihan orang-orang terdahulu dalam menjalani kehidupan.
Adapun dari sisi tauhid, Alquran menegaskan bahwa manusia adalah makhluk yang tidak abadi. Sebab ia dilahirkan dan pada waktunya akan tiada. Manusia adalah makhluk yang lemah, sebab ia tidak bisa bertahan hidup sendiri tanpa bantuan selainnya. Ia juga di tak kuasa untuk mewujudkan setiap keinginan dan cita-citanya sendiri. Hal ini selaras dengan firman Allah Swt. Laa Ilaha Illallaah, tidak ada Tuhan selain Allah Swt.
Kalimat Laa Ilaha Illallah tersebut mengandung makna bahwa selain Dzat Allah Swt. adalah makhluk-makhluk yang memiliki keterbatasan-keterbatasan, makhluk yang amat lah tidak sempurna. Sekalipun dia seorang Nabi atau Rasul. Sehingga Dzat yang berhak disembah hanyalah Allah Swt. Dzat yang Maha Esa, Maha Kuasa, Maha Kuat, dan Maha Mengetahui.
Di lain ayat dalam Alquran, Allah juga menegaskan ليس كمثله شيء. “tidak ada apapun yang menyerupainya (Allah)”. Artinya, Allah Swt. sama sekali tidak menyerupai makhlukNya. Ia tidak butuh makan dan minum, tidak butuh tidur, serta tidak butuh teman atau seikat untuk mewujudkan kehendaknya. Juga tidak ada satupun makhluk yang kekuatannya menandingi kekuatan Allah, yang kekuasaannya menandingi kekuatan Allah, dan yang pengetahuannya melebihi pengetahuan Allah. Sekalipun dia adalah seorang Rasul yang diberi sekian mukjizat oleh Allah Swt.
Nabi Isa a.s, misalkan, sebagaimana yang kita tahu, mukjizat-mukjizat Nabi Isa a.s. banyak disalahpahami oleh sebagian umat. Beliau diturunkan di tengah kaum yang haus akan kenikmatan duniawi dan sangat materialistik. Maka sangat wajar jika mukjizat-mukjizat yang diturunkan beliau adalah kekuatan-kekuatan ghaib yang mematahkan teori-teori empiris (dapat diindera) sesuai keyakinan mereka, seperti menyembuhkan penyakit dan menghidupkan orang mati.
Sehingga Allah menyampaikan bantahan melalui Alquran mengenai ketuhanan Nabi Isa a.s dalam Surat Al-Maidah ayat 75 Allah Swt. berfirman,
Artinya: “Al-Masih putra Maryam hanyalah seorang Rasul. Sebelumnya pun sudah berlalu beberapa rasul. Dan ibunya seorang yang berpegang teguh pada kebenaran. Keduanya biasa memakan makanan. Perhatikanlah bagaimana Kami menjelaskan ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) kepada mereka (Ahli Kitab), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka dipalingkan (oleh keinginan mereka).”
Begitu juga ayat 116,
Artinya: (Ingatlah) ketika Allah berfirman, “Wahai Isa putra Maryam, apakah engkau mengatakan kepada orang-orang, ‘Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?’” Dia (Isa) menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa pun yang bukan hakku. Jika aku pernah mengatakannya tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa pun yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa pun yang ada pada diri-Mu. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib.”
Dari susunan kalimat di ayat-ayat tersebut, sudah sangat terlihat bagaimana Allah Swt. ingin membantah keyakinan-keyakinan kaum Nabi Isa a.s yang menuhankan beliau. Nabi Isa a.s hanyalah seorang rasul, sebagaimana rasul-rasul sebelumnya yang semuanya adalah seorang manusia.
Lebih dalam, Allah Swt. menjelaskan “Keduanya (Isa dan Maryam) biasa memakan makanan”. Artinya, sangatlah tidak mungkin seseorang disebut sebagai Tuhan padahal ia masih membutuhkan asupan makanan. Sekalipun dapat menyembuhkan orang sakit dan menghidupkan orang mati, Nabi Isa a.s tetaplah seorang manusia yang jika tidak makan dan minum seharian, beliau akan letih dan lemas.
Dari ulasan ini, bisa kita temukan bahwa dalam bertauhid kita pun perlu melibatkan logika untuk mendapatkan bukti yang otentik. Dan Alquran mengajarkan itu dalam membantah ketuhanan Nabi Isa a.s. Bagaimana mungkin kita menyembah seorang Tuhan yang dilahirkan? Dan bagaimana mungkin kita menyembah Tuhan yang akan letih dan lesu saat tidak makan-minum seharian?
Demikian ulasan mengenai bantahan Alquran terhadap ketuhanan Nabi Isa a.s.