Ikuti Kami

Muslimah Talk

Prof Huzaemah T. Yanggo; Imunisasi Difteri Mengandung Babi, Bagaimana Hukumnya?

BincangMuslimah.Com – Diduga karena minimnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya imunisasi, hampir 66 persen masyarakat Indonesia tercatat tidak melakukan imunisasi. Sedangkan 33 persen melakukan imunisasi tapi tidak sampai final. Padahal agar terbebas dari difteri diperlukan tiga sampai empat kali vaksinasi. Sedangkan alasan lain yang saat ini masih hangat diperbincangkan karena dalam vaksin terdapat kandungan babi yang menyebabkannya tidak halal seratus persen.

Hal tersebut menyebabkan tingginya angka pengidap difteri. Akhir tahun 2017, wabah difteri di beberapa wilayah di Indonesia dinyatakan dalam keadaan Kejadian Luar Biasa (KLB). Dilansir dalam laman Kompas, setidaknya sepanjang Januari-November dilaporkan adanya difteri dengan 593 kasus dan 32 kematian yang menjangkiti anak usia 3,5 hingga 45 tahun

Belajar dari kejadian tadi, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan meminta MUI agar mengeluarkan fatwa kebolehan melakukan vaksinasi atau imunisasi difteri dengan vaksin tersebut mengingat kondisi kesehatan masyarakat di Indonesia kini sudah darurat difteri.

Sebenarnya bagaimana hukum imunisasi difteri menggunakan vaksin yang mengandung babi tersebut dalam hukum islam? Apakah kebolehan tersebut bersifat selamanya atau temporal, hingga vaksin yang bebas babi ditemukan saja? Dikatakan dalam hadis bahwa tahnik saja sudah cukup sehingga tidak perlu vaksin, apa benar demikian?

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai persoalan tersebut reporter BincangSyariah.Com, Fahmi Suhudi, mewawancarai Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo, MA, Rektor Institute Ilmu Alquran (IIQ) jakarta di kantornya baru-baru ini. Ilmuwan Perbandingan Mazhab Fiikih yang saat ini juga menjabat sebagai Pembantu Dekan I di Fakultas Syariah dah Hukum, Universitas Islam Indonesia (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut juga tercatat masih aktif sebagai anggota Komisi Fatwa MUI sejak tahun 1987 sampai saat ini.

Baca Juga:  Pakaian Perempuan Masa Jahiliah vs Masa Islam

Sebenarnya bagaimana hukum imunisasi bagi bayi, Prof?

Hukum imunisasi, kalau karena hal itu (tidak imunisasi) mendatangkan bahaya bagi dirinya. Baik minimal dengan alasan lil hajat (karena kebutuhan) atau li al-dharurah (karena darurat) maka dia harus imunisasi. Karena (kalau tidak dilakukan) nanti efeknya bisa mengakibatkan lumpuh bahkan mengakibatkan kematian.

Tapi ada pendapat orang-orang kampung yang masih mengatakan kalau sudah ditakdirkan mati ya akan mati, meski tidak pakai imunisasi. Tapi kanNabi menyuruh kita tadaawau berobatlah kamu. Karena semua penyakit bisa disembuhkan kecuali penyakit tua dan mati, itu tidak ada obatnya.

Dan Majelis Ulama Indonesia sudah mengeluarkan fatwa ini atas permintaan dari Kementerian Kesehatan. Fatwanya itu adalah membolehkan imunisasi difteri karena li al-dharurah. Sebab dalam vaksin itu masih ada unsur babinya. Tetapi dalam keadaan darurat dibolehkan. Hanya saja pemerintah tetap berusaha membuat vaksinasi atau bahan untuk imunisasi yang halal.

