Ikuti Kami

Diari

Langgengnya Budaya Rape Culture Sesama Perempuan

BincangMuslimah.Com – Beberapa waktu lalu saya sempat membuka akun twitter. Karena sudah lama, saya periksa tagar untuk mengetahui berita apa yang sedang trending. Ada tagar yang menampilkan nama seorang perempuan. Penasaran, saya pun membukanya. Ternyata ini adalah kasus pelecehan seksual, dan ia, yang namanya muncul di tagar, sebut saja miska, mengaku menjadi korban oleh seseorang yang tak ia kenal. Berdasarkan pengakuan korban, ia sampai diminta untuk pergi bersama dengan seseorang tersebut, dan dipaksa untuk ikut bersamanya. Tentu dengan diancam dan sebagainya.

Melihat thread tersebut, saya langsung beralih ke kolom komentar. Ingin tahu bagaimana respon netijen yang budiman. Dan, ternyata yang memberi komentar banyaknya perempuan. Tapi, you know what? Yap, begini rata-rata komenannya:

“suruh siapa mau, mbak..”

“ya itu mah resiko. Lu nya aja yang buka-buka pakaian”

“istighfar mbak, makanya punya tubuh dijaga, kucing dimana-mana dikasi ikan ya nyamber”

Saya gak begitu kaget sih sebetulnya, lagian kita udah sering banget kan denger victim blaming kayak gini. Tapi yang bikin miris, karena yang melakukan rape culture seperti itu, ternyata, kebanyakan malah sesama perempuan sendiri. Rasanya pengen tak omongin satu-satu, ini perempuan lagi minta dukungan, eh kok malah dihakimin toh mbak.. (entahlah)

Orang-orang mengatakan bahwa kejahatan terjadi karena adanya kesempatan. Ga bisa kita nafikan kalo pendapat itu emang ada benarnya. Tapi akhir-akhir ini, kata-kata modelan begitu sepertinya uda bikin saya agak eneg. Karena berawal dari ide tersebut-lah, sepertinya benih-benih rape culture pada akhirnya mulai mencuat. Alih-alih menekankan aturan untuk tidak melakukan kejahatan, akhirnya orang-orang kini bergeser untuk lebih memilih sikap menyalahkan mereka yang menimpa kejahatan tersebut. Sadar gak sih?

Baca Juga:  Perempuan dan Fisiknya (2)

 

Apa Itu Rape Culture?

Di Indonesia terlebih lagi. Budaya rape culture sudah menjadi hal yang umum, bahkan hampir selalu terjadi. Eits, tapi sebelumnya udah tahu kan makna dari rape culture? Soalnya dulu sewaktu saya mencari tahu arti dari rape culture melalui kamus dan juga google translate, arti yang ditampilkan malahan “budaya pemerkosaan”. Tapi ternyata, bukan itu makna dari rape culture yang sebenarnya. Istilah rape culture ini kemudian digunakan untuk menjelaskan makna dari orang-orang yang suka menyepelekan tindak pelecehan seksual yang dialami oleh seseorang. Bahkan, mereka pun memiliki kecenderungan untuk melakukan penyalahan terhadap korbannya. Jelas yaa.

Kita tahu bahwa pelecehan seksual semakin marak terjadi. Aksi dan juga jenis yang dilakukan pun bisa bermacam-macam modelnya. Dari mulai hal yang terkesan sepele seperti siulan, celetukan iseng, bahkan sampai tindakan kejam pun sudah seringkali kita dengar. Yang pasti, faktanya, tindakan semacam itu, mau dibilang yang sepele kek, atau yang besar sekalipun, masalahnya akan mengakibatkan hal-hal yang gak remeh juga. Banyak perempuan yang pada akhirnya merasa terancam, tidak aman, hingga mengalami gangguan psikis lainnya. Hal ini juga-lah yang menjadi sebab mengapa perempuan kini banyak yang ‘dikurung’ di rumahnya.

Padahal, hukum yang patut ditegakkan. Aturan dan norma yang seharusnya lebih ditekankan. Sama halnya seseorang tidak boleh mengambil barang orang lain meskipun ada di hadapannya, mereka yang melakukan tindak pelecehan seksual dengan alasan pakaian perempuan yang terbuka pun juga tidak bisa dibenarkan.

Namun, fakta yang sangat menyedihkan disini yaitu mengenai para pelaku pelecehan seksual, yang jarang sekali terlibat oleh hukum. Sekalipun terlibat, jarang mendapatkan sanksi. Sekalipun mendapatkan sanksi, tak hanya pelaku, tapi korban juga ikut disalahkan. Ada sebuah survei di Lentera Sintas Indonesia, yang meneliti dan menemukan bahwa dari data 25.213 responden, sekitar 6,5% mengaku bahwa mereka pernah mengalami pemerkosaan. Tapi mereka memilih untuk bungkam dan tidak melaporkannya. Why? Ya karena budaya rape culture itu tadi.

