Judul buku: Lebih Senyap dari Bisikan
Penulis: Andina Dwifatma
Jumlah halaman: 164
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tanggal terbit: 17 juni 2021
ISBN: 978602065420
BincangMuslimah.Com – Adalah Amara dan Baron, pasangan ini selalu mendapat rentetan pertanyaan yang kerap ditanya oleh para masyarakat usai delapan tahun menikah. Pada dasarnya Amara dan Baron cukup nyaman dengan kehidupan mereka saat itu.Â
Pikiran ‘betapa nyamannya hidup berdua’ sempat mengakar ketika Amara dan Baron melihat betapa struggle-nya kehidupan teman-teman mereka usai menikah. Pelik memilih waktu untuk sekedar nongkrong, bersua dengan sahabat, liburan, jalan-jalan hingga bekerja.Â
Keduanya punya pekerjaan yang nyaman dengan keuangan stabil. Menjalani kehidupan yang baik-baik saja dan sesekali bisa bersantai bersama dengan mesra. Jika menghadirkan satu manusia ke dunia, kehidupan ini tentu tidak dapat lagi dirasakan.Â
Amara juga sekelebat mempertanyakan kesiapannya jika menjadi seorang ibu. Siapkah ia? Karena sesekali merasa belum selesai dengan dirinya, bukan sosok yang penyabar hingga berbakat mencari masalah di kala ketenangan tengah menghampiri mereka.Â
Namun bayangan ia menjadi seorang ibu pun kadang kala tiba dan tidak bisa ditepis. Apalagi kawan-kawannya kerap mengundang Amara dalam acara ‘per-bayi-an’.Â
Sepulang acara itu, Amara biasanya bakal mengintip media sosial dan foto-foto saat acara tersebut. Saat menyaksikan foto-foto bayi, ia merasakan ada satu kerinduan yang tidak dapat dijelaskan. Dirinya mulai mengkhayalkan bakal ada anak-anak yang lahir dari dirinya, lalu tumbuh kembang hingga menjadi manusia dewasa.Â
Perlahan berdua saja mendatangkan rasa sepi di antara Baron dan Amara. Tiada lagi perbincangan yang dilakukan karena semua pembahasan telah habis dibabat. Semua kegiatan yang dilakukan berdua pun rasanya tidak seasyik sebelumnya. Apa-apa terasa monoton. Amara dan Baron pun akhirnya memutuskan untuk memiliki seorang anak.Â
Nyatanya punya anak tidak sekadar tekad. Pasangan ini pun kesulitan meski telah melaksanakan niat ini di dalam program kehamilan. Beragam upaya pun dilakukan. Mulai dari anjuran dokter, hingga kiat-kiat alternatif.Â
Sempat kecewa dan terpuruk, bertahun-tahun kemudian Tuhan pun berbaik hati menghadirkan anak di antara mereka berdua. Kehidupan sempat jungkir balik. Sulitnya mengatur pekerjaan dengan mengasuh anak membuat Amara mengambil keputusan besar.
Belum lagi lelahnya memberi ASI dan memompanya untuk diberikan ke sang buah hati. Banyak hal yang tidak mereka tahu perihal mengasuh dan mengurus anak. Ingin bertanya pada orangtua pun enggan, karena pernikahan mereka tidak mendapat restu dari ibu Amara.
Usai mengenal ritme jadi orangtua, kehidupan mereka tidak langsung menjadi baik-baik saja. Petaka dan kepahitan justru baru akan dimulai dengan kedatangan seorang ‘Saliman’, kawan kuliah mereka yang menawarkan hal tidak terduga.Â
Novel kedua karya Andina Dwifatma ini berisikan banyak hal soal manis dan pahitnya menjadi seorang perempuan dalam menemukan apa yang berharga. Di dalam buku ini akan terlihat beragam stigma yang dirasakan oleh pasangan muda tanpa kehadiran seorang anak.Â
Beragam pertanyaan yang berkedok ‘peduli’ namun terasa menekan ini tentu bakal banyak dirasakan. Setelah mempunyai buah hati, pertanyaan mungkin padam, namun ada tanggung jawab besar yang telah menunggu.Â
Tidak terhitung berapa tanggung jawab itu. Memastikan anak mendapatkan kasih sayang yang cukup, kesehatan terjaga, hingga anggaran pendidikan di masa depan.Â
Novel yang memenangkan penghargaan Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta ini juga menampilkan beratnya beban ganda yang dipikul oleh perempuan. Beban itu semakin berat jika tiada mendapat dukungan. Bukan hanya kesehatan yang direnggut, kewarasan pun dapat tercerabut.Â