Tapi yang anehnya wartawan menyampaikan bahwa MUI sudah menghalalkan. Kalau menghalalkan itu beda dengan membolehkan karena darurat. Halal kan karena memang tidak ada masalah memang sudah halal 100 persen, tapi kalau dibolehkan karena darurat masih bermasalah dan belum halal 100 persen. Makanya kalimatnya (dalam fatwa) MUI mengatakan dibolehkan bukan dihalalkan, ini impliasi hukumnya berbeda. Kadang-kadang wartawan tidak tahu bedanya dihalalkan dan dibolehkan, kalau dihalalkan sudah 100 persen (tidak ada masalah) kalau dibolehkan ada alasannya kenapa dibolehkan karena darurat tadi.

Ada yang membandingkan lebih memilih untuk ditahnik daripada divaksin?

Ya bisa saja. Tahnik kan disunahkan. Tapi Tahnik hanya mengeluarkan lendir. kalau vaksin kan untuk macam-macam penyakit apakah untuk campak, cacar, peradangan otak dan tenggorokan dan sebagainya. Itu vaksin  DPT (Difteri, Peradangan dan Tenggorokan) ada jenis-jenisnya sekarang semakin maju Ipktek semakin canggih juga tentu cara pengobatannya.

Baca Juga:  Noor Shaker: Muslimah Ahli Artificial Intelligence dengan Segudang Prestasi

Hanya saja dalam hal ini islam tidak melarang kemajuan Iptek, tapi harus disesuaikan dengan hukum Islam. Kalau tidak sesuai dilihat dulu apakah itu li al-dharurah atau minimal lil hajat, maka itu (vaksin) dibolehkan karena al-hajat tanzilu manzilata al-dharurah terkadang kebutuhan itu bisa menduduki posisi darurat.

Ada mahasiswa Fakultas Pendidikan UIN Jakarta yang meninggal karena difteri atau DPT.  Dia meninggal karena difteri, padahal sudah umur 17 tahun. Dekan Fakultas Kedokteran mahasiswa itu sendiri yang cerita kepada kami serta teman-teman di Pasca UIN tentang alasan kenapa bisa kena DPT, Dekan itu bercerita, “saya hadiri takziyah karena itu anak UIN dan ada hubungannya dengan penyakit. saya bertanya ke pihak keluarga, dulu saat kecil waktu imunisasi apakah disuntik vaksin DPT? Kata keluarganya tidak.”

Penyakit (difteri) itu tidak terbatas usia, ada yang terkena waktu masih kecil ada juga yang dewasa baru kena, jadi untuk menjaga-jaga ya dilaksanakan saja (imunasasi itu). Karena kita kan disuruh Nabi berobat, tadaawau, berobatlah kamu. Tapi disuruh berobat dengan yang halal. Kecuali dalam keadaan darurat seperti ini.

Dan daruratnya ini sementara sebenarnya, fatwa ini sudah dikeluarkan lama, pemerintah kita dalam hal ini Kemenkes sampai sekarang belum menemukan cara membuat obat vaksin yang halal 100 persen belum ada. Selama belum ditemukan boleh pakai vaksin ini.

Jadi vaksin dan tahnik itu beda, Prof?

Ya beda tahnik itu hanya membersihkan lendir dari rongga mulut hingga leher, lendir-lendir saja. Dan zaman itu mungkin belum ada penyakit-penyakit seperti yang sekarang ini terjadi. Karena makanan sekarang kan beda, banyak instan-instan.

Ini anaknya tidak makan yang macam-macam tapi lihat dari yang dimakan ibunya,itu bisa terpengaruh ke anak-anak. Karena makanan ibu itu berpengaruh juga pada bayinya. Kalau ibu yang menyusui minum es maka bayi yangmasih makan ASI bisa flu juga.

Baca Juga:  Aksi Dokter Campur Sperma ke Makanan; Kejahatan Seksual Terhadap Perempuan

Seperti vaksin jamaah haji juga ya, Prof?

