BincangMuslimah.Com – Para ulama dari empat madzhab fikih sepakat bahwa perempuan tidak bisa menjadi imam bagi laki-laki. Oleh sebab itu, biasanya di dalam keluarga, yang menjadi imam dalam sholat jamaah adalah ayah, atau anak laki-laki yang sudah dewasa (baligh). Dalam rangka mendidik anak menuju dewasa, seorang ibu biasanya mengajarkan anak laki-lakinya untuk menjadi imam shalat di usianya yang masih kecil. Sah-kah shalat ibu diimami anaknya tersebut?
Mayoritas ahli fikih, yaitu dari kelompok Hanafi, Maliki, dan Hambali berpendapat bahwa di antara syarat sahnya imam pada shalat wajib lima waktu adalah baligh (dewasa). Karena fase inilah seseorang telah berada pada fase yang sempurna, sedangkan anak kecil tidak masuk dalam kategori dewasa.
Berbeda dengan ketiga pendapat tersebut, Imam Syafii tidak mensyaratkan kedewasaan seseorang dalam menjadi imam, sehingga anak kecil dalam hal ini boleh menjadi imam secara mutlak sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah.
Di antara kebolehan pendapat Imam Syafi’i mengacu pada hadis yang ‘Amr bin Salamah yang pernah mengimami di usia 6 atau 7 tahun;.
عن عَمْرِو بْنِ سَلَمَةَ أَنَّهُ كَانَ يَؤُمُّ قَوْمَهُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ ابْنُ سِتِّ أَوْ سَبْعِ سِنِين (رواه البخاري)
Dari ‘Amr ibn Salamah bahwa ia pernah mengimami kelompoknya di masa Nabi Muhammad dalam usia 6 atau 7 tahun.(HR. Bukhari)
Atas dasar inilah, banyak sekali dijumpai dalam kitab-kitab fikih Syafii seperti fathul qarib bahwa orang yang sudah baligh boleh berimam kepada anak kecil. Akan tetapi, yang perlu digaris bawahi dengan anak kecil di sini adalah anak yang sudah tamyiz. Yaitu anak yang mendekati usia baligh, yang bisa membedakan perkara baik dan benar atau disebut juga anak yang mumayyiz.
Para ulama berpendapat bahwa minimal usia dalam kategori tamyiz adalah 7 tahun sebagaimana mengacu pada usia diperintahkannya shalat. Oleh sebab itu, shalat seorang ibu diimami anaknya yang sudah tamyiz adalah sah dan tidak perlu mengulangi shalatnya menurut pendapat imam syafi’i.
Kebolehan ini pada hakikatnya juga berlaku pada laki-laki baligh yang menjadi makmum bagi anak yang mumayyiz. Meski begitu, para ulama menghukuminya dengan makruh karena sekalipun anak mumayyiz tersebut lebih fasih bacaan shalatnya. Karena sesungguhnya yang sudah baligh itu lebih utama dari yang masih mumayyiz. Wallahu A’lam bis Shawab.