BincangMuslimah.Com – Penyandang disabilitas yang beragama Islam memiliki tata cara beribadah yang berbeda dengan muslim lainnya. Dalam hal ini, mereka tentu memiliki kesulitan yang tidak dialami oleh orang biasa. Untuk shalat lima waktu yang bisa ia lakukan di rumah, tidak perlu ditanyakan lagi. Bagaimana jika ia laki-laki, apakah penyandang tuna netra tetap wajib shalat Jumat?
Kewajiban shalat Jumat ini dipertanyakan karena tentu penyandang tuna netra memiliki kesulitan untuk menuju masjid atau tempat dilaksanakannya shalat Jumat. Ada dua pendapat ulama mengenai hal ini.
Pertama, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa penyandang tuna netra tidak wajib melaksanakan shalat Jumat. Ketidakwajiban penyandang tuna netra untuk melaksanakannya bersifat mutlak, baik ada yang menuntunnya atau tidak.
Alasan tidak wajibnya shalat Jumat adalah karena penyandang tuna netra tidak mampu menghadirinya seorang diri sehingga tidak disebut mukallaf untuk shalat Jumat. Alasan lainnya adalah penyandang tuna netra dianggap sebagai orang sakit yang kesulitan menghadirinya.
Kedua, tetap wajib shalat Jumat. Ini pendapat mayoritas ulama. Dalam kitab al-Majmu’ karya Imam Nawawi disebutkan,
الأعمى إن وجد قائدا متبرّعا أو بأجرة المثل وهو واجدها لزمته الجمعة وإلا فلا يجب عليه
Orang dengan disabilitas netra jika ada yang menuntunnya (ke masjid) baik sukarela atau dengan membayar, maka ia wajib melaksanakan shalat Jum’at, jika tidak menemukan maka tidka wajib.
Mayoritas ulama juga tetap mewajibkan karena penyandang tuna netra juga melakukan aktivitas berpergian lainnya seperti ke pasar, ke sekolah, fasilitas umum, dan lain-lain. Maka shalat Jumat dalam hal ini menjadi tetap wajib dengan meminta bantuan untuk menuntunnya. Tapi pada kenyatannya juga, penyandang tuna netra tetap bisa berpergian walau tanpa ada yang menuntun. Mereka menggunakan bantuan tongkat untuk menuntun mereka berjalan.
Maka kewajiban ini sifatnya relatif, tergantung kondisi penyandang tuna netra tersebut. Jika memungkinkan untuk berjalan sendiri dengan tongkat dan biasa melakukan aktivitas sehari-hari dengan itu, maka kewajiban berlaku padanya. Jika ia biasa diantar atau dituntun orang lain, maka kewajiban ada jika ada orang yang menuntunnya menuju masjid. Wallahu a’lam bisshowab.