Oh iya, itu kan (tentang vaksin jemah haji) ada fatwa MUI. Kalau dalam fatwa MUI, pertama karena belum ditemukan ada vaksin yang halal maka dibolehkan karena darurat. Karena pemerintah Saudi juga tidak mau menerima orang yang belum divaksin dan itu harus ada buku keterangan dokternya baru dibolehkan. Tetapi hanya bagi orang yang haji pertama, kalau haji kedua tidak perlu. Maksudnya tidak boleh dan haram bagi dia melakukan vaksin miningitis. Karena sekarang pun sudah ditemukan ada yang halal dari China dan Italia dan yang dari Belgia itu yang ditemukan ada unsur babinya tapi tidak tahu apa sekarang sudah diganti atau belum.

Baik prof, terimakasih atas wawancaranya. Semoga masyarakat semakin tercerahkan dan mau melakukan imunisasi difteri serta tidak menganggap enteng penyakit difteri.

*Artikel ini pernah dimuat BincangSyariah.Com

Rekomendasi

Vaksin Haram makna darurat Vaksin Haram makna darurat

Isu Vaksin Haram dan Makna Darurat Menurut Fikih

Ditulis oleh

6 Komentar

6 Comments

  1. Pingback: Darurat Imunisasi MR dalam Perspektif Fikih - Dagang dan Dakwah

  2. Pingback: Prof Huzaemah T. Yanggo; Imunisasi Difteri Mengandung Babi, Hukumnya | Alhamdulillah Shollu Alan Nabi #JumatBerkah - Ajeng .Net

Komentari

Terbaru

puasa syawal kurang enam puasa syawal kurang enam

Puasa Syawal Tapi Kurang dari Enam Hari, Bagaimana Hukumnya?

Kajian

orang tua beda agama orang tua beda agama

Bagaimana Sikap Kita Jika Orang Tua Beda Agama?

Khazanah

Nyi Hadjar Dewantara pendidikan Nyi Hadjar Dewantara pendidikan

Perjuangan Nyi Hadjar Dewantara dalam Memajukan Pendidikan Indonesia

Khazanah

isu perempuan najwa shihab isu perempuan najwa shihab

Kekerasan, Kesenjangan, dan Krisis Percaya Diri: Isu Penting Perempuan Menurut Najwa Shihab

Kajian

sikap rasulullah masyarakat adat sikap rasulullah masyarakat adat

Meneladani Sikap Rasulullah terhadap Masyarakat Adat

Khazanah

puasa wajib segera diganti puasa wajib segera diganti

Meninggalkan Puasa Wajib dengan Sengaja, Haruskah Segera Diganti?

Kajian

Keuntungan Menggunakan Pembalut Kain Keuntungan Menggunakan Pembalut Kain

Keuntungan Menggunakan Pembalut Kain dan Pesan Menjaga Bumi dalam Islam

Muslimah Daily

doa terhindar dari keburukan doa terhindar dari keburukan

Doa Nabi Muhammad ketika Bangun Tengah Malam untuk Shalat

Ibadah

Trending

perempuan titik nol arab perempuan titik nol arab

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

Diari

Fatimah az zahra rasulullah Fatimah az zahra rasulullah

Sayyidah Sukainah binti Al-Husain: Cicit Rasulullah, Sang Kritikus Sastra

Kajian

Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia

R.A. Lasminingrat: Penggagas Sekolah Rakyat dan Tokoh Emansipasi Pertama di Indonesia

Muslimah Talk

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Kajian

Teungku Fakinah Teungku Fakinah

Zainab binti Jahsy, Istri Rasulullah yang Paling Gemar Bersedekah

Kajian

Mahar Transaksi Jual Beli Mahar Transaksi Jual Beli

Tafsir Surat An-Nisa Ayat 4; Mahar Bukan Transaksi Jual Beli

Kajian

Definisi anak menurut hukum Definisi anak menurut hukum

Definisi Anak Menurut Hukum, Umur Berapa Seorang Anak Dianggap Dewasa?

Kajian

Hukum Sulam Alis dalam Islam

Muslimah Daily

Connect