BincangMuslimah.Com – Dalam menjalani lini-lini kehidupan, seringkali kita dihadapkan dengan berbagai macam keinginan. Di antara keinginan tersebut ada yang dikabulkan oleh Allah dan ada juga yang tidak. Bagi manusia biasa, kita akan mengasumsikan bahwa jika doa tak kunjung dikabulkan itu artinya doa kita tertolak. Padahal, hakikatnya, doa yang tidak terealisasi adalah doa itu dikabulkan.
Seorang mahasiswa ingin melanjutkan kuliahnya ke luar negeri. Ia berusaha dengan belajar sungguh-sungguh agar diterima di kampus impiannya. Berdoa juga tak pernah putus. Namun, takdir berkata lain. Setelah dua tahun mengikuti seleksi, ia tak kunjung diterima. Ia hanya diterima di kampus swasta lokal.
Jika dilihat menggunakan kacamata manusia biasa, kita akan menganggap bahwa Allah tidak mengabulkan keinginan mahasiswa tadi. Namun, jika dilihat dari sisi lain, itulah hakikatnya pengabulan yang diridhai Allah dengan tidak merealisasikan keinginannya.
Potret contoh di atas seperti halnya kutipan Hikmah ke 84 dalam kitab Al-Hikam karangan Ibnu Athaillah al-Askandari yang menyebutkan,
مَتَى فَتَحَ لَكَ بَابَ الفَهْمِ فِي الْمَنْعِ عَادَ الْمَنْعُ عَيْنَ الْعَطَاء
Artinya: “Ketika Allah membukakan pintu pengertian bagimu tentang penolakan-Nya, maka penolakan itu pun berubah menjadi pemberian.”
Mari ambil contoh lain. Seseorang ingin menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Segala upaya telah dilakukan dengan kampanye sehat dan berdoa sepanjang malam. Ketika di hari pemilihan, suaranya kalah telak dengan calon lain. Ia pun gagal menjadi anggota DPR.
Kisah ini jangan kita artikan bahwa keinginan fulan tidak terkabul. Sebaliknya, kegagalannya lah yang kita anggap sebagai pengabulan atau rahmat Allah. Allah mempunyai alasan tersendiri yang tidak diketahui manusia. Mungkin, Allah menyelamatkan dirinya dari kubangan lumpur kontestasi politik yang kotor. Allah menyelamatkannya dari korupsi. Lagi-lagi, Allah Maha Tahu yang terbaik bagi hamba-Nya.
Bahkan, dahulu Sayyidina Ali bin Abi Thalib bersikap lebih bahagia jika keinginannya tidak dikabulkan. Ia akan sujud sekali jika keinginannya dikabulkan. Sedangkan jika tidak terkabul, ia akan sujud sepuluh kali. Mengapa? Karena penolakan Allah adalah rahmat dan pemberian atas hamba-Nya.
Habib Husein Ja’far pernah mengungkapkan, sahabat Ali pernah mengatakan, “Aku senang jika rencanaku ditunaikan oleh Allah, karena kemauanku direstui oleh Tuhan. Namun, aku lebih senang ketika rencanaku tidak ditunaikan oleh Tuhan padaku sehingga mungkin akan menceraikanku dan mengganti dengan rencananya yang pasti yang terbaik untukku.”
Lagi pula, tidak semua yang kita inginkan harus dikabulkan oleh Allah Tuhan sudah memperingatkan kepada kita melalui firmannya dalam Q.S Al-Baqarah [2]: 216, mungkin yang kita inginkan tidak sesuai dengan apa yang Allah inginkan.
وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ….
Artinya: Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”
Belajar dari ayat ini, manusia hanya diberi tugas untuk memberi proposalnya pada Tuhan. Pengajuannya tentu dengan usaha dan berdoa. Masalah dikabulkannya doa atau tidak itu tergantung pada Allah yang menentukan. Maka dari itu, jika doa tak kunjung dikabulkan, janganlah merasa putus asa.