BincangMuslimah.Com– Puasa Ramadan merupakan ibadah yang memiliki banyak keutamaan, salah satunya adalah sahur. Namun, ada berbagai alasan mengapa seseorang tidak sempat sahur, seperti tertidur, kelelahan, kurangnya persiapan, atau ketidaktahuan akan keutamaan sahur. Lalu, bagaimana jika seseorang tidak sahur? Apakah puasanya tetap sah? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita telaah beberapa aspek penting terkait sahur dalam ibadah puasa.
Waktu Pelaksanaan Sahur
Secara umum, dalam islam waktu sahur mulai dari tengah malam hingga sebelum waktu fajar (subuh). Dalam kitab-kitab fiqh menyebutkan bahwa waktu sahur masuk sejak pertengahan malam, dan lebih utama jika pelaksanaannya mendekati waktu fajar selama tidak membuat seseorang ragu-ragu tentang masuknya waktu subuh.
ويدخل وقته بنصف الليل كما ذكره الرافعي في الايمان وذكره في المجموع هنا.
Artinya: Dan waktu sahur masuk sejak pertengahan malam, sebagaimana disebutkan oleh Ar-Rafi’i dalam kitab Al-Iman, serta disebutkan juga dalam kitab Al-Majmu’ di sini. (Mughni al-Muhtaj, 1/435, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad al-Khatib asy-Syarbini).
Disebutkan pula dalam Mughni al-Muhtaj 1/435, bahwa keutamaan sahur dapat dilakukan dengan banyak atau sedikit makanan dan minum air, Bahkan, meskipun hanya dengan seteguk air, sahur tetap dianggap sah dan bernilai ibadah. Dalam Shahih Ibnu Hibban No 3476, terdapat sebuah hadis yang menegaskan hal ini:
ففي صحيح ابن حبان :تسحروا ولو بجرعة ماء
Artinya: “Makan sahurlah, meskipun hanya dengan seteguk air.”
Selain itu Sahur memiliki banyak hikmah yang bisa diperoleh, antara lain:
- Memberikan Kekuatan untuk Berpuasa – Sahur membantu seseorang memiliki energi yang cukup untuk menjalani ibadah puasa seharian.
- Pembeda Umat Islam dengan Ahli Kitab – Sahur merupakan keutamaan tersendiri bagi umat islam. Karena ibadah puasa tidak hanya umat muslim yang melaksanakan, melainkan juga oleh yahudi dan Nasrani. Tetapi anjuran sahur hanya kepada umat islam saja. Sebagaimana penjelasan dalam hadis:
قال رسول الله ﷺ: فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحُورِ
Artinya: Rasulullah SAW bersabda: Perbedaan antara puasa kita dan puasa umat Yahudi dan Nasrani adalah makan sahur. (Shahih Muslim, No. 1096).
- Mendapat Keberkahan – Rasulullah ﷺ bersabda:
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
Artinya: Bersahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam sahur itu terdapat berkah. (HR. Bukhari dan Muslim)
Lantas Sahkah Puasanya Orang Yang Tidak Sahur?
Sahur bukanlah syarat sahnya puasa, tetapi ia merupakan sunnah yang sangat dianjurkan (sunnah muakkadah). Dengan demikian, jika seseorang tidak sahur, puasanya tetap sah selama ia memenuhi rukun puasa, yaitu niat dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Dalam Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab (6/399) Karya Imam Nawawi menjelaskan bahwa:
“التسحر مستحب وليس بواجب”
Artinya: Sahur adalah sesuatu yang dianjurkan, bukan wajib.
Dari Aisyah r.a., ia berkata:
Artinya: Nabi SAW bersabda: Barang siapa yang tidak bersahur, maka puasanya tetap sah selama dia memenuhi syarat-syarat puasa. (HR. Al-Baihaqi)
Hadits ini menjelaskan bahwa meskipun sahur dianjurkan, puasa tetap sah selama seseorang menjaga rukun-rukun puasa lainnya dengan benar.
Kesimpulan
Seseorang yang tidak sahur tidak membatalkan puasanya, namun ia kehilangan keutamaan dan berkah dari sahur. Hal ini lebih kepada kehilangan manfaat daripada sebuah kekurangan dalam puasa itu sendiri. Selama ia memenuhi rukun puasa, puasanya tetap sah.
Oleh karena itu, meskipun sahur dianjurkan, seseorang yang tidak melakukannya tidak akan dipertanyakan keabsahan puasanya. Namun, jika memungkinkan, hendaknya seorang muslim tetap berusaha untuk makan sahur. Walaupun hanya dengan seteguk air, demi mendapatkan keberkahan sebagimana dalam syariat Islam.
Rekomendasi

1 Comment