BincangMuslim.Com – 19 Juli 2022 lalu, Ayana Moon, selebgram berdarah Korea yang sudah memeluk Islam selama 10 tahun, mengunggah fotonya bersama sang adik yang sedang menjalani wajib militer. Dalam foto itu, Ayana Moon tidak berjilbab. Ia hanya mengenakan jaket dan topi yang menutupi kepalanya. Ternyata, tidak sedikit netizen yang berkomentar negatif. Ayana dianggap tidak konsisten dalam menjalankan perintah agama yang kini dianutnya.
Bagaimana hukum seorang perempuan muslim yang melepas jilbab karena keadaan darurat? Mengingat, saat Ayana berada di Korea, ia menjadi minoritas. Bahkan adiknya tidak bisa mendapatkan makanan halal dan kesulitan melaksanakan shalat tepat waktu. Dalam kondisi saat itu, Ayana melepas jilbabnya dalam keadaan darurat bukan pilihan (Ikhtiyari).
Sebuah fatwa dari ulama Mesir menyatakan bahwa berjilbab bagi perempuan muslim yang sudah baligh adalah fardhu ‘ain. Merujuk pada ayat Alquran ayat 31 surat an-Nur,
وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ
Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.
Selain berlandaskan pada Alquran, fatwa ini juga berlandaskan hadis melalui penuturan Aisyah,
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ، دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ، فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَالَ: يَا أَسْمَاءُ، إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْه [رواه أبو داوود].
Dari ‘Aisyah r.a. (diriwayatkan) bahwa Asma’ binti Abu Bakar masuk ke tempat Rasulullah saw dengan memakai baju yang tipis, kemudian Rasulullah saw berpaling daripadanya dan bersabda, hai Asma’, sesungguhnya apabila wanita itu sudah sampai masa haid, tidaklah boleh dilihat sebagian tubuhnya kecuali ini dan ini. Beliau menunjuk kepada muka dan kedua tapak tangannya [HR. Abu Dawud]
Ulama Mesir berkesimpulan bahwa berdasarkan kedua dalil tersebut, seorang perempuan tidak boleh memperlihatkan auratnya yang batasannya telah disebutkan di dua dalil tersebut kepada yang bukan mahrom. Kebolehan membuka aurat hanya saat darurat seperti saat berobat yang harus memperlihatkan sebagian aurat, misal saat berobat telinga.
Fatwa ulama Mesir ini muncul dari pertanyaan seorang dosen perempuan muslim yang mengajar di negara mayoritas non muslim. Ia mendapat ancaman dan intimidasi di tempatnya mengajar. Lalu ia bertanya, bolehkah melepas jilbabnya dalam keadaan seperti ini?
Menjawab pertanyaan tersebut, fatwa ulama Mesir menjabarkannya dalam dua poin:
Pertama, jika intimidasi tersebut hanya berupa verbal atau kata-kata dan masih bisa dihadapi dengan respon berupa sikap diam saja atau perbuatan sopan, maka melepas jilbab tidaklah diperbolehkan. Karena hal tersebut belum sampai tahapan darurat.
Kedua, jika intimidasi yang didapatkannya sampai melukai tubuh, mengancam nyawa, atau terancam kehilangan pekerjaannya sedangkan ia belum menemukan profesi atau pekerjaan lain, maka sementara ia boleh melepas jilbabnya. Perlu diingat, kebolehan ini hanya bersifat sementara selama hal yang mengancamnya berlangsung. Jika sudah tidak, maka ia wajib mengenakan jilbabnya kembali.
Dua penjabaran ini memberi jawaban kita pada fenomena Ayana Moon yang melepas jilbabnya saat menemui adiknya yang sedang melakukan wajib militer. Jika saat itu Ayana memang mendapat ancaman dan intimidasi karena jilbab yang dikenakannya – sebab jilbab dianggap sebagai simbol agama – maka sementara ia boleh melepas jilbabnya sampai keadaan memungkinkan baginya untuk mengenakan jilbab.
1 Comment