BincangMuslimah.Com– Mempunyai nama lengkap Nazik al-Malaika, seorang penyair perempuan masyhur dari Baghdad. Lahir di tengah keluarga yang berpendidikan dang sangat mencintai sastra, pada tanggal 23 Agustus 1923. Anak sulung dari empat bersaudara lahir dari sosok ayah bernama Sadiq al-Malaika, seorang pengajar Bahasa dan ibunya adalah Salma Abd al-Razzaq yang juga seorang penyair.
Latar Belakang Pendidikan
Konon, nama Nazik terinspirasi oleh nama seorang pahlawan Suriah dari Nazik Alabed yang telah memimpin serangkaian pemberontakan melawan tantara Prancis.
Nazik al-Malaika telah menulis syair sejak usia 10 tahun. Ayahnya mengharapkannya dapat menguasai Bahasa Arab juga tata Bahasa Arab. Ia merupakan salah satu alumni sekolah Muallimin yang lulus pada tahun 1994.
Pada tahun 1944, Malaika mendapat gelar Bachelor of Art (BA) dalam kajian Bahasa dan Sastra Arab dari Teacher Training College. Pendidikannya tidak hanya berhenti di tahun tersebut, pada tahun 1950 ia mendapat anugrah beasiswa dari Universitas Princeton pada bidang studi dan kritik sastra. Pada tahun 1956, ia mendapat gelar Master of Art dari Universitas Wisconsin di bidang perbandingan sastra.
Sekembalinya merampungkan pendidikan di Baghdad, Nazik mengambil profesi sebagai dosen di Teachers Training College. Lalu ia menikah pada tahun 1961 dengan seorang pria bernama Abd al-Hadi Mahbuba. Setelah menikah, pada tahun 1964 ia pindah ke Basrah, yakni disebelah selatan Irak. Tetapi ia kembali lagi ke Baghdad di sekitar tahun 1968.
Perintis Sastra Arab Bebas
Nazik al-Malaika merupakan salah satu penyair sastra Arab kontemporer. Pada masa ini, sastra arab menjadi sebuah reaksi dan gejala responsive terhadap perubahan sosial serta pemikiran yang menekankan pada inklusivitas struktur, idealitas, refleksi konten, serta performansi.
Karya legenda Nazik al-Malaika yakni sebuah syair berjudul “الكوليرا” yang terbit di tahun 1947 merupakan cikal bakal Gerakan syair bebas dalam Sastra Arab. Puisi tersebut merevolusi metode tradisonal dalam menulis puisi.
Salah seorang kritikus terkenal, Fakhri Saleh menyebutkan dalam sebuah surat kabar Al-Mustaqbal bahwa Malaika mencapai puncak ketenaran beru melalui modernisasi puisinya. Padahal ia sendiri tidak berniat melakukan hal tersebut.
Pada tahun 1949, ia menerbitkan buku keduanya yang menjadikan langkah awal mula resolusi baru dalam sastra Arab. Namun dengan kerendahan hati, dalam pendahuluan buku tersebut ia menuliskan bahwa tanpa perjuangan tokoh-tokoh sastra terdahulu, maka tidak mungkin Sastra Arab dapat maju dan bisa bersaing dengan puisi-puisi dari peradaban sastra di dunia.
Beberapa karya Nazik al-Malaika yakni: A’siqat al-Layl (1947), Al-Mar’ah bain al-Tarafain (1953), al-Salbiyah wa al-Akhlaq (1953), Qararat al-Mawya (1958), dan masih banyak karya-karya lainnya. Puisi Malaika banyak memiliki tema elegi atau ratapan. Mengisahkan tentang kematian, perasaan sedih, rasa kecewa, dan putus.
Dalam menulis syair, Malaika memiliki empat komponen utasa sebagai landasan karya-karyanya, antara lain: 1. Kecenderungan dalam mengekspresikan kehidupan nyata, karena hal ini akan mempermudah pembaca untuk memahaminya. 2. Tidak terikat, sajak apapun akan lebih mudah mengungkapkannya daripada jenis puisi tradisional. 3. Melepaskan diri dari pola. 4. Kebebasan pada pola dan bentuk.
Setelah perkembangannya sejak lima belas abad yang lalu, sampai saat ini sastra Arab tidak pernah berinteraksi dengan dunia sastra luar Arab. Malaika merupakan satu dari sekian banyak penyair perempuan yang mengambil peran penting khususnya di bidang sastra Arab. Ia wafat dengan meninggalkan banyak karya pada 20 Juni 2007 di usia 84 tahun dan pusaranya berada di Kairo,
Rekomendasi

1 Comment