BincangMuslimah.Com – Dalam bahasa Arab, mahar disebut juga dengan istilah sadaqah, ajr, atau fariidhah, yang artinya suatu pemberian yang wajib diberikan kepada calon istri sebagai tanda penghormatan dan keseriusan seorang suami. Mahar bukan hanya hadiah materi, tetapi juga wujud tanggung jawab suami dalam memulai pernikahan secara syariat.
Lebih dari sekadar pemberian materi, mahar memiliki makna mendalam sebagai simbol cinta, komitmen, dan keadilan dalam hubungan antara suami dan istri. Al-Quran menjelaskan prinsip-prinsip mengenai mahar dalam beberapa ayat yang menggambarkan pentingnya niat ikhlas, tanggung jawab, dan keadilan dalam pemberian mahar.
Pertama, QS.An-Nisa’[4]:4
وَاٰتُواالنِّسَاۤءَصَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةًۗ فَاِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـــًٔا مَّرِيْۤـــًٔا ٤
“Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (mahar) itu dengan senang hati, terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati”.
Kata nihlah dalam ayat ini berarti pemberian dengan penuh keikhlasan.Mahar merupakan hak penuh seorang istri. Jika perempuan secara sukarela memberikan sebagian mahar kembali kepada suami, maka suami boleh menerimanya, tetapi tidak boleh meminta atau memaksanya.
Menurut tafsir Ibnu Katsir, ayat ini menunjukkan bahwa mahar adalah hak istri yang wajib suami penuhi sebagai bentuk penghargaan. Mahar juga mengandung nilai keadilan, di mana perempuan mendapat pengakuan dan penghormatan secara materi dan moral.
Kedua, QS. al-Baqarah[2]:237
وَاِنْ طَلَّقْتُمُوْهُنَّ مِنْ قَبْلِ اَنْ تَمَسُّوْهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيْضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ اِلَّآ اَنْ يَّعْفُوْنَ اَوْ يَعْفُوَا الَّذِيْ بِيَدِهٖ عُقْدَةُ النِّكَاحِۗ وَاَنْ تَعْفُوْٓا اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۗ وَلَا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ ٢٣٧
“Jika kamu menceraikan mereka sebelum kamu sentuh (campuri), padahal kamu sudah menentukan maharnya, maka (bayarlah) separuh dari apa yang telah kamu tentukan, kecuali jika mereka atau pihak yang memiliki kewenangan nikah (suami atau wali) membebaskannya. Pembebasanmu itu lebih dekat pada ketakwaan. Janganlah melupakan kebaikan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Berdasarkan tafsir Al-Qurthubi, ayat ini mengandung prinsip keadilan, di mana harus memberi jumlah mahar dari hasil kesekpakatan walau pernikahan tidak berlangsung sempurna. Namun, ada pengecualian jika kedua belah pihak saling mengikhlaskan. Nilai ini menunjukkan pentingnya sikap adil dan bijak dalam menghadapi situasi yang mungkin berujung perceraian.
Ketiga,QS.An-Nisa’[4]:24
وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ النِّسَاۤءِ اِلَّا مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْۚ كِتٰبَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْۚ وَاُحِلَّ لَكُمْ مَّا وَرَاۤءَ ذٰلِكُمْ اَنْ تَبْتَغُوْا بِاَمْوَالِكُمْ مُّحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَۗ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهٖ مِنْهُنَّ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ فَرِيْضَةًۗ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهٖ مِنْۢ بَعْدِ الْفَرِيْضَةِۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا ٢٤
“(Diharamkan juga bagi kamu menikahi) perempuan-perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dihalalkan bagi kamu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu, yakni kamu mencari (istri) dengan hartamu (mahar) untuk menikahinya, bukan untuk berzina. Karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah kepada mereka imbalannya (maskawinnya) sebagai suatu kewajiban. Tidak ada dosa bagi kamu mengenai sesuatu yang saling kamu relakan sesudah menentukan kewajiban (itu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”
Ayat ini memperjelas bahwa mahar adalah kewajiban yang harus suami penuhi. Allah menekankan bahwa pemberian mahar sebagai suatu kewajiban, bukan sekadar hadiah. Ini adalah tanda kesungguhan dari suami yang menunjukkan bahwa ia siap bertanggung jawab dalam pernikahan. Refleksi dari ayat ini adalah bahwa sebuah pernikahan harus diawali dengan keikhlasan dan komitmen, bukan hanya berdasarkan keuntungan material semata.