Baca Juga:  Fatimah Az Zahra, Putri Salihah Rasulullah yang Dirindu Surga

Saya cuman bisa geleng-geleng kepala sambil ngelus dada. Saya pun nyesek sebetulnya saat menuliskan artikel ini. Gimana engga? Saya juga perempuan. Artinya, saya pun berpotensi mengalami hal-hal serupa dengan mereka, bukan? Begitu juga dengan kalian, ya, siapapun kalian yang membaca tulisan ini. Naudzubillah deh, jangan sampe yaa. Tapi, maksudnya, kita semua gak terlepas loh dari potensi untuk mendapatkan perilaku tak senonoh seperti mereka, para korban. Lalu bayangkan saja jika kita, atau orang terdekat kita yang tiba-tiba mendapatkan perilaku serupa. Tetap mau menyalahkan korbannya?

Sungguh miris mengetahui bahwa kita hidup dalam budaya dimana segala aturan dan kekangan yang mengatur gerak dan ruang perempuan dibatasi. Segala urusan mengenai perempuan, hingga masalah pakaian pun dipermasalahkan. Sementara itu, tindakan laki-laki, seburuk apapun, selalu bisa diberi pemakluman. Intinya, para lelaki yang gak bisa mengontrol nafsunya, tapi malah perempuan yang dibikin ribet. Haha lucu.

Di samping itu, yang memprihatinkan dari kasus seperti ini juga adalah fakta mengenai budaya rape culture sesama perempuan itu tadi. Alih-alih saling support dan peduli, sesama perempuan kini malah cenderung saling menjatuhkan. Lebih banyak menghakimi, daripada memahami. Sadar gak sadar, kini, sesama perempuan lah yang justru melanggengkan budaya rape culture seperti itu. Hadeuh.. Supaya apa sih?

Korban pelecehan seksual sangat jarang bersuara. Dan ketika mereka berani meminta keadilan untuk dirinya, tapi perempuan lain malah.. (ah sudahlah). Padahal, perempuan yang menjadi korban, dengan menyuarakan suaranya, tentu sedang membela hak-hak yang ada pada diri perempuan juga kan? Seharusnya sesama perempuan-lah yang bisa saling memahami.

Hmm.. Tapi tentu saja gak semua perempuan begitu. Walaupun ada banyak sesama perempuan yang melanggengkan budaya rape culture ini, tapi banyak juga kok perempuan-perempuan yang justru sebaliknya, mendukung dan saling melindungi satu sama lain. Ini lah yang harus kita rawat.

Baca Juga:  Kawal Terus RUU-PKS Sampai Tuntas, Kekerasan Seksual Bukan Sekedar Angka Bukan?

Hal ini tentu saja karena kita mengetahui bahwa segala sesuatu yang diperjuangkan oleh satu perempuan, artinya sesuatu tersebut adalah hal yang dirasakan bahkan ‘dimiliki’ oleh kita semua. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita akhiri kebiasaan dan tradisi lama seperti rape culture, atau victim blaming, dan berubah menuju sikap yang lebih memedulikan mereka yang membutuhkan perlindungan. Bukannya sebaliknya, melindungi mereka yang melakukan ketidakadilan.

Rekomendasi

Ditulis oleh

Komentari

Komentari

Terbaru

CariUstadz Dakwah Perspektif Perempuan CariUstadz Dakwah Perspektif Perempuan

Berkolaborasi dengan KUPI, CariUstadz Tingkatkan Dakwah Perspektif Perempuan 

Berita

yukabid perempuan nabi musa yukabid perempuan nabi musa

Yukabid, Sosok Perempuan di balik Kisah Nabi Musa

Khazanah

perempuan titik nol arab perempuan titik nol arab

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

Diari

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Kajian

Sekilas tentang Sholihah Wahid Hasyim, Ibunda Gusdur

Kajian

Definisi anak menurut hukum Definisi anak menurut hukum

Definisi Anak Menurut Hukum, Umur Berapa Seorang Anak Dianggap Dewasa?

Kajian

Beauty Previllege terobsesi kecantikan Beauty Previllege terobsesi kecantikan

Beauty Previllege akan Menjadi Masalah Ketika Terobsesi dengan Kecantikan

Diari

Perilaku Rendah Hati alquran Perilaku Rendah Hati alquran

Tiga Contoh Perilaku Rendah Hati yang Diajarkan dalam Alquran

Muslimah Daily

Trending

Surat Al-Ahzab Ayat 33 Surat Al-Ahzab Ayat 33

Tafsir Surat Al-Ahzab Ayat 33; Domestikasi Perempuan, Syariat atau Belenggu Kultural?

Kajian

perempuan titik nol arab perempuan titik nol arab

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

Diari

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Kajian

Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia

R.A. Lasminingrat: Penggagas Sekolah Rakyat dan Tokoh Emansipasi Pertama di Indonesia

Muslimah Talk

Mahar Transaksi Jual Beli Mahar Transaksi Jual Beli

Tafsir Surat An-Nisa Ayat 4; Mahar Bukan Transaksi Jual Beli

Kajian

Doa berbuka puasa rasulullah Doa berbuka puasa rasulullah

Beberapa Macam Doa Berbuka Puasa yang Rasulullah Ajarkan

Ibadah

Definisi anak menurut hukum Definisi anak menurut hukum

Definisi Anak Menurut Hukum, Umur Berapa Seorang Anak Dianggap Dewasa?

Kajian

Hukum Sulam Alis dalam Islam

Muslimah Daily

Connect