BincangMuslimah.Com – Berdasarkan data dari We Are Social, laporan terakhir pada Oktober 2021 melaporkan bahwa pengguna media sosial (medsos) di dunia mencapai 4,5 miliar dari total 7,7 miliar. Dan tiap tahunnya angka tersebut mengalami peningkatan. Siapapun pengguna medsos bisa menggunakan berbagai fitur di dalamnya, dan paling utama adalah membagikan kehidupan mereka. Foto selfi, momen bersama keluarga, dan lainnya.
Salah satu hal yang membuat orang merasa ragu untuk membagikan aktivitasnya atau berbagi foto selfi adalah perasaan takut pamer atau dianggap narsis. Dalam Islam, sikap narsistik ini juga serupa dengan sikap ujub yang tentu dilarang dalam Islam. Namun, benarkah berbagi aktivitas dan foto selfi merupakan sikap ujub atau narsistik?
Hal pertama yang perlu dipahami adalah makna ujub itu sendiri. Nabi Muhammad pernah memperingatkan kita tentang bahayanya ujub. Disebutkan dalam hadis riwayat Anas bin Malik radhiyallahu anhu,
لَوْ لَمْ تَكُونُوا تُذْنِبُونَ؛ لَخِفْتُ عَلَيْكُمْ مَا هُوَ أَكْبَرُ مِنْ ذَلِكَ: الْعُجْبَ الْعُجْبَ
Jika kalian tidak melakukan dosa, aku takut akan hal menimpamu dan itu lebih besar daripada perbuatan dosa, ialah, ujub..ujub! (HR. Baihaqi dalam bab “Cabang Iman”)
Rasulullah memperingatkan umatnya untuk tidak memiliki sikap ujub yang lebih buruk daripada dosa itu sendiri. Narasi ini bukan berarti menyuruh umat muslim untuk meremehkan dosa, tapi justru berbuat dosa adalah bagian dari sifat manusia. Jika manusia tidak berbuat dosa, justru dikhawatirkan oleh Nabi akan merasa ujub.
Ibnu Mubarok mendefinisikan ujub sebagai perasaan melihat diri sendiri memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain. Ia merasa bahwa dirinya memiliki keunggulan dari orang lain dan lupa bahwa orang lain pun juga memiliki kelebihan.
Perasaan ujub ini, menurut mayoritas ulama akan melahirkan sikap kesombongan. Maka ujub adalah sebuah perasaan dan perilaku bathin, sedangkan sombong merupakan sikap atau perilakunya yang menjadi implementasi perasaan ujub itu.
Sayyidah Aisyah juga pernah ditanya oleh seseorang tentang kapan manusia disebut sebagai pendosa. Begini bunyi atsarnya,
عن عائشة رضي الله عنها: أن رجلاً سألها، فقال: متى أعلم أني محسن؟ قالت: إذا علمت أنك مسيء، قال: ومتى أعلم أني مسيء؟ قالت: إذا علمت أنك محسن
Sesungguhnya seorang laki-laki bertanya pada Aisyah, ia berkata, “kapan aku mengetahui bahwa aku adalah orang yang baik?”, Aisyah menjawab, “apabila engkau tahu bahwa engkau adalah orang yang buruk.” Ia bertanya lagi, “dan kapan aku mengetahui bahwa aku adalah orang yang buruk?” Aisyah menjawab, “apabila engkau mengetahui bahwa engkau adalah orang baik.”
Menurut Aisyah, perasaan sudah baik justru lahir dari perasaan ujub. Karena perasaan tersebut akan melupakan kesalahan-kesalahan yang ia lakukan dan membuatnya merasa lebih baik dari orang lain. Maka mengunggah aktivitas sehari-hari atau foto selfi tidak akan dikatakan ujub jika tidak lahir dari perasaan lebih baik dari siapapun. Terlebih jika merasa bahwa tak ada yang bisa menandingi dirinya.
2 